Dikhianati menjadikannya penuh ambisi untuk balas dendam.
Semua bermula ketika Adrian berniat memberi kejutan untuk kekasihnya dengan lamaran dadakan. Tak disangka, kejutan yang ia persiapkan dengan baik justru berbalik mengejutkannya.
Haylea, kekasih yang sangat dicintainya itu kedapatan bermesraan dengan pria lain di apartemen pemberian Adrian.
Dendam membuat Adrian gelap mata. Ia menjerat Naomi, gadis belia polos yang merupakan bekas pelayan kekasihnya.
Tadinya, Adrian menjerat Naomi hanya untuk balas dendam. Tak disangka ia malah terjerat oleh permainannya sendiri. Karena perlahan-lahan kehadiran Naomi mampu mengikis luka menganga dalam hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 : Membawa Naomi Pulang
"Sejak kapan dia di sini? Apa dia mendengar semua perkataanku?" gumam Naomi dalam hati.
Tanpa ekspresi, Adrian menatap wanita di hadapannya. Mini dress berwarna navy dengan wajah terbalut make up natural itu membuat Naomi tampak sangat berbeda.
Namun, Adrian masih bergeming di tempatnya berdiri sambil menyilangkan tangan di depan dada. Seolah sedang menunggu penjelasan atas kalimat kurang sopan yang diucapkan Naomi tadi.
"Hey, Tuan! Sejak kapan Anda masuk ke sini? Apa Anda tidak tahu kalau menguping pembicaraan orang lain itu adalah perbuatan tercela?" Bukannya memberi penjelasan, Naomi malah mengomel. Seolah dirinyalah yang dirugikan oleh Adrian.
Adrian maju selangkah yang membuat Naomi otomatis mundur. "Apa kamu juga tidak tahu kalau membicarakan orang lain itu perbuatan tidak menyenangkan dan sudah diatur dalam undang-undang?"
"Baiklah ... baiklah! Kita atur damai saja," tawar Naomi. "Untuk kali ini aku akan memaafkan perbuatan tercelamu. Anggap aku tidak bicara apa-apa tadi."
Adrian menyeringai. "Tapi kalau aku tidak mau memaafkanmu bagaimana?" Sambil terus melangkah maju.
"Eh jangan maju terus! Mundur sedikit!" Naomi mendorong dada lebar Adrian yang hampir menghimpitnya. "Keluar dari sini atau aku akan berteriak."
"Teriak saja," jawabnya acuh tak acuh.
Naomi semakin terhimpit oleh tubuh besar Adrian. Membuat wanita itu mendorong sekuat tenaga.
"Hey, Tuan! Aku bisa mati terhimpit olehmu."
"Mati? Bagaimana bisa? Padahal kemarin aku sampai menindihmu tapi kamu tidak apa-apa. Justru kamu sangat menikmati."
Bibir Adrian terkatup menatap wajah Naomi yang selalu merah saat ia menggodanya.
"Sejak kapan aku menikmati? Kamu yang menikmati, bukan aku!"
"Jadi kamu tidak menikmatinya?"
Naomi terdiam. Tiba-tiba teringat jebakan-jebakan Adrian sebelumnya.
Kalau aku menjawab tidak, dia akan memutarbalikkan fakta lagi.
"Aku sangat menikmatinya. Kamu sangat luar biasa, Tuan."
"Benarkah? Aku pikir kamu tidak menikmatinya. Baiklah, karena kamu suka, aku akan berikan malam ini lagi." Adrian meletakkan kedua tangannya di bahu Naomi dengan sedikit menekan. Kemudian menyatukan bibir mereka. Gerakan tak terduga yang membuat Naomi tak memiliki waktu untuk menghindar.
Aku sangat marah sekarang! batin Naomi.
"Tuan ... ada telepon dari ..." Ucapan Bruno terpotong di udara kala menatap adegan yang tersaji di hadapannya. Pria itu pun langsung menutup mata dengan telapak tangan.
"Kenapa tidak ketuk pintu dulu?" Adrian menatap Bruno dengan kesal.
"Maaf, Tuan. Pintunya terbuka lebar." Adrian melirik ke arah pintu dan menatap beberapa pekerja salon yang berdiri sambil menundukkan kepala.
Semakin merah saja pipi Naomi. Ingin rasanya menyembunyikan wajahnya di dasar bumi terdalam. Bagaimana mungkin ia mengakui menikmati sentuhan Adrian di depan banyak orang. Padahal tadi jelas-jelas ia memaki Adrian.
"Hey, kenapa kamu menatap Naomi seperti itu?" pekik Adrian kala menyadari Bruno memandangi Naomi tanpa berkedip.
Ia langsung menarik Naomi ke belakang punggungnya.
"Maaf, Tuan. Saya pikir bukan Nona Naomi, sungguh! Soalnya terlihat sangat berbeda dari biasanya," ucap Bruno.
"Siapa yang memintamu untuk memujinya?"
Bruno menggeleng dengan cepat. "Ti-dak. Maksud saya ...."
Cekik saja saya, Tuan!
Adrian lalu menatap Naomi dari ujung kaki ke ujung kepala. "Hey, Naomi Claire, siapa yang memintamu berdandan seperti ini?"
Sejenak Naomi melirik sebuah cermin besar dan memperhatikan penampilannya. Mencari apakah ada yang salah dalam dirinya.
"Bukannya Anda yang meminta saya untuk bersiap-siap? Iya kan, Bruno?"
Sambil menipiskan bibirnya, Adrian menatap Bruno. "Apa kamu sudah bosan menjadi sopir sampai berani meminta Naomi berdandan?"
Bruno menggaruk kepalanya bingung. "Tidak, Tuan. Mana mungkin saya bosan? Saya mencintai pekerjaan ini lebih dari apapun."
"Lalu kenapa dia jadi begini? Aku kan hanya memintamu memberitahunya untuk bersiap, bukan meminta dia berdandan jelek seperti ini."
Apa, jelek? Secantik ini dibilang jelek? Anda memang aneh, Tuan.
"Tapi Tuan ... bukankah Anda akan membawa Nona Naomi pulang? Setidaknya, Nona Naomi harus berpenampilan yang baik untuk bertemu Nyonya besar, kan?"
"Aku tidak peduli!" jawabnya seraya menarik ujung pakaian istrinya. "Segera ganti pakaianmu kembali dan hapus dempul di wajahmu itu!"
Naomi menatap kesal. Ia pasti sudah memaki Adrian jika saja tidak sedang berada di tempat umum.
"Dan kamu." Adrian menatap Bruno. "Berhenti menatapnya kalau masih mencintai matamu!"
.
.