Impian Malika menikah dengan Airlangga kandas ketika mendapati dirinya tidur bersama Pradipta, laki-laki asing yang tidak dikenalnya sama sekali. Gara-gara kejadian itu Malika hamil dan akhirnya menikah dengan Pradipta.
Sebagai seorang muslimah yang taat, Malika selalu patuh kepada suaminya.
Namun, apakah dia akan tetap menjadi istri yang taat dan patuh ketika mendapati Pradipta masih menjalin asmara dengan Selina?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14. Pesan yang Hilang
Bab 14
Malika akhirnya memutuskan untuk pergi ke rumah sakit. Baginya sang nenek lebih penting. Terlebih lagi mereka sudah sangat tua dan bisa saja ini adalah keinginan terakhirnya.
Lorong rumah sakit terasa sangat panjang, walau sudah berjalan cepat, Malika merasa tidak sampai-sampai ke tempat tujuan. Terlihat ada Adzam di depan pintu ruang rawat inap. Rupanya sang adik juga datang.
"Assalamualaikum, Oma." Malika memegang dan menciumi tangan neneknya.
"Oma sedang tidur karena pangaruh obat," ucap Om Galaxy yang selama ini memantau kesehatan wanita tua itu.
"Tapi, penyakitnya ...."
Wajah Om Galaxy terlihat sendu. Hal ini menunjukkan kalau dirinya sudah pasrah seandainya Allah mengambil sang ibu yang sangat dia sayangi.
"Om berharap ada keajaiban dari Allah. Oma bisa sehat kembali," tutur Om Galaxy. Karena usia yang sudah sangat uzur membuatnya sulit pemulihan dengan cepat.
"Oma tidak boleh menyerah. Katanya ingin bertemu dengan calon tunangan aku. Jadi, Oma harus kuat, ya!" ucap Adzam sambil membelai kepala sang nenek.
Papa Andromeda dan Mama Aisyah diam dengan mata berkaca-kaca. Keduanya takut kehilangan wanita yang berperan penting ketika awal pernikahan mereka dahulu. Oma adalah orang yang paling semangat menyatukan hubungan mereka agar saling mencintai. Dia juga akan membawa dan menjaga cucu-cucunya agar Papa Andromeda punya waktu berduaan dengan Mama Aisyah.
"Malika, kamu baik-baik saja, kan?" Oma bergumam dengan mata tertutup.
Semua orang terkejut melihat keadaan Oma seperti itu. Malika yang sejak tadi menggenggam tangan sang nenek, langsung menyahut dengan lembut.
"Oma, Malika di sini. Aku baik-baik saja," balas Malika dengan suara pelan menahan isak tangis. Dia merasa sedih dan terluka melihat neneknya dalam keadaan seperti ini.
Tidak ada respon pun dari Oma. Wanita tua itu terdiam seperti tadi lagi. Semua orang sungguh khawatir.
"Sepertinya Oma sangat mengkhawatirkan Kakak. Sampai-sampai ke bawa alam bawah sadarnya," ucap Adzam.
"Kakak, kamu baik-baik, 'kan?" tanya Mama Aisyah yang kini ikut mengkhawatirkan keadaan putrinya.
"Alhamdulillah, baik, Ma," jawab Malika yang merasa heran ditanya seperti itu.
"Sayang, jangan berpikir yang tidak-tidak! Lihat Malika dalam keadaan baik-baik saja. Kita harus percaya kepadanya. Jangan buat dia merasa tidak aman, sehingga selalu berpikir buruk dengan keadaannya," ucap Papa Andromeda yang lebih percaya kepada putri kesayangannya.
Sampai malam hari keadaan Oma Venus tidak menunjukkan perubahan. Malika ingin menemani neneknya di rumah sakit, tetapi Papa Andromeda melarang. Karena wanita itu sedang hamil besar dan membutuhkan tempat yang nyaman untuk istirahat.
"Papa antar kamu pulang!" ajak Papa Andromeda.
"Tidak perlu, Pa," tolak Malika. "Papa ajak Mama pulang. Lihat keadaan Mama seperti itu!"
Mama Aisyah terlihat pucat wajahnya karena dia kelelahan. Beberapa hari ini dia selalu sibuk mendampingi suaminya pergi ke luar kota. Belum lagi begitu semangat ketika mendengar calon menantunya akan tinggal di Indonesia. Dia ingin menyambut keluarga besan dengan baik, sebagai mereka juga selalu memperlakukan baik dirinya.
"Kakak biar aku yang antar pulang, Pa. Om Alex dan Tante Cantika akan datang untuk menjenguk Oma. Biar mereka jaga Oma sebentar selagi aku antarkan Kakak," ujar Adzam.
Malika hendak menolak, tetapi melihat tatapan adiknya, jadi memilih diam. Dia takut ketahuan, kalau saat ini sedang sendirian di rumah karena Pradipta dan keluarganya sedang pergi tanpa mengajak dirinya.
"Kak, naik mobilku. Mobil kakak akan dibawa oleh supir joki," kata Adzam sambil meminta kunci mobil Malika.
Mau tidak mau Malika memberikan kunci mobil miliknya. Walau dia sebagai cucu pertama, tetapi peran Adzam di keluarga besar Wijaya lebih berperan penting. Selain itu, sang adik lebih cerdas dan cepat dalam mengambil keputusan dibandingkan dirinya. Malika juga selalu menurut dengan perkataan adiknya yang terpaut usia dua tahun.
"Di mana Kak Dipta?" tanya Adzam begitu mobil meluncur meninggalkan rumah sakit.
"Sedang ada acara di keluarganya. Ibu dan Puput juga ikut," jawab Malika. Tidak salah yang diucapkan olehnya, karena mereka sedang merayakan sesuatu.
"Entah kenapa hatiku merasa tidak suka kepada Kak Dipta dan keluarganya sejak awal," ucap laki-laki yang memiliki wajah blasteran. "Aku percaya dengan ucapan Kak Rain dan Kak Rayyan. Kakak harus bisa menjaga diri. Jika terjadi sesuatu, langsung hubungi aku, ya!"
"Iya," balas Malika tersenyum tipis. "Terima kasih kalian selalu mengkhawatirkan diriku. Tapi, semuanya baik-baik saja, kok! Kalian saja yang terlalu berlebihan."
"Jangan remehkan insting seorang saudara, Kak. Walau Kakak berusaha menutupi semuanya, tapi pancaran mata Kakak tidak bisa membohongi kita."
Malika memandang ke arah jalan sisi kiri. Dia merasa takut adiknya akan membaca apa yang sedang dirasakan olehnya. Dia tidak ingin merepotkan banyak orang. Sebisa mungkin dia akan menyelesaikan permasalahan yang terjadi kepadanya seorang diri.
Dugaan Adzam benar kalau sang kakak sedang dalam suatu masalah. Ketika sampai di rumah, terlihat Bu Mayang menatap tajam ke arah kakak beradik yang baru turun dari mobil.
"Kenapa kamu pergi dari rumah tanpa memberi tahu kami terlebih dahulu?" tanya Bu Mayang dengan nada sinis.
"Aku sudah kirim pesan kepada Ibu, Mas Dipta, dan juga Puput. Lihat saja pesan yang aku kirim sebelum jam lima sore," jawab Malika sambil menunjukkan pesan yang tadi dia kirim dan Bu Mayang tercengang.
"Kok, pesannya tidak ada?" batin Bu Mayang.
"Nggak ada pesan masuk dari Kak Malika ke handphone punya aku," celetuk Puput sambil menunjukkan ponsel miliknya kepada Malika.
Adzam merasa ada yang aneh dengan keluarga Pradipta. Terasa ada yang ditutupi dan dipaksakan.
Malika mengerutkan kening karena di handphone miliknya pesan itu masih ada. Pikirannya kemudian teringat kepada wanita yang bersama dengan mereka tadi.
"Mungkin ada seseorang yang menghapus pesan itu," celetuk Adzan.
Bu Mayang dan Puput saling melirik. Entah kenapa mereka juga jadi berpikir seperti itu.
"Kamu baru pulang," ucap Pradipta yang tiba-tiba muncul dari dalam rumah.
"Iya, Mas." Malika mencium tangan suaminya.
"Kenapa kamu baru pulang? Kita semua mengkhawatirkan kamu," ucap Pradipta setelah mencium kening sang istri. Dia menunjukkan suami yang perhatian.
"Oma masuk rumah sakit mendadak. Jadi, aku menemaninya dahulu," kata Malika.
Adzam hanya diam mendengarkan dan melihat sang kakak dengan suaminya. Dia semakin yakin kalau ada yang mereka semua sembunyikan.
"Ini sudah malam. Kamu bukannya akan kembali ke rumah sakit?" tanya Malika.
"Iya, Kak, jawab Adzam. "Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam," balas merek semua.
Malika tidak bertanya tentang kepergian Pradipta dan keluarganya tadi. Dia merasa lelah dan memilih tidur cepat.
Sementara itu, Pradipta dan keluarganya sedang berkumpul di dapur membahas masalah pesan yang dikirim oleh Malika. Ternyata pesan itu juga tidak ada di ponsel milik laki-laki itu.
"Apa Selina yang menghapus semua pesan-pesan itu, sehingga kita tidak tahu?" Bu Mayang menaruh curiga. Karena tadi mereka semua diminta mengubah pengaturan menjadi mode pesawat, agar tidak ada yang menggangu acara mereka.
***
penasaran sm masa lalu yg dimaksud sm malika itu 🤔
kau menyembunyikan banyak hal Thor