Dijodohkan sejak bayi, Zean Andreatama terpaksa menjalani pernikahan bersama aktris seni peran yang kini masih di puncak karirnya, Nathalia Velova. Memiliki istri yang terlalu sibuk dengan dunianya, Zean lama-lama merasa jengah.
Hingga, semua berubah usai pertemuan Zean bersama sekretaris pribadinya di sebuah club malam yang kala itu terjebak keadaan, Ayyana Nasyila. Dia yang biasanya tidak suka ikut campur urusan orang lain, mendadak murka kala wanita itu hendak menjadi pelampiasan hasrat teman dekatnya
--------- ** ---------
"Gajimu kurang sampai harus jual diri?"
"Di luar jam kerja, Bapak tidak punya hak atas diri saya!!"
"Kalau begitu saya akan membuat kamu jadi hak saya seutuhnya."
-------
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22 - Megantara Berduka
Dalam keadaan hancur, Zean masuk dengan langkah panjangnya. Kediaman keluarga Megantara kini mulai ramai, tidak ada yang Zean lihat selain sosok pahlawan dalam hidupnya yang kini terbujur kaku tanpa daya. Hancur, Zean benar-benar hancur dan malam ini seakan kehilangan jiwanya.
Dia sudah berusaha menahan, pada akhirnya meraung juga kala kain penutup wajah pria tampan yang seakan tak lekang oleh usia itu dia buka. Tidak peduli sekalipun dia pria yang selalu diajarkan untuk tidak menangis, Zean menggila dan mengguncang tubuh pria itu dengan segala usahanya.
"Opa!!!"
Zean memeluk tubuh kaku tak bernyawa yang kini tidak akan pernah lagi membelanya jika berdebat bersama Mikhail. Dada Zean benar-benar sakit rasanya, dia meraung sejadi-jadinya bahkan Mikhail saja tidak mampu menenangkan putranya.
"Bangun, Opa ... buka mata Opa, ayolah!!!" teriak Zean sekuat-kuatnya, pihak keluarga yang menyaksikan kehancuran Zean semakin sakit saja.
"Zean hentikan, jangan diguncang. Opamu sakit," ujar Mikhail menghalangi putranya.
"Opa ingin lihat cicit dari Zean, 'kan? Ayolah, bangun ... Zean akan berikan, berhenti bercanda, Ibrahim!!"
Keluarga Megantara berduka, 90 tahun dia mengukir kenangan bersama keluarga yang dia didik dengan ketegasan dan tanggung jawab dalam diri mereka. Kini, tepat di hari jum'at pukul 22:40 Ibrahim Megantara berpulang dengan menorehkan luka di benak anak dan cucunya.
"Bangun, Opa ... tolonglah."
Zean akan selalu menjadi anak kecil di mata Ibra. Pria itu sangat menyayangi sang kakek sebagaimana dia sayang pada dirinya sendiri. Habis sudah air mata Zean, bahkan tubuhnya kini lemas.
Akan tetapi, ketika Mikhail hendak mengangkat tubuhnya agar tidak terus memeluk Ibra, Zean menepis pelan tangan sang papa.
"Biarkan Zean di sini, Pa."
Matanya kini sembab, tidak ada Zean yang pemarah dan irit bicara. Yang ada Zean yang cengeng dan lupa usia kala dihadapkan dengan kenyataan ini. Dia menangis lebih histeris dari Zavia, lebih gila dari Azkara dan bahkan tidak ada yang benar di mata Zean malam itu.
Jika boleh diulang, Zean ingin hidup lebih lama bersama kakeknya. Dia lah yang mengajarkan Zean untuk tenang dan selalu menghargai wanita, hal-hal sederhana yang dia tanamkan tidak selalunya dari Mikhail, melainkan Ibra.
"Zean sudah menemukannya, Opa ... apa Opa tidak ingin bertemu dengannya? Hm?"
Zean meracau pelan, pembicaraan yang hanya dia utarakan pada Ibra dari hari ke hati, tepatnya hati yang mungkin kini sudah mati. Kepala Zean terasa sakit luar biasa, dia tidak ingin apa-apa kecuali kakeknya membuka mata.
Dia dicekam perasaan bersalah, biasanya dia mengunjungi Ibra setiap harinya. Namun, kemarin dia terlalu buru-buru menemui Syila hingga tidak mendatangi kediaman kakeknya.
Meski demikian, beberapa jam sebelum menikahi Syila, dia mengunjungi kakeknya. Pria itu masih terlihar bugar meski usianya memang tidak lagi muda, sungguh tiada disangka senyum Ibra di hari itu adalah yang terakhir untuk Zean.
Beberapa hari lalu ...
"Opa, dulu sewaktu muda ... istri Opa dua, benar begitu?" tanya Zean lancang padahal Ibra sangat tidak suka dengan pertanyaan semacam itu, akibat ulah mulut bocor Mikhail mungkin kisahkan akan abadi sampai tujuh turunan.
"Anak nakal, siapa yang mengatakan itu padamu."
"Papa."
"Kamu bertanya untuk apa, Ze? Mau ikuti jejak Opa?" tanya Ibra setengah bercanda kemudian memasang kaca matanya.
"Kalau Opa izinkan, Zean mau coba."
Jawaban Zean sontak membuat Ibra tertawa sumbang. Zean ingat betul bagaimana Ibra menepuk pundaknya dan mengatakan hal berharga hingga membuat Zean tidak ragu menikahi Syila.
"Ikuti kata hatimu, Zean ... Opa tidak melarang karena tahu rasanya dikekang dalam pernikahan. Jangan terlalu tunduk, sesekali jadilah seperti Sean yang sampai sekarang Opa tidak tahu tidur di gorong-gorong mana anak nakal itu," ungkap Ibra disertai gelak tawa dan suasana hari itu menyenangkan sekali, entah bagaimana Ibra menyimpulkan, namun tampaknya dia sangat memahami Zean hari itu.
.
.
Malam panjang yang seakan tidak mampu dilewati itu, kini berlalu dengan tangis dan duka yang masih begitu mendalam. Siang ini, ibu kota dibuat menangis dengan suara sirine ambulance yang mengantarkan Ibra ke tempat peristirahatan terakhirnya.
Sosok Ibrahim Megantara cukup dikenal khalayak ramai hingga wajar saja sampai ke pemakaman juga dibanjiri ratusan hati yang ikut gugur padahal sama sekali tidak ada hubungan keluarga.
Belum lagi, pengaruh cucu menantunya yang merupakan seorang aktris terkenal jelas membuat kepergian Ibra diliput oleh banyak media. Zean sejak tadi hanya diam, dia yang menghantarkan sang kakek hingga ke liang lahat hanya bisa bertahan dengan kesedihannya.
Lebih menyakitkan lagi, hingga Ibra tertutup tanah merah dengan taburan bunga di atasnya, Sean belum juga kembali. Semakin benci Zean pada sosok Nathalia yang dia anggap sebagai pemicu kepergian Sean yang hingga saat ini tidak berkeinginan untuk pulang.
Tidak ada satupun pertanyaan wartawan yang Zean jawab, biasanya dia akan memberikan respon demi menghargai Nathalia. Akan tetapi, kali ini sama sekali tidak dia hiraukan sekalipun pandangan mereka akan macam-macam.
Zean dengan kacamata hitamnya, tetap memilih berdiam diri menatap pusara sang kakek ketika tempat itu mulai sepi. Mikhail tidak mampu menenangkannya, begitupun Zia ataupun Kanaya. Selain dari mereka memilih menyerah lebih dulu karena paham Zean tidak akan mau dibuat luluh jika dia enggan.
Rintik hujan mulai membasahi bumi, seakan ikut berduka dengan berpulangnya pria hebat di dunia ini. Zean hampir basah, hingga beberapa saat bertahan dia merasakan air hujan tidak lagi menghujam dirinya.
"Syila?"
Zean menoleh dan sedikit terkejut kala menyadari Syila kini datang dengan payung hitamnya. Wanita itu mengulas senyum hangat sebagai bentuk kekuatan untuk suaminya. Sejak awal mata Syila sudah tertuju hanya untuk Zean. Ingin sekali dia rengkuh tubuh lemah pria itu dengan kasih sayang sejak tadi, sayangnya Syila datang sebagai bawahan dan tidak mungkin berbuat lancang.
"Dia wanita yang kumaksud, Opa ... terlambat, tapi semoga Opa masih bisa mendengar kata hatiku. Dia istriku, Ayana Nasyila."
.
.
- To Be Continue -
Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Ini adalah akhir seorang Irbahim Megantara ... tapi, selamanya akan abadi dalam benak siapapun yang mengenalnya😌❤