Judul novel : "MY STUDENT IS MY STUPID WIFE
Ini kisah tentang NANA DARYANANI, seorang mahasiswi cantik yang selalu mendapat bullying karna tidak pandai dalam pelajaran apapun. Nana sudah lama diam-diam naksir dosen tampan di kampusnya, sampai suatu hari Nana ketahuan suka sama dosennya sendiri yang membuat geger seisi kampus.
Bagaimana dengan Sang Dosen, apakah dia juga akan menyukai Nana?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gabby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KEINGINAN NANA
Jam sudah menunjukkan pukul 6.30 pagi, matahari sudah mulai naik memancarkan sinar cerahnya, yang membuat suasana pagi ini sangat cocok untuk berolahraga seperti lari pagi.
Nana masih terlelap dalam pelukkan suaminya, Hessel berusaha bangkit tapi saat melihat Nana begitu nyenyak Hessel pun kembali memeluk tubuh istrinya. Kehangatan pelukan sang istri membuat Hessel betah berlama-lama berada di tempat tidur.
"Dasar, anak ini semakin berani." gumam Hessel memandang gemas wajah imut sang istri lalu dengan lembut dia membelai pipi mungil nan lembut milik istrinya.
Tiba-tiba ponsel Hessel yang berada di atas nakas berbunyi namun tidak berselang lama bunyinya berhenti, saat Hessel berusaha mengambilnya Nana malah mengeratkan pelukkannya sehingga Hessel kualahan untuk bangkit.
Dengan hati-hati Hessel melepaskan pelukan sang istri, lalu turun dari ranjangnya melihat layar ponselnya.
"Papa, ada apa menelpon pagi-pagi." gumam Hessel setelah melihat ponselnya.
Hessel berdiri di teras balkon kamarnya, lalu dia menghubungi kembali sang ayah.
"Hallo papa." ucap Hessel setelah panggilannya tersambung.
"Kenapa lama sekali angkatnya Hes, papa dan mama bentar lagi takeoff." ucap papa, Hessel kaget mendengarnya memangnya ayah dan ibunya mau pergi kemana.
"Take off pa, papa dan mama mau kemana?"
"Papa ada panggilan mendadak dari Itali, bisnis kita disana dalam masalah, papa titip adikmu ya."
"Berikan ponsel papa pada mama, Hessel mau bicara."
"Hallo Hes, apa kabar Nana dan adikmu?" tanya mama.
"Kami semua baik ma, mama dan papa gak mau pulang dulu kerumah, sebelum berangkat?"
"Maaf ya sayang, kami tidak bisa pulang, mama harap kamu bisa mengurus adikmu, dan jaga Nana juga."
"Iya itu sudah pasti ma, Hessel bertanggung jawab pada mereka berdua."
"Hes, mulai sekarang kamu dan Nana harus belajar mandiri, ini salah kamu jugakan kamu gak mau gantiin posisi papamu dikantor, jadi mama dan papa tidak bisa letak dirumah."
"Baiklah ma, mama dan papa hati-hati ya, jaga diri baik-baik."
"Iya, Nana mana sayang?"
"Dia masih bobok ma, habis shalat subuh tidurnya malah makin nyenyak."
"Hes, nenekmu meminta kalian datang ke rumahnya, dia ingin bertemu Nana."
"Benarkah ma?"
"Iya tadi mama habis telponan dan dia meminta kalian datang kesana."
"Ok baiklah ma, Hessel akan menghubungi nenek sekarang."
"Iya Hes, mama tutup telponnya ya, kamu jaga baik-baik adik dan istrimu."
"Siap ma."
Setelah telpon dari mama berakhir, Hessel pun menghubungi neneknya yang berada di Puncak.
"Hallo nenek, selamat pagi." kata Hessel, setelah sambungannya terhubung.
"Hei bocah tengil, apa kau sangat sibuk sampai tidak menyempatkan waktu mengabari nenekmu ini?" kata sang nenek terdengar kesal.
"Nenek aku sudah dewasa, jangan memanggiku bocah."
"Buktikan kalau kamu sudah dewasa."
"Maksud nenek?"
"Sudah berapa lama pernikahanmu, kenapa belum ada buyut untuk nenek?"
"Ya ampun nek, gadis yang Hessel nikahi itu masih sekolah mana mungkin Hessel menidurinya."
"Arghhh... Nenek, pengen cepat-cepat punya buyut, biar ada yang gantiin papamu mengurus bisnis."
"Terserah nenek saja, nenek apa kabar?"
"Nenek ini semakin tua bagaimana mungkin nenek baik-baik saja, kau dan ibumu kalian semua sama saja tidak peduli sama nenek." dengus sang nenek.
"Apa nenek sedang sakit, sekarang?" tanya Hessel sedikit khawatir.
"Sudah pasti nenek sakit hati pada kalian semua."
"Haha... nenek bisa sakit hati juga..." ledek Hessel sambil tertawa.
"Kau ini selalu mengejek nenek, kapan kau akan mengunjungi nenek? apa harus menunggu nenek tiada baru kau akan berkunjung di pemakaman nenek."
"Nenek tidak baik bicara seperti itu, Hessel akan bicara dengan Nana dulu, nenek taukan dia masih sekolah dan sekarang bentar lagi dia ujian....."
"Pokoknya nenek tidak mau dengar alasan apapun, kau dan istrimu juga Devan harus kemari, bukankah hari ini hari libur?" rengek nenek.
"Iya nenekku sayang, baiklah Hessel akan ke Puncak hari ini." jawabnya santai.
"Nenek akan masak yang banyak untuk kalian."
"Ok nek, nenek siapkan saja semuanya." kata Hessel, lalu mematikan panggilannya.
Nana membuka matanya, mengerjapkan matanya beberapa kali untuk menetralkan pandangan, lalu di pandanginya tubuh kekar pria yang berdiri di teras baklon.
"Bangun tidur pun dia terlihat sempurna." batin Nana, tersenyum memandang Hessel.
"Bukankah dia selalu sempurna, aku wanita beruntung bisa mendapatkan pria yang menjadi rebutan banyak wanita." katanya lagi terlalu percaya diri.
Nana pun turun dari ranjangnya, diam-diam mendekati Hessel.
"Selamat pagi, pak Hessel."
pelukkan manja dari Nana membuat Hessel sedikit kaget.
Hessel langsung memutar tubuh Nana lalu membuat Nana masuk dalam pelukkannya.
"Pagi kembali Nana."
Hessel mengelus kepala Nana, membuat Nana semakin nyaman berada dalam pelukkan pria yang 14 tahun lebih tua darinya.
"Siapa yang menelpon tadi?" ketus Nana penasaran.
"Kenapa, apa kau mencurigai suamimu ini?" ledek Hessel.
"Sini berikan ponselmu." pinta Nana dengan manja.
"Kenapa kamu jadi cemburuan Na?" Hessel mulai merasa aneh.
"Bilang saja kalau bapak menyembunyikan sesuatu dariku." ketusnya melepaskan pelukkan Hessel.
Dengan hangat Hessel kembali memeluk tubuh Nana, dan memberikan ponselnya.
"Apa perlu kita 1 ponsel berdua agar kamu tidak curiga?"
"Nenek, apa bapak masih punya nenek?" tanya Nana setelah melihat daftar panggilan di ponsel Hessel.
"Iya, nenek meminta kita ke Puncak, dia ingin bertemu denganmu."
"Benarkah pak?" Nana senang.
"Kamu mau kan Na, bertemu nenek?"
"Mau banget pak." dengan wajah sumringah Nana begitu semangat.
"Sekarang kita beres-beres, aku akan membangunkan Devan." kata Hessel.
"Baik pak, aku mandi dulu." ujar Nana.
*****
Sebelum berkunjung kerumah nenek sambil menunggu Hessel mandi, Nana sudah selesai membuat nasi goreng untuk mereka sarapan.
"Devan, kamu makan yang banyak ya, aku mau antar makanan ini ke kakakmu dulu." kata Nana.
"Iya, pergilah, melihatmu lama-lama disini selera makanku bisa hilang." ketud Devan, anak ini masih saja dingin sama Nana.
"Susumu, sudah aku dinginkan di dalam kulkas." kata Nana sebelum berlalu pergi.
Nana menuju kamarnya mengantar sarapan untuk sang suami.
Saat Nana masuk ke dalam kamar bersamaan dengan Hessel yang baru keluar dari kamar mandi masih berbalut handuk dipinggangnya, mata Nana spontan tertuju menatap tubuh kekar dan berotot, ada roti sobek dibagian perut sang suami membuat iman Nana goyah.
Hessel menoleh kearah Nana.
"Ada apa denganmu?" tanya Hessel melihat Nana tercengang.
"Pak, i-ini sarapannya, saya dan Devan menunggu dibawah." Nana meletakkan makanan diatas meja berjalan tanpa menoleh kearah Hessel.
"Mau kemana kamu?" kata Hessel lagi menarik tangan Nana.
"Sa-saya tunggu bapak dibawah." ucap Nana, gerogi untuk melihat Hessel yang masih memakai handuk.
"Bisakah kau membantuku?" pinta Hessel.
"Bantu apa, pak?"
"Tolong pakaikan kemeja ini."
"Bapak kan bisa memakainya sendiri, kenapa harus saya?"
"Apa kau tidak ingin membantu suamimu?"
"Baiklah pak."
Nana memberanikan diri memakaikan Hessel kemejanya, sudah susah payah Nana menahan imannya agar tidak goyah melihat tubuh Hessel.
Apa yang terjadi, Nana malah memeluk Hessel dan mencium aroma tubuh suaminya yang mulai Nana sukai sekarang.
"Aku suka keharuman ini..."
sambil mengelus dada suaminya.
"Hmmm... apa kau berusaha menggodaku?" kata Hessel memeluk erat tubuh Nana.
"Tubuh bapak sangat hangat, biarkan saya memeluknya ya pak." kata Nana, entah apa yang ada dipikiran Nana sekarang Nana juga tidak menyadariny.
Hessel merasa ada yang aneh dengan Nana, biasanya Nana malu-malu tapi sekarang dia yang nyosor duluan.
"Na, biarkan aku berkemas dulu, kasian Devan nungguin terlalu lama." kata Hessel, Nana segera melepaskan pelukkannya dan membiarkan Hessel berkemas.
Setelah Hessel usai berkemas, Nana menatap lekat pria yang ada dihadapannya itu.
"Tampan dan gagah."
sambil menggigit bibir bawahnya, membuat Hessel sedikit heran dan gemas dengan tingkah Nana pagi ini yang terus saja mencoba merayunya.
"Apa kau sudah selesai memandangku? jika sudah mari kita berangkat." kata Hessel.
"Ini baru jam 7.55, 30 menit saja." ucap Nana mencoba menjelaskan, Hessel masih bingung apa yang dibicarakan Nana.
"Apa kamu tidak mau ikut ke rumah nenek?" tanya Hessel.
Lalu Nana menarik tangan Hessel, dan melingkarkan tangannya kepinggang Hessel, sekarang Nana berhasil mengunci tubuh suaminya.
"Apa aku terlihat sama sekali tidak menggoda dimatamu?" lagi-lagi perkataan konyol Nana sulit Hessel artikan.
"Apa kau masih tidak mengerti?" lanjut Nana menatapnya dalam-dalam.
"Istriku, katakan apa yang kamu inginkan dariku?" tanya Hessel lembut sambil mengelus pipi sang istri.