Di tengah kekalutannya, Ayuna malah dipertemukan dengan seorang wanita bernama Lara yang ternyata tidak bisa mengandung karena penyakit yang tengah dideritanya saat ini.
Siapa sangka wanita yang telah ia tolong itu ternyata adalah penyelamat hidupnya sehingga Ayuna rela melakukan apapun demi sang malaikat penolong. Apapun, termasuk menjadi Ibu pengganti bagi Lara dan juga suaminya.
Ayuna pikir Lara dan Ibra sudah nenyetujui tentang hal ini, tapi ternyata tidak sama sekali. Ayuna justru mendapatkan kecaman dari Ibra yang tidak suka dengan kehadirannya di antara dirinya dan sang istri, ditambah lagi dengan kenyataan kalau ia akan memiliki buah hati bersama dengan Ayuna.
Ketidak akuran antara Ayuna dan Ibra membuat Lara risau karena takut kalau rencananya akan gagal total, sehingga membuat wanita itu rela melakukan apapun agar keinginannya bisa tercapai.
Lantas akankah rencana yang Lara kerahkan selama ini berhasil? Bisakah Ibra menerima kehadiran Ayuna sebagai Ibu pengganti?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon safea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 06
Hampir tujuh hari berlalu setelah dimana Ayuna bertemu dengan Lara untuk kedua kalinya. Sudah seminggu juga Ayuna tak memberikan jawaban pada wanita yang telah menawarkan bantuan secara cuma-cuma.
Ayuna memang sangat membutuhkan uang tersebut, hanya saja ia masih merasa meragu karena ia harus mengorbankan dirinya sendiri untuk mendapatkan apa yang ia inginkan.
Selama satu minggu ini pun Ayuna tak hentinya berpikir dan berusaha mencari jalan keluar, Dhea sahabatnya juga tak bisa berhenti mengkhawatirkan keadaannya yang semakin genting.
Waktu yang Ayuna miliki juga semakin terbatas, yang mana membuatnya tak bisa mencari pinjaman pada orang lain. Pada Nevan pun belum ia minta karena Ayuna juga masih merasa sungkan.
"Excuse me." Tubuh kecil itu langsung terlonjak kala mendengar meja di depannya diketuk beberapa kali oleh salah seorang tamu. Astaga, Ayuna melamun lagi.
Mari enyahkan pikiran yang saat ini karena Ayuna masih harus bekerja sampai pukul enam nanti. Jangan sampai dirinya malah mendapatkan teguran dari sang atasan.
"Si Ayu lagi sakit ya? Kok gue lihat nggak fokus gitu anaknya, sering ngelamun juga. Nggak biasanya loh dia kaya gini." Hanya berjarak beberapa jengkal dari posisi Ayuna berdiri saat ini, beberapa rekan kerjanya sibuk memperhatikan sembari merasa keheranan dengan sikap Ayuna hari ini.
"Kayanya gitu deh, apalagi tadi gue lihat mukanya pucat pas lagi ganti seragam." Dan yang terjadi selanjutnya adalah ketiga orang itu memberikan tatapan penuh prihatin pada Ayuna.
"Apa gue kasih tau ke Pak Nevan aja ya biar Ayuna dibolehin buat istirahat dulu." Hana yang barusan saja memberikan usulan langsung mendapatkan sikutan pelan dari temannya.
"Lo tau kan sekeras kepala apa itu anak. Mending biarin aja lah, tapi kita harus tetap pantau supaya si Ayu nggak tumbang." Keputusan telah dibuat dan keduanya sepakat untuk tidak mengadukan keanehan yang terjadi pada Ayuna hari ini.
Perlu diketahui, Ayuna itu adalah karyawan termuda yang berada di jajaran resepsionis lainnya. Mungkin karena itu pula Ayuna selalu mendapatkan pujian berkat pekerjaannya yang selalu baik tanpa melakukan kesalahan sama sekali.
Satu tamu baru saja Ayuna layani dan sekarang pasangan itu sudah menghilang di balik pintu lift bersama dengan seorang bell boy yang bertugas untuk membawakan barang bawaan mereka menuju kamar yang telah di pesan.
"Eh buset ganteng banget." Saat dimana Ayuna tengah melirik ke arah arloji yang melingkari di pergelangan tangannya, ia malah mendengar Hana yang berusaha menahan pekikannya.
"Heh, suami orang itu. Stop jadi pelakor ya Hana." Kekehan pelan bisa Ayuna dengar dengan jelas meskipun matanya masih tertuju pada beberapa orang pria yang berjalan lurus melewati meja resepsionis begitu saja.
Orang-orang yang barusan saja melewati mereka adalah para pengusaha yang akan melakukan rapat penting di ruangan khusus di hotel tempat Ayuna bekerja. Tentu saja Ayuna tahu tentang itu karena ia mendapatkan laporannya dari Nevan pagi tadi.
"Gue bukannya mau jadi pelakor, please. Gue tuh cuma mengagumi kegantengannya aja, kaya kok bisa ada manusia seganteng itu di dunia yang tidak jelas ini. Tapi sayang banget doi bukan laki gue." Obrolan aneh yang barusan saja ia dengar malah membuat Ayuna terkekeh sendiri sampai dua rekannya yang lain menoleh.
"Noh diketawain lo sama si Ayu. Emang rada-rada dia, emang cocoknya nggak usah ditemenin." Karena tak ada tamu yang harus dilayani, mereka jadi lebih bebas untuk bercanda sembari terus melemparkan ledekan pada Hana yang sudah merengut.
"Na, Pak Nevan masuk nggak hari ini?" Keseruan itu harus berakhir saat seorang security masuk dan bertanya pada Hana tanpa tahu apa yang sedang terjadi di sana.
"Masuk kok. Ada yang nyariin kah?" Gelengan pelan Hana dapatkan dari pria paruh baya di depannya ini.
"Enggak, saya cuma mau ngasih tau ke si Bapak kalo ada orang yang mencurigakan di depan." Sekarang bukan hanya Hana saja yang penasaran, namun Ayuna dan Fani juga jadi ikut penasaran.
"Mencurigakan gimana sih Pak?" Raut wajah yang sedang ditunjukkan oleh ketiga gadis itu nampak sangat lucu saat menunggu penjelasan yang selanjutnya akan diberikan oleh Anto.
"Itu, merekanya mondar mandir terus di depan sambil celingukan ke dalam. Ada dua orang, dua-duanya cowo terus penampilannya kaya preman gitu. Saya cuma takut nantinya mereka malah ganggu ketenangan tamu." Berbeda dengan Fani dan Hana yang nampak mengerutkan keningnya, Ayuna justru tengah melebarkan kedua bola matanya.
Ia tahu siapa orang yang Anto maksud barusan, mereka pasti utusannya Braga. Bagaimana bisa Ayuna mengetahui hal itu?
Dua hari ke belakang ini Ayuna merasa kalau dirinya tengah diawasi saat akan berangkat bekerja dan juga saat pulang. Dan berdasarkan ciri-ciri yang Anto katakan, Ayuna semakin yakin kalau mereka adalah orangnya Braga.
Ayuna sudah dibuat sangat pusing memikirkan uang sebanyak lima ratus juta yang harus segera ia kembalikan, dan sekarang ia malah semakin dibuat pusing karena orang-orang itu.
"Biarin aja deh Pak, nanti kalo merekanya udah mulai aneh bebas deh mau diapain aja. Nanti bakalan saya sampaikan juga ke Pak Nevannya. Tolong ya Pak." Setidaknya Fani sudah memberikan saran yang bisa sedikit membantu.
Tetapi Ayuna justru dibuat semakin gelisah. Bagaimana kalau misalnya mereka malah membuat kerusuhan karena ingin bertemu dengan dirinya? Dan yang lebih parahnya lagi, bagaimana kalau Ayuna malah dipecat karena keributan itu terjadi karena dirinya?
Tidak bisa! Ayuna harus mencari cara untuk bisa bertemu dengan kedua orang itu sebelum mereka benar-benar membuat kerusahan.
"Mba Fani, aku ke toilet sebentar ya." Hanya ini alasan yang bisa Ayuna berikan sekarang dan beruntungnya ia berhasil mendapatkan izin itu sehingga ia langsung keluar dari balik meja resepsionis.
Karena keluar dari pintu depan akan sangat beresiko, maka Ayuna memilih untuk keluar dari pintu yang biasa digunakan oleh para karyawan seperti dirinya.
Lalu yang harus Ayuna lakukan sekarang adalah berpikir bagaimana agar anak buahnya Braga mendatanginya di tempat yang sepi ini.
"Mau kemana lo?" Ayuna hampir saja menjerit karena terlalu terkejut karena kehadiran seorang pria berkepala plontos di balik punggungnya.
"Abang ngapain di sini?" Decakan keras bisa Ayuna dengar dan ia tahu kalau itu bukanlah pertanda yang baik.
"Ya ngawasin lo lah, siapa tau lo ada niat buat kabur kan karena nggak bisa lunasi itu hutang." Begitu rupanya, pantas saja Ayuna selalu diikuti selama dua hari ini. Ternyata karena Braga tidak mau kalau ia sampai kabur sebelum menyerahkan uang itu.
"Bang tolong jangan ikutin saya sampai ke tempat kerja kaya gini, saya nggak mau kalau atasan saya sampai tau." Pria berkepala plontos itu semakin mendekat ke arahnya dengan raut wajah yang luar biasa menyebalkan menurut Ayuna.
"Ya bayar hutang lo makanya supaya nggak gue awasin terus." Merasa kalau dirinya berada dalam situasi yang tidak aman membuat Ayuna mundur beberapa langkah.
"Minggu depan, saya janji bakalan ngasih uangnya ke Pak Braga minggu depan. Jadi, tolong jangan ikutin saya lagi bang." Kalau dengan cara memohon seperti ini pun tidak bisa, maka Ayuna hanya akan pasrah saja.
"Awas aja kalo lo bohong ya, gue obrak abrik ntar tempat lo kerja ini sama temen-temen gue yang lain." Setelah dirasa cukup setelah memberikan ancaman yang mengerikan itu, ia pergi begitu saja meninggalkan Ayuna yang akhirnya bisa bernapas dengan lega.
Tidak lama memang karena setelahnya ia kembali dibuat sakit kepala saat memikirkan darimana ia bisa mendapatkan uang sebanyak itu.
"Mba Lara." Ya, hanya ada satu nama itu di dalam kepala Ayuna di saat genting seperti ini.
Sepertinya sekarang Ayuna sudah tahu keputusan seperti apa yang akan diambilnya.
mampir jg dikarya aku ya jika berkenan/Smile//Pray/