Saat istri tidak ingin memiliki bayi, saat itulah kekecewaan suami datang, ditambah lagi istrinya selingkuh dengan sahabatnya sendiri, sampai akhirnya mereka bercerai, dan pria itu menjadi sosok yang dingin dan tidak mau lagi menyapa orang didekatnya.
Reyner itulah namanya, namun semenjak bertemu dengan perempuan bernama Syava hidupnya lebih berwarna, namun Reyner todak mau mengakui hal itu.
Apa yang terjadi selanjutnya pada mereka?
saksikan kisahnya ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aghie Yasnaullina Musthofia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28 First Kiss
Diperjalanan pulang mereka hanya diam, Syava melirik Rey yang juga tidak bersuara. Syava mulai merasa tidak enak karena ia merasa berhutang budi pada keluarga Reyner.
"Pak memangnya aku ada salah ya pak? Kenapa bapak diam saja"
"Aku lagi nggak mood bicara"
"Kenapa pak? Bapak nyesel ya karena kita udah tunangan, apa bapak masih mencintai mantan istri bapak?"
"DIAM KAMU! Jangan sebut dia dihadapanku!" Reyner sedikit teriak membuat Syava terkejut.
"Iya maaf Pak, kalau begitu pak Rey kenapa? Ingat mantan tidak, cemburu juga tidak, terus kenapa pak Rey bersikap seperti beruang lagi? " Syava mengerucutkan bibirnya kesal.
Reyner menarik nafasnya pelan.
"Memang jika aku cemburu kamu percaya?" ujar Rey seketika.
Syava terbelalak, ia ingin tertawa dengan ucapan Reyner namun ia tahan.
"Apa? Ya nggak mungkin lah pak aku percaya, memangnya pak Rey udah jatuh cinta sama aku? " mata Syava mengerjap naik turun dengan tawa yang sedikit terdengar.
Reyner hanya menelan salivanya serat, ia terjebak dengan pertanyaannya sendiri.
"Ya"
"HAHH!!!" mata Syava melotot melihat Reyner. Reyner salting dan segera mengklarifikasi ucapannya.
"Maksudku aku belum jatuh cinta sama kamu" ujar Rey cepat.
"Oh,,, kirain pak Rey udah cinta sama aku"
"Belum lah, emang kamu sudah?"
"Sudah apa?" tanya Syava menggoda.
"Sudah cinta sama aku?" Rey gugup.
"Emm,, emang pak Rey belum?" tanya Syava balik.
"Belum" singkat Rey dengan suaranya sedikit tercekat.
"Beneran,,,,?" Syava mendekat pada wajah Rey yang sedang mengemudi, membuat Rey kalang kabut ditatap Syava.
"Jaga sikapmu Syava aku sedang menyetir, jangan menggodaku!!"
"Aku tidak menggoda kok, aku cuma liat pak Rey aja, lagi bohong atau tidak, kalau bohong hidungnya pasti panjang" Syava semakin menelisik wajah Reyner, Reyner yang sudah tidak tahan dengan tatapan Syava pun seketika menepikan mobilnya di pinggir jalan.
Syava yang melihat mobil berhenti pun terperangah namun posisinya tetap dekat dengan wajah Reyner.
Tanpa ba bi bu Reyner menekan lembut kepala bagian belakang Syava, dan itu membuat wajah mereka semakin dekat.
Syava kini terjebak, padahal ia hanya iseng menggoda Reyner.
"Apa kamu sengaja menggodaku?" tatapan Rey penuh misterius.
Syava menelan ludahnya kasar, kini ia tak tahu harus apa. Syava hanya menggelengkan kepalanya kasar.
Sementara tangan Rey kini menekan tengkuk leher Syava. Syava membulatkan matanya, wajahnya kini sudah merah seperti kepiting rebus.
Reyner terus memandangi Syava, jantung Syava berdetak seperti genderang yang mau perang, ia seperti tak kuasa untuk menolak dan mengakhiri adegan itu.
Tanpa di duga, Reyner mendaratkan sebuah ciuman lembut dib*b*r Syava, Rey mengecupnya pelan, mata Syava semakin membulat, sementara Rey matanya terpejam menikmati b*b*r Syava yang terasa sangat lembut dan kenyal.
Selang beberapa detik, Rey mengakhiri ciumannya, walaupun bukan ciuman panas, namun sukses membuat pusaka Reyner menegang. Ups!
Syava tak bisa berkata-kata lagi, ia tak tahu harus marah atau senang, karena Reyner yang kini telah menjadi calon suaminya sudah mengambil first kiss nya.
Mereka kini kembali ke posisi semula, Rey kembali mengemudikan mobilnya.
"Sorry!"
Ucapan itu membuyarkan lamunan Syava, Syava melirik sekilas Rey, dadanya masih sesak karena adegan barusan.
Syava mengangguk pelan, Rey sedikit merasa bersalah. Harusnya ia bisa tahan melihat bibir mungil Syava. Nyatanya ia adalah pria normal yang kadang tak bisa mengontrol nafsunya.
Hening
Hingga mobil Rey akhirnya sampai di depan rumah Leni.
Reyner yang melihat Syava turun dari mobil tanpa sepatah kata pun ikut menyusul Syava keluar mobil.
"Syava?" panggil Reyner segera. Syava berbalik melihat Rey.
Reyner sedikit mendekat pada Syava untuk mengatakan sesuatu.
"Aku minta maaf atas tindakanku tadi" ucap Reyner.
Syava mengangguk cepat, dan sedikit menyunggingkan senyum.
"Apa kamu marah? Maaf karena aku tidak bisa mengendalikan diriku, dan aku tidak tahu mengapa aku tidak bisa menahannya" modusnya.
Syava kembali terperangah. Apa yang dia katakan tidak bisa menahan?.
Diamnya Syava membuat ia semakin merasa bersalah, ia takut jika Syava membencinya dan membatalkan pernikahan mereka.
"Aku tahu aku salah, tolong katakan sesuatu!" ucap Reyner penuh harap.
Syava menghela nafasnya dalam, kemudian ia memandang Reyner.
"Pak Rey, apa pak Rey sekarang sudah mencintaiku?"
Kata-kata itu membuat Rey membisu, sebenarnya ia masih belum yakin dengan perasaannya. Tapi apa iya itu benar.
"Sya aku memang belum mencintaimu, aku masih belum yakin dengan perasaanku, tapi kejadian itu diluar kendaliku, tolong jangan salah mengartikan semua itu"
"Jadi pak Rey tadi melakukan itu bukan karena cinta ya?" tanya Syava datar.
Reyner sedikit kelagapan ia bingung harus menjawab apa, karena sesungguhnya dia juga tidak tahu mengapa dia melakukan itu, semua itu timbul dari naluri nya secara tiba-tiba.
"Emmm,,,"
Terdengar suara helaan nafas Syava yang menunggu jawaban Reyner.
"HAH,,, sudahlah pak,,, tidak usah dipikirkan aku hanya kesal tadi karena b*b*r aku masih perawan dan pak Rey mengambilnya secara cuma-cuma, haha" Syava mencoba menghibur dirinya, karena ia tak ingin memperlihatkan kesedihannya karena ternyata Rey masih belum yakin mencintanya.
Reyner tersenyum mendengar tawa Syava ia menganggap Syava tidak mempermasalahkan kejadian tadi.
"Kalau begitu sekali lagi aku minta maaf karena sudah merenggut kesucian b*b*rmu" ujar Rey sedikit tergelak.
Syava pun juga ikut tertawa agar Rey tidak lagi merasa bersalah. Ia harus rela menerima kenyataan jika Rey memang belum membuka hati sepenuhnya.
Beberapa detik kemudian Syava pamit untuk masuk rumah Leni.
"Saya masuk dulu ya pak, terimakasih karena sudah nganterin" ujar Syava.
"Tidak masalah Sya,,, masuk dan istirahatlah! Sampai jumpa besok" ujar Rey penuh senyum.
Syava mengangguk pelan dan akhirnya langkahnya berjalan menuju rumah Leni.
"Aku akan menjemputmu besok pagi!!!" teriak Rey sembari melambaikan tangannya, entah Syava mendengar atau tidak namun Rey lega karena Syava tidak marah dengan hal tadi.
Didalam rumah Leni, Syava bergegas menuju kamarnya. Ia menutup pintu kamarnya pelan agar Leni dan bu Sarah tidak mendengar kedatangannya.
Syava duduk ditepi ranjang kasurnya, ia memegangi dadanya yang sesak, mengingat c*uman Reyner tadi.
'Aku jatuh cinta ma, pa, apa aku jatuh cinta sama dia?'
'Ma, pa, tolong aku, dadaku sesak rasanya aku ingin memeluknya tapi dia belum mencintaiku'
'Apakah aku benar-benar mencintainya?'
'Tapi bagaimana jika perasaan ini salah, aku salah mengartikan semua ini?'
'Oh Tuhan,,, jika memang dia yang terbaik buatku, tolong tunjukkan bahwa dia memang pantas untukku, jika tidak jauhkan aku darinya dan keluarganya'
Batin Syava mengungkapkan semua curahan hatinya, air matanya mengalir tanpa henti. Ia tak bisa memahami semua ini sendiri.
Sementara diluar rumah Leni, telihat Reyner yang mengusap wajahnya kasar, ia merutuki kesalahannya karena telah lancang menc*um Syava tanpa izinnya.
Walaupun Syava sudah tidak mempermasalahkannya namun entah kenapa hatinya tidak tenang.
Ia pun akhirnya bergegas masuk mobil dengan ekpresi lemah, mobilnya melaju meninggalkan rumah Leni yang di tempati Syava.
***