HARAP BIJAK MEMILIH BACAAN, PASTIKAN UDAH PUNYA KTP YA BUND😙
Bosan dengan pertanyaan "Kapan nikah?" dan tuntutan keluarga perihal pasangan hidup lantaran usianya kian dewasa, Kanaya rela membayar seorang pria untuk dikenalkan sebagai kekasihnya di hari perkawinan Khaira, sang adik. Salahnya, Kanaya sebodoh itu dan tidak mencaritahu lebih dulu siapa pria yang ia sewa. Terjebak dalam permainan yang ia ciptakan sendiri, hancur dan justru terikat salam hal yang sejak dahulu ia hindari.
"Lupakan, tidak akan terjadi apa-apa ... toh kita cuma melakukannya sekali bukan?" Sorot tajam menatap getir pria yang kini duduk di tepi ranjang.
"Baiklah jika itu maumu, anggap saja ini bagian dari pekerjaanku ... tapi perlu kau ingat, Naya, jika sampai kau hamil bisa dipastikan itu anakku." Senyum tipis itu terbit, seakan tak ada beban dan hal segenting itu bukan masalah.
Ig : desh_puspita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23
Kanaya menggerutu, pasalnya kini Ibra justru masih setia mengiring di belakangnya. Sudah dia katakan cukup tunggu di bawah saja. Akan tetapi, alasan Ibra yang mengatakan dia harus ikut dan melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana wujud Siska membuat Kanaya tak bisa berbuat banyak.
"Lama sekali, kamu yakin ini tempatnya?" selidik Ibra ragu, karena dari gelagatnya Kanaya memiliki kemungkinan berbohong dan bisa jadi ini bukan alamat yang dia maksud, sungguh Ibra masih saja ragu.
"Yakin, kamu kira pikun?"
Suaranya sedikit meninggi, sungguh wajahnya itu mengganggu sekali. Atau mungkin ini bawaan bayi? Entahlah, sebenarnya dia itu kenapa, yang jelas Ibra yang bertanya lebih dari satu kali adalah hal yang ia tak sukai.
"Ya siapa tau, tamparan kakakmu membuat otakmu bergeser 5 centi ke kiri."
Tenanglah Kanaya, jika terus diladeni mulutnya takkan berhenti. Pria itu berulang kali menatap arlojinya, dan Kanaya merasa hal itu sangat menunjukkan jika Ibra tengah gundah akan sesuatu yang lainnya.
"Pergilah kalau memang ada pekerjaan lain."
Ibra menggeleng, wajahnya datar dan menatap sebal pintu di depannya. Dia tidak terbiasa menunggu sesuatu yang sangat lama begini.
"Sis ... siska, bukain pintunya."
Kanaya kembali berusaha, entah sedang apa Siska di dalam sana hingga tak mendengar suaranya.
Ceklek
"Allahu!!! Bikin kaget saja," ujar Siska mengelus dadanya, pria tampan itu terlihat biasa saja sementara dirinya berdesir luar biasa.
Perbedaan tinggi Kanaya dan Ibra yang cukup jauh membuatnya terkejut. Belum lagi mata Ibra yang terlihat ingin mengulitinya padahal pertama kali bertemu.
"Lama banget sih, Siska ... dengkulku sampai pindah," keluh Kanaya hiberbola sekali, merengek seperti anak balita dan Ibra merasa kesal dibuatnya.
"Maaf, aku mandi, Naya."
Menyambut hangat sahabatnya yang kini tiba-tiba memeluk erat. Ada masalah apa sebenarnya? Siska belum bisa memahami keadaan, walau sebenarnya Kanaya kerap kali seperti ini, akan tetapi ini adalah pertama kalinya ada pria yang turut serta mengantarnya.
"Kamu kenapa? Masalah di rumah lagi?" tanya Siska pelan, dan kini mulai memerhatikan wajah Kanaya, wanita itu terlihat berusaha menutupinya dengan menundukkan wajahnya.
"Nay, kamu kenapa? Coba lihat mukanya," pinta Siska mendesak Kanaya, wanita itu tak serta merta menjawab.
-
.
.
.
Kecurigaan Siska berpindah pada pria yang kini masih setia melihat kedekatan mereka. Tidak mungkin ia salah, selama ini Kanaya belum pernah menerima bekas luka sedikitpun walau kerap menjadi amukan Adrian dan mamanya.
"Kalian bertengkar?" tanya Siska pada intinya, melohat wajah Ibra yang juga lebam Siska berpikir jika Kanaya dan pria ini baku hantam.
Sudah menjadi tradisi, Kanaya kerap memukul pria yang berbuat kurang ajar padanya. Akan tetapi, melihat Ibra kini dia tak menduga jika ada pria yang bekat menghajar wanita.
"Ck, menyebalkan sekali ... Kanaya, dia pelakunya?"
Kesal lantaran Ibra menatapnya santai tanpa menjawab apapun. Siska kini mengulik info dari Kanaya. Dan jika benar pria itu membuatnya lebam begitu, maka tak segan-segan Siska akan mengeluarkan jurusnya.
"Bukan, Siska ... kamu jangan buat malu."
Kanaya mengeleng pelan, Ibra yang tak menjawab pertanyaan Siska sama sekali masih mengherankan baginya. Dia pilih-pilih orang atau bagaimana, pikir Kanaya.
"Terus siapa kalau bukan dia?!! Heh!! Kamu pelakunya kan?!!" sentak Siska tak takut sama sekali, meski Ibra setampan tokoh fiksi, namun untuk saat ini Siska masih berpikir buruk tentangnya.
"Hentikan teriakanmu, mengganggu sekali."
Sudah Kanaya katakan bukan, dan Siska justru mendesaknya mengaku. Jelas saja Ibra marah, niatnya sangat baik demi memastikan wanita itu tiba dengab selamat, Ibra bahkan kehilangan waktu berharganya.
"Kanaya aku pulang, jaga dirimu baik-baik."
Tanpa menunggu jawaban Kanaya, pria itu berlalu dengan langkah panjangnya. Meninggalkan Siska yang menyimpan sejuta tanya tentang pria itu.
"Dia siapa?"
"Kita masuk dulu ya, aku capek banget, Siska." Kanaya mengeluh memperlihatkan betapa lelahnya dia, saat ini ia ingin kembali tidur dan istirahat dengan nyenyak.
"Huft, pacar baru?"
Saat ini, Kanaya bukan tak mau mengatakan semuanya. Akan tetapi, jujur saja dia belum berani untuk mengatakan apa yang terjadi dalam dirinya.
"Nanti aku cerita, aku boleh tidur di sini kan?"
"Hm, iyaa, Kanaya." Siska menyerah, memaksapun akan percuma karena dia bukan tipe orang yang suka dipaksa.
Membiarkan Kanaya berlalu lebih dulu, Siska kembali mengingat bagaimana laporan Lorenza tentang kehidupan Kanaya di dunia kerja. Kecurigaan mereka semakin hari bukannya semakin terbuka, melainkan semakin pelik saja.
"Hidupmu pasti tidak sedang baik-baik saja," tutur batin Siska menggeleng pelan, kopernya masih berada di luar sana, dan sudah biasa bagi Siska merasakan hal ini jika Kanaya kabur membawa barang-barangnya.
"Apa kau tanya mas Abygail saja ya?" Siska bingung sekali, dia penasaran dan ingin secepatnya Kanaya menemukan titik terang, sungguh dia kesulitan karena Kanaya luar biasa tertutup kini.