Estsaffa ahiara, gadis yatim piatu yang diadopsi oleh kedua orangtua angkatnya. Terpaksa menikah untuk membayar hutang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riendiany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 Tamu Cantik
Aroma wangi yang manis sungguh mengganggu indra penciuman Adrian dipagi yang dingin dan berembun ini. Dibukanya mata dengan paksa, dan ia bahkan rela mengendus ke samping kanan maupun kiri hanya untuk memastikan kalau memang aroma ini yang tercium saat ini, bukan mimpi.
Aneh sekali, mengapa ada wangi cake di apartemennya. Tidak mungkin kan gadis itu membuat cake di pagi-pagi sekali seperti ini. Disingkaplah selimutnya dengan malas, kemudian dieratkan pula tali kimono yang telah ia pakai kembali, setelah melepasnya sebelum tidur.
Biasanya jika ia bangun karena terganggu seperti ini, kesadarannya hanya akan berada dititik limapuluh persen, namun kali ini ia benar-benar berada pada angka sembilan puluh sembilan persen bahkan menuju lapar yang tidak tertahankan.
Ceklek
Setelah pintu kamar terbuka, insting membawa kakinya menuju dapur. Ia tertegun, melihati punggung kecil Ara yang tampak bergoyang, gadis itu tengah sibuk mencuci peralatan masak. Hingga tidak menyadari Adrian yang sudah beberapa lama memperhatikannya dari belakang.
Begitu selesai membersihkan segala peralatan yang ia gunakan untuk membuat cake, segera dikeringkanlah kedua tangannya, kemudian Ara memalingkan tubuhnya.
Terkejut mendapati lelaki yang tetap tidak kehilangan pesonanya itu meskipun dengan wajah khas bangun tidur, sambil menyilangkan tangan didada dan menyandarkan sebagian tubuhnya pada dinding dapur.
"Mas.."
"Kamu masak apa?"
"Mmmmm...ini" diraihnya piring yang diatasnya telah melingkar cake cantik yang dari penampilannya saja membuat perut Adrian meronta menginginkan. "Cake kentang keju, aku membuatnya untuk mama, ah...maksudku mommy mas Adrian, coba ya" diletakkannya di atas meja dapur cake yang masih utuh itu, kemudian Ara mengambil piring lainnya yang berisi cake yang sudah dipotong. Mengangsurkan piring ke depan Adrian, namun tidak ditanggapi oleh lelaki itu.
"Suapi..aku bahkan belum ke kamar mandi untuk mencuci tanganku"
Dengan ragu, ia menyuapi lelaki di depannya. Dan satu detik...dua detik...gadis itu mengamati wajah Adrian saat menikmati cake nya. "Bagaimana?" tercetuslah kata ini, karena ia tak sabar dengan komentar yang keluar dari bibir lelaki itu.
"Lumayan, satu lagi" menunjuk cake kemudian mengarahkannya ke mulutnya. Reflek tangan Ara mengambil potongan kecil cake lagi dan menyuapkan kembali.
"Aku mau sarapan ini saja dan buatkan aku kopi"
"Mas minum kopi? bukankah biasanya jus, aku... sudah menyiapkannya" tangan gadis itu menunjuk segelas jus jeruk yang ada dimeja. "Tapi kalau memang mau kopi aku akan membuatkannya"
"Tidak usah, aku minum jus saja" segera diraihnya gelas jus kemudian dihabiskannya hingga tak tersisa.
"Kau sudah mandi?" lelaki itu menunjuk sekali lagi piring yang masih ditangan Ara. Dan dengan segera Ara menyuapkan potongan cake yang ia buat untuk ketiga kalinya.
"Sudah"
"Baiklah tunggu aku, bersiaplah juga, dan jangan lupa sisakan cake nya untukku" Ara terdiam, biasanya lelaki tampan itu sangat pemilih dalam hal makanan kecuali jika terpaksa. Tapi ia memakan cake buatan Ara yang dari segi penampakan pun sangat sederhana dan tidak menarik sama sekali. Sungguh beda dengan cake-cake cantik yang banyak dijual. Ahh...mungkin ia memang benar-benar sudah lapar hingga terpaksa memakannya.
Tiga puluh menit kemudian, Ara yang sudah siap sejak sepuluh menit yang lalu tampak duduk menunggu Adrian keluar. Ara mengenakan skirt pendek diatas lutut warna navy dengan hoodie panjang warna biru muda, ia memangku cake yang ia masukkan kedalam paper box warna coklat. Dan Adrian yang baru saja keluar dari kamarnya, terdiam menatap gadis itu, kemudian ganti melirik tshirt yang ia kenakan, bagaimana mungkin warna baju yang mereka kenakan sama, seperti disengaja.
"Ayo" tanpa menoleh dan langsung melewati Ara yang tengah duduk, lelaki itu berjalan menuju pintu. Ara mengikutinya dari belakang. Kemudian mereka turun ke basement dan masuk ke mobil Adrian.
"Jika mommy bertanya bagaimana kita kenal, katakan kau bekerja sebagai asisten pribadiku" suara Adrian memecah keheningan dalam perjalanan ke rumah utama.
"Hemm"
"Jika ia bertanya tentang keluargamu, ceritakan apa adanya, tapi tentu saja harus kau rahasiakan semua tentang keluarga angkatmu, ceritakan hanya tentang keluarga kandungmu dan panti asuhan itu. Dan ceritakan pada mommy seperti apa yang kuceritakan pada Akio, kau tinggal di apartemen Orion "
"Hemm"
"Tidak sembarang orang bisa tinggal disana, karena fasilitas dan service excellent, pasti mommy akan curiga. Jadi..katakan itu fasilitas kantor karena orangtuamu sudah meninggal dan kau tidak mungkin tinggal di panti asuhan karena jarak dengan kantor lumayan jauh"
"Hem_"
"Kau mengerti tidak, daritadi hanya ham hem saja jawabanmu!" Ara meringis, ia takut lupa semua yang disampaikan oleh lelaki itu tentang naskah sandiwara mereka. Itulah mengapa ia hanya menjawab seperlunya, karena ia sedang mencoba merekamnya dalam ingatan.
"Iya...aku mengerti"
"Jangan lupa kau harus mesra memanggilku didepan mommy, juga bahasa tubuhmu jangan kaku atau mommy akan curiga"
"Siappp!" Gadis itu cengengesan. Dia membayangkan bagaimana harus bersikap mesra dengan Adrian, senang tapi juga khawatir, karena ia tidak bisa bersikap genit dalam kepura-puraan.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Turun dari mobil, lelaki itu rela menunggu hingga Ara berjalan dan berhenti disampingnya. Kemudian mereka melangkah bersama masuk ke dalam rumah utama milik keluarga Ilyasa.
"Mommy ada Bi?" bukannya menjawab wanita paruh baya yang sudah lebih dari duapuluh tahun mengabdi di keluarga Ilyasa itu malah melihati Ara dari atas hingga kebawah, dan kembali lagi keatas serta berhenti tepat segaris lurus diwajah cantik gadis itu.
Kemudian Bibi Yulia tersenyum, sepertinya ada sesuatu yang menarik tengah terjadi sekarang.
"Halo nona, perkenalkan saya Bibi Yulia" Ara menyambut uluran tangan wanita paruh baya yang berada di depannya itu.
"Bibi! aku yang bertanya, kenapa malah bicara padanya?" Bibi Yulia tersenyum. "Tuan muda, saya hanya berusaha menyambut tamu kita. Bukankah begitu nona, siapa nama anda"
"Bibi! Haisss... kau tidak menganggapku, jawab dulu pertanyaanku baru kau boleh berkenalan dengannya" Adrian dengan kesal menarik lengan Ara hingga gadis itu tersembunyi dibelakang punggungnya.
"Nona...sebutkan nama anda"
"Ahiara Bi...panggil Ara saja" gadis itu menjawab seraya tersenyum kikuk karena Adrian yang masih menutup akses Bibi Yulia untuk melihatinya.
"Oh, baiklah saya akan siapkan minum untuk anda nona, silahkan duduk dan saya permisi ke belakang sebentar"
"Bibi! Oh..ya ampun, kenapa tingkahnya aneh sekali" Adrian mendesis, wajahnya memerah menahan marah.
Tuk..tuk..tuk
Suara sepatu terdengar menuruni tangga. Langkahnya konstan, hingga berhenti pada dua tangga terakhir sebelum mencapai lantai. Seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik tengah menatap putra lelakinya yang datang bersama seorang gadis yang berpenampilan sederhana, jauh dari kata glamour seperti para wanita yang sebelumnya pernah dibawa Adrian masuk kerumahnya kali ini.
"Hemmm, siapa dia sayang?"
Adrian spontan, menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Ditariknya tangan Ara hingga berposisi tepat disebelahnya.
"Dia kekasihku mom"
"Ha? Kau tidak sedang bercanda kan? Gadis mana yang kau bayar untuk berpura-pura menjadi kekasihmu Ad?" menghela napasnya sejenak. Mommy Lina menatap tajam ke arah putranya kemudian beralih ke gadis itu. "Hei nak, kau dibayar berapa untuk berpura-pura didepanku? Kau jangan takut, katakan saja apa ia memaksamu?" Ara meremas jemari Adrian yang menggenggamnya. Tidak mungkin ibu Adrian mengetahuinya bahkan sebelum dirinya memainkan aktingnya.
Kedua orang yang masih bergandengan tangan itu saling melihat. Seperti mentransfer energi, hingga dari tatapan mata Adrian gadis itu membaca bahwa ia harus berbuat sesuatu untuk meyakinkan ibu Adrian tentang hubungan mereka.
"Tante, Mas Adrian tidak memberikan apapun atau memaksa apapun untuk hubungan ini. Kami sungguh-sungguh saling mencintai" Gluk! Tiba-tiba Ara merasakan pahit dari saliva yang ia telan. Sungguh getir mengatakan 'saling mencintai' yang pada kenyataannya hanyalah sebuah kebohongan.
Gadis itu mengingat paper box yang berisi cake buatannya. Ia segera maju mendekati Lina dan mengangsurkan apa yang tengah dibawanya.
"Ini untuk tante" menjeda sejenak melihati paper box nya. "Bahkan tadi pagi sengaja membuatnya karena mas Adrian mengatakan akan mengajak kesini. Semoga tante suka".
Lina hanya menatap diam gadis itu. Dia tampak berbeda dengan yang lainnya. Siapa dia sebenarnya...
Maaf ya telat update💜💜
Happy Eid mubarak😍😍
Salam cinta untuk smua😘
terima kasih othorku🤣🤣🤣💯💯💯👏👏👏