Aditya, seorang gamer top dalam Astaroth Online, mendadak terbangun sebagai Spectra—karakter prajurit bayangan yang ia mainkan selama ini. Terjebak dalam dunia game yang kini menjadi nyata, ia harus beradaptasi dengan kekuatan dan tantangan yang sebelumnya hanya ia kenal secara digital. Bersama pedang legendaris dan kemampuan magisnya, Aditya memulai petualangan berbahaya untuk mencari jawaban dan menemukan jalan pulang, sambil mengungkap misteri besar yang tersembunyi di balik dunia Astaroth Online.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LauraEll, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 22 : Ancaman Baru
Di ruangan gelap yang hanya diterangi oleh nyala lilin suram, sepuluh sosok duduk melingkar di sekitar meja besar berbentuk oval. Bayang-bayang wajah mereka samar, namun aura mereka memancarkan kekuatan yang tak terbantahkan. Di tengah mereka berdiri seorang pria dengan jubah hitam panjang, rambut peraknya bersinar di bawah cahaya redup. Dialah moderator pertemuan ini, Pixis. Dengan tatapan tenang namun tajam, ia memulai pembicaraan.
"Seperti yang kalian semua ketahui," ujar Pixis, suaranya menggema lembut namun penuh wibawa, "Noxar telah gagal. Persembahan besar tidak dapat diselesaikan, dan yang lebih buruk lagi, dia dihancurkan oleh seorang petualang Bernama Spectra."
Mendengar itu, seorang pria jangkung dengan bekas luka besar di wajahnya menyeringai sinis. Namanya Fienord, seorang ahli strategi licik. "Tentu saja dia gagal. Dia terlalu sombong, hanya bergantung pada boneka-boneka Undead miliknya. Tak ada rencana yang matang, tak ada siasat. Apa yang bisa kita harapkan dari orang seperti itu?"
Sebelum Pixis sempat menanggapi, seorang wanita berambut merah dengan tatapan tajam, Medeline, berbicara dengan nada dingin yang menusuk. "Investasi kita pada Noxar sia-sia. Aku sudah memperingatkan kalian sejak awal bahwa dia terlalu impulsif. Sekarang, bukan hanya dia gagal, tapi dia juga mencoreng reputasi kita."
Ia menyandarkan diri ke kursinya, jari-jarinya mengetuk meja dengan gelisah. "Aku sendiri yang akan menangani ini. Aku akan mencari tahu siapa yang cukup berani untuk menghancurkan rencana kita dan memastikan mereka membayar mahal atas itu."
Pixis mengangkat tangannya, memberi isyarat agar semua orang diam. "Kalian terlalu cepat menyimpulkan. Kegagalan ini memang memalukan, tetapi bukan berarti rencana besar kita telah berakhir. Persembahan besar hanyalah langkah pertama dari banyak rencana kita. Fokus kita sekarang adalah mengidentifikasi ancaman baru ini dan menyusun strategi untuk menghadapi mereka."
Di ujung meja, seorang pria bertopeng yang suaranya terdengar datar dan dingin menambahkan, "Aku setuju dengan Pixis. Kegagalan Noxar adalah pelajaran. Kita tidak boleh membuang waktu saling menyalahkan. Waktunya untuk bertindak lebih hati-hati."
Pixis mengangguk pelan. "Baiklah. Pertemuan ini selesai. Lakukan tugas kalian dan laporkan hasilnya segera. Ingat, rencana kita jauh lebih besar daripada satu kekalahan."
Para anggota organisasi itu mulai bangkit satu per satu, meninggalkan ruangan yang dipenuhi aura ancaman yang menghantui mereka.
Di Kediaman Vizcount Granbell, sebuah upacara pemakaman sederhana diadakan untuk Lyra.
Meskipun jasad Lyra tidak ditemukan, sebuah monumen kecil didirikan di halaman kediaman Vizcount sebagai penghormatan terhadap jasa-jasanya. Upacara tersebut dihadiri oleh berbagai tamu penting, termasuk Vizcount Granbell, para bangsawan setempat, serta kelompok The Hunters. Elina juga hadir, mengenakan pakaian hitam sederhana, matanya sembab karena menangis.
Spectra berdiri di dekat monumen itu, wajahnya dipenuhi penyesalan yang mendalam. Arkane mendekat dan meletakkan tangannya di bahu Spectra. "Tuan Spectra, saya tahu kehilangan Lyra adalah pukulan besar, tetapi Anda masih memiliki kami. Kami adalah bawahan Anda yang setia. Jangan biarkan rasa bersalah ini membebani Anda selamanya."
Spectra menatap Arkane dengan mata yang penuh emosi, bercampur antara rasa sesal dan kesedihan. "Aku berjanji untuk melindunginya, Arkane. Namun aku gagal. Bagaimana aku bisa melindungi orang lain jika aku bahkan tidak bisa menyelamatkan temanku sendiri?"
Arkane menghela napas dalam-dalam. "Anda tidak bisa mengubah masa lalu, tetapi Anda bisa memastikan masa depan lebih baik. Anda masih punya kesempatan untuk melindungi Dale dan orang lain yang membutuhkan Anda."
Tak lama kemudian, Elina muncul dan menepuk bahu Spectra. "Tuan Spectra, Anda telah menyelamatkan aku. Tapi meskipun hidupku selamat, aku merasakan sakit yang tak tertahankan dihati saat tahu bahwa hanya aku yang selamat. Teman-temanku ingin aku terus hidup, karena itu mereka pasti tidak ingin aku terus bersedih meratapi kematian mereka. Mungkin Nona Lyra juga mengharapkan hal yang sama dari Anda." Setelah mengatakan itu, Elina langsung pergi meninggalkan Spectra dengan wajah menahan kesedihan.
Kata-kata Elina menancap dalam di hati Spectra. Meskipun rasa bersalahnya belum hilang, ia tahu bahwa ia tidak boleh terpuruk selamanya.
Keesokan harinya, Spectra dan kelompoknya memulai perjalanan menuju ibu kota, tempat Dale diyakini berada.
Tak ingin mengulangi kesalahan yang sama, Spectra memimpin rombongan dengan hati-hati. Arkane, Celeste, dan Sylvie menemani perjalanan itu. Saat mereka hendak meninggalkan gerbang kota Vinbelt, seorang wanita menghalangi jalan mereka. Dia adalah Elina. Dengan wajah penuh harapan, ia memohon untuk ikut bersama Spectra. Setelah beberapa pertimbangan, Spectra akhirnya mengizinkannya.
Sepanjang perjalanan, mereka menghadapi beberapa monster, namun berkat kerja sama yang solid, tidak ada ancaman yang terlalu serius. Selama perjalanan, Spectra mulai berbicara lebih banyak dengan Elina, yang masih berusaha memulihkan diri setelah kehilangan teman-temannya.
"Elina, apa yang membuatmu terus maju meskipun kau telah kehilangan begitu banyak?" tanya Spectra saat mereka beristirahat di dekat sungai kecil.
Elina tersenyum tipis, namun senyumnya penuh makna. "Aku pikir... itu karena aku percaya bahwa masih ada harapan. Teman-temanku mungkin telah tiada, tetapi aku masih memiliki kesempatan untuk membantu orang lain. Jika aku berhenti sekarang, pengorbanan mereka akan sia-sia."
Jawaban itu membuat Spectra termenung. Ia melihat kilasan tekad yang sama seperti yang pernah ia miliki, sebelum dihantui oleh penyesalan yang mendalam.
Setelah beberapa hari perjalanan, mereka akhirnya tiba di ibu kota.
Pemandangan yang menyambut mereka luar biasa. Sebuah istana megah menjulang di tengah kota, dengan dinding-dinding putih bersih yang dihiasi ukiran emas. Kota di sekitarnya penuh dengan kehidupan, dengan pasar yang ramai dan penduduk yang tampak sibuk menjalani aktivitas mereka.
"Ini... luar biasa," gumam Celeste, matanya berbinar melihat pemandangan itu.
Spectra, meskipun terkesan, tetap fokus pada tujuannya. "Kita harus mencari informasi tentang Dale. Dia mungkin berada di istana, tetapi kita perlu memastikan."
Mereka memutuskan untuk menuju kediaman seorang kenalan Vizcount Granbell di ibu kota, seorang penasihat kerajaan bernama Lord Armond. Dalam perjalanan ke sana, mereka disambut dengan ramah oleh penduduk kota yang terkesan dengan perlengkapan mereka yang mencolok.
Namun, di balik keramahan itu, Spectra merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Ia merasa diawasi, meskipun tidak ada tanda-tanda yang jelas. Kecurigaannya terjawab ketika seorang pria misterius dengan jubah gelap muncul di depan mereka.
"Selamat datang di ibu kota," katanya dengan suara rendah namun penuh ancaman. "Aku telah mendengar banyak tentangmu, Tuan Spectra. Dan aku harus mengakui, kau adalah ancaman yang cukup menarik."
Spectra segera menghunuskan pedangnya, sementara kelompoknya bersiap untuk bertarung. "Siapa kau? Apa maumu?"
Pria itu tersenyum tipis, ekspresinya tak terbaca. "Aku hanya seorang utusan. Namun, aku membawa pesan dari seseorang yang sangat ingin bertemu denganmu. Seseorang yang jauh lebih berbahaya dari Noxar."
Sebelum Spectra sempat bertanya lebih lanjut, pria itu menghilang dalam sekejap, meninggalkan mereka dengan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.
Di tempat lain, di ruang gelap organisasi itu, Pixis mendengar laporan dari salah satu bawahannya.
"Spectra telah tiba di ibu kota," lapor seorang anggota berpakaian hitam.
Pixis tersenyum tipis, ekspresinya penuh teka-teki. "Bagus. Segalanya akan menjadi lebih menarik. Pastikan kita tahu setiap langkahnya. Dan jika dia mencoba mendekati Dale... hentikan dia."
Pertemuan baru yang penuh bahaya telah dimulai, dan ancaman yang lebih besar sedang menunggu Spectra di ibu kota.