"Dimana ibumu?" Tanya seorang pria berwajah dingin itu.
"Kabul, cali daddy balu," ucap bocah berumur 4 tahun itu.
Filbert Revino, anak kecil berumur 4 tahun yang mencari ayah kandungnya. Hingga dia bertemu dengan Gilbert Ray Greyson, pria dingin dan datar. Yang ternyata adalah ayah kandung dari Revin.
"Dia putraku kan?! Revin putraku! Selama ini kau kabur dan menyembunyikan benihku?! Kau sangat keterlaluan Emily!" Bentak Gilbert pada seorang wanita yang menatapnya dengan tangisan.
"Maafkan aku." Hanya kata itu yang mampu wanita bernama Emily Beriana. Istri Gilbert yang pergi tanpa sebuah pesan apapun.
Bagaimana pertemuan mereka kembali setelah 5 tahun lamanya? Apakah usaha Revin untuk menyatukan orang tuanya berhasil? Apakah tidak dan harus hidup pada salah satunya?
Yang kepo langsung cusss baca aja, di jamin kucu, baper, sedih, campur aduk deh.
PERINGATAN!!! HANYA CERITA FIKTIF BELAKA, KARANGAN DARI AUTHOR. BUKAN K
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apa yang ingin Hana bicarakan?
Karena mencapai target, yuk triple up nih🤭🤭
****
Jam menunjukkan pukuk sore hari, mereka berkumpul di ruang tengah sambil mengobrol ringan. Termasuk Emily yang tengah di berondong pertanyaan oleh Hana.
"Selama ini kamu kemana aja? Gilbert cari kamu kayak orang gila tau gak! dia sampe gak makan seminggu, ampe gak mandi juga. Terus dia ...,"
"Mom!" Peringat Gilbert, dia malu karena kejelekannya di umbar oleh sang mommy.
"Apa? mommy lagi cerita sama mantu mommy kok!" Ketus HAna.
Hana kembali menatap Emily dengan lembut, berbeda saat menatap putranya tadi. Emily sebenarnya sedikit bingung, apakah Gilbert tak bercerita tentang kepergiannya dan surat yang Gilbert maksud?
"Cil, bagi mangga nya yak!" Kerjaan Danzel hanya merecoki Revin yang asik memakan buah mangga di pangkuan sang daddy.
"Beli dili canaaa!!!" Greget Revin saat Danzel akan mengambil makanannya.
"Dih pelit banget, nanti seret loh!" Seru Danzel.
"Otakna om kali yang celet!" Ketus Revin.
Danzel menganga tak percaya, bari kali ini dia di lawan oleh bocah. karena gemas, dia akan mencubit pipi bulat Revin, tetapi dengan cepat Gilbert menepisnya.
"Jangan di ganggu ponakannya Zel! kalau rewel kamu mau tanggung jawab hah?!" Kesal Gilbert.
"Yaelah kak, pelit amat. Cuman comot dikiiittt aja," ujar Danzel dengan memelas.
"Sana! bikin anak sendiri! cubit sepuasnya sana," ujar Gilbert.
Danzel merengut sebal, dia menatap Revin yang kembali asik memakan mangganya.
"Em, ikut mommy yuk ke belakang. Kita buat teh, enak nih sore-sore nge teh." Ajak Hana.
Emily menatap Gilbert, dia ragu ingin ikut. Tapi Gilbert seperti nya sedang asik menyuapi putra mereka mangga.
"AYo!"
"I-iya mom." Sahut Emily dan mengikuti Hana ke dapur.
Hana mengambil set cangkir, setelahnya dia memasak air panas dan menunggunya. Sedangkan Emily, dia mengambil gula untung menuangkannya pada setiap cangkir.
"Em, boleh mommy tahu?" Tanya Hana.
"Tau apa mom?" Jawab Emily bingung.
"Sebenarnya, kamu pergi pasti ada alasannya kan? Gilbert bilang, alasan kamu pergi karena dia miskin. Tapi, kalau itu alasan yang membuatmu pergi. Tidak mungkin kamu bertahan selama sebulan lebih tinggal dengannya bukan," ujar Hana dengan raut wajah yang berubah serius.
Emily yang tadinya sedang menuangkan gula ke dalam cangkir pun seketika terhenti, dia menatap ibu mertuanya yang menatapnya dengan intens.
"Kenapa kamu pergi? apa alasannya?" Desak Hana.
"Aku takut Mommy tidak percaya pada ku, sama seperti mas Gilbert." Ujar Emily dengan tersenyum perih.
Hana menghela nafasnya pelan, dia memegang kedua bahu Emily dan di hadapkan padanya.
"Itu Gilbert, bukan mommy. Ceritakan lah apa yang terjadi, anggap saja mommy ini ibu kandungmu," ujar Hana dengan lembut.
Emily tersenyum haru, dia tak mengira jika ibu mertuanya akan sebaik ini. Sangat berbeda dengan Samantha, yang tidak memperlakukannya dengan baik.
"Saat aku baru tahu jika aku sedang hamil Revin, Nyonya Samantha mendatangiku," ujar Emily dan menjeda ucapannya.
Hana membulatkan matanya, tangannya yang tadi memegang bahu Emily kini beralih memegang kedua tangan Emily.
"Apa yang dia perbuat denganmu? apa dia mengusirmu? apa dia menyakitimu? katakan, apa yang dia lakukan?" Tanya Hana dengan wajah paniknya.
"Dia menyuruhku untuk meninggalkan mas Gilbert, aku berkata padanya jika aku sedang mengandung. Aku tidak bisa pergi meninggalkan suamiku, tapi Nyonya Samantha mengancam akan membunuh Revin. Akhirnya, aku memutuskan untuk pergi mom," ujar Emily dengan suara bergetar.
Hana memeluk Emily sebentar, lalu dia kembali menggenggam tangan Emily dengan erat.
"Sebenarnya mommy udah curiga, mommy pun ikut mencari kamu. Tapi tidak juga ketemu, tapi untunglah kamu kabur saat itu juga. Syukurlah, karena dia hanya mengancammu saja," ujar Hana.
"Maksud mommy?" Bingung Emily.
Hana menolehkan kepalanya ke sana dan kemari, dia seperti takut akan sesuatu.
"Em, sebenarnya ...,"
"Lama sekali kalian buat teh nya?!"
Emily dan Hana tersentak kaget, mereka menoleh dan mendapati Alfred tengah berjalan ke arah mereka sambil menggendong Revin.
Sepertinya bocah itu sudah menempel pada kakeknya, terbukti dia tak takut ketika Alfred menggendongnya.
"A-aa iya mas, ini airnya sudah mendidih," ujar Hana dengan gugup.
Emily sedikit bingung, sebenarnya apa yang mau ibu mertuanya itu bicarakan. Sepertinya sangat penting dan tidak ingin orang lain tahu.
"Ayo Em, kita ke ruang tengah." Ajak Hana dengan berjalan lebih dulu.
Emily pun ikut berjalan di belakang Hana, tetapi saat akan keluar dari area dapur. Suara Alfred membuat langkah mereka terhenti.
"Eh tunggu!"
Emily langsung menoleh, berbeda dengan Hana yang hanya diam dengan memejamkan matanya.
"Iya dad?" Sahut Emily.
"Kamu tolong bikinkan Revin susu, daddy mau mengajaknya bermain di taman." Pinta Alfred.
Emily mengangguk, dia pun kembali ke dapur untuk membuatkan putranya susu.
"Ngapain masih di sana sayang?" Seru Alfred.
"A-aa itu mas, aku nunggu Emily." Sahut Hana Sambil membalikkan badannya.
Alfred terkekeh, "Emily tidak akan kabur, kamu duluan saja." Pinta Alfred.
Hana mengangguk, dia pun pergi ke ruang tengah terlebih dahulu. Setelah Emily menyelesaikan membuat susu Revin, dia memberikan botol tersebut pada sang ayah mertua.
"Daddy ajak Revin main dulu yah," ujar Alfred.
"Iya dad, tapi Revinnya kalau ngantuk jangan sampai tidur yah. Takutnya malem malah begadang," ujar Emily.
"Baik." Sahut Alfred dan mengajak Revin ke taman belakang.
Emily kembali ke ruang tamu, dia melihat ibu mertuanya yang sedang berbincang dengan Gilbert.
"Sini Emily, duduk sebelah mommy." Pinta Hana sambil menepuk sofa di sebelahnya.
Emily duduk di sebelah Hana, dia berhadapan dengan Gilbert yang menatapnya datar.
"Tu muka selalu datar begitu pa? bahkan triplek aja kalah datarnya." Batin Emily.
***
Gilbert dan Alfred kini berada di ruang kerja milik Gilbert. Alfred, Hana beserta Danzel memutuskan untuk menginap.
"Kamu yakin ingin kembali dengan Emily? apa kamu tidak bermaksud lain?" Tanya Alfred di sela keseriusan mereka pada laptop.
"Bermaksud lain apa?" Sahut Gilbert.
"Gil, daddy tahu bagaimana kamu. Jika kamu di sakitin, sampai kapan pun kamu tetap membenci orang itu. Walau nantinya kamu memaafkan dia, tapi kamu akan cuek padanya. Sifat jelek kamu, daddy sangat menghafalnya!"
Gilbert yang tak merasa pun mengangkat wajahnya, dia menatap Alfred dengan tatapan kesal. Tak enak jika di katakan langsung bahwa kita memiliki sifat yang jelek, sama dengan Gilbert.
"Apa kamu belum memaafkan Emily? apa kamu membencinya? Gil, jika kamu tidak berniat untuk memperbaiki rumah tanggamu. Maka lepaskan! Lebih baik sakit itu hanya sebentar, dari pada kamu terus memupuk hati istrimu dengan rasa sakit begitu lama," ujar Alfred.
"Daddy tahu apa soal rumah tanggaku, aku yang menjalaninya. Tidak ada urusannya dengan daddy," ucap Gilbert dengan dingin.
"Tahu, daddy paham. Tapi, saat putramu tumbuh dewasa nanti. Dia sudah mulai mengerti tentang permasalahan kalian, apa kamu siap menjawab pertanyaan putramu itu?"
Gilbert terdiam, dia tak berpikir ke depannya akan seperti apa. Kecewa, sakit, dan marah bercampur menjadi satu. Dia membuat keputusan ketika dia marah, sehingga dirinya menyakiti hati sang istri.
"Gilbert, daddy bukanlah suami dan ayah yang baik. Namun, daddy belajar dari pengalaman daddy. Percaya dengan hatimu!"
"Dan ketika akal dan matamu melihat suatu kebenaran, maka ... tutup lah telingamu." Lanjutnya dengan tegas.
Gilbert tak menjawab apapun, dia kembali melihat layar laptopnya dengan fokus.
"Kamu dengar daddy tidak!" Seru Alfred dengan kesal karena tak ada sahutan dari putranya.
"Dengar!" Seru Gilbert dengan tatapan tak lepas dari laptopnya.
"Memangnya apa yang tadi daddy ceritakan hah?!" Ketus Alfred.
"Cantik," ucap Gilbert tanpa sadar.
Alfred yang penasaran pun mendekati putranya, dia menatap apa yang putranya sedari tadi fokuskan.
"Kamu pasang CCTV di kamar hah?!" Kaget Alfre yang mana membuat laptop di pangkuan Gilbert terjatuh.
BRAK!!
"Astagaa ...."