Dicampakkan saat sedang mengandung, itu yang Zafira rasakan. Hatinya sakit, hancur, dan kecewa. Hanya karena ia diketahui kembali hamil anak perempuan, suaminya mencampakkannya. Keluarga suaminya pun mengusirnya beserta anak-anaknya.
Seperti belum puas menyakiti, suaminya menalakknya tepat setelah ia baru saja melahirkan tanpa sedikitpun keinginan untuk melihat keadaan bayi mungil itu. Belum hilang rasa sakit setelah melahirkan, tapi suami dan mertuanya justru menorehkan luka yang mungkin takkan pernah sembuh meski waktu terus bergulir.
"Baiklah aku bersedia bercerai. Tapi dengan syarat ... "
"Cih, dasar perempuan miskin. Kau ingin berapa, sebutkan saja!"
"Aku tidak menginginkan harta kalian satu sen pun. Aku hanya minta satu hal, kelak kalian tidak boleh mengusik anak-anakku karena anakku hanya milikku. Setelah kami resmi bercerai sejak itulah kalian kehilangan hak atas anak-anakku, bagaimana? Kalian setuju?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tantangan
"Zafira ... " gumam seorang laki-laki yang sedang berada di dalam mobil itu. Wanita yang tengah bermain ponsel di sisinya tersentak saat mendengar suaminya mengucapkan nama perempuan yang sempat membuatnya iri dan benci bukan kepalang itu.
"Mas, kamu sebut apa tadi? Kamu sebut nama perempuan itu? Ngapain kamu mengingat-ingat nama perempuan udik itu?" ketus Saskia dengan sorot mata menajam.
Ia sangat-sangat benci dengan nama yang barusan suaminya sebutkan itu. Tidak mudah menahan rasa benci dan cemburu selama bertahun-tahun. Dirinya yang lebih dahulu mengenal sosok Refano, tapi perempuan lain lah yang lebih dahulu memilikinya.
Meskipun kini ia berhasil memiliki Refano, tapi tetap saja ia masih rasa kesal sebab bukan dirinya lah yang pertama dalam hidup Refano, tapi perempuan lain. Ia seakan memperoleh sisa, tapi apalah daya dia terlanjur cinta pada sosok Refano yang juga merupakan sahabatnya itu. Ia bahkan sampai memilih cara licik demi memiliki Refano. Beruntung orang tua Refano mendukung dirinya menjadi bagian dari keluarga itu sehingga saat ia memberitahukan perihal kehamilannya, orang tua Refano langsung mendukung untuk menikahkannya dengan Refano.
"Apa maksud kamu? Aku dari tadi hanya diam. Kau jangan buat keributan pagi-pagi, aku tak suka," ucap Refano dingin membuat Saskia terdiam.
Padahal ia jelas-jelas mendengar Refano menyebut nama Zafira, tapi Refano justru berkilah. Malas berdebat, Saskia terpaksa mengalah.
Sementara itu, mata Refano diam-diam mencari keberadaan Zafira. Ia sangat yakin yang ia lihat tadi adalah Zafira. Tapi sayang, setelah menanggapi Saskia, ia tidak melihat keberadaan Zafira lagi. Terdengar helaan nafas kasar dari bibir Refano. Entah mengapa, akhir-akhir ini perasaannya terasa begitu kacau. Terkadang pikirannya tiba-tiba saja tertuju pada wanita dan anak-anak yang telah diusirnya. Refano memejamkan matanya, berusaha mengusir perasaan yang begitu mengganggunya itu.
'Itu tadi benar Zafira kan? Apa dia bekerja sekarang? Tapi bekerja dimana?' batin Refano seketika bertanya-tanya.
Ia juga mengingat, Zafira tidak membawa apa yang pernah ia berikan seperti perhiasan dan kartu debit yang ternyata hanya berkurang sedikit saja dari jumlah yang selalu ia beri. Bahkan cincin kawinnya pun ia letakkan di atas nakas kamar mereka. Refano mengakui, Zafira begitu menjunjung tinggi harga dirinya. Ia tak pernah mengambil keuntungan dari hubungan mereka selama ini. Refano pun yakin, Zafira hanya menggunakan uang pemberiannya untuk kebutuhan anak-anaknya saja. Bahkan pakaian saja, ia nyaris jarang membeli yang baru sebab hampir semua pakaian Zafira terlihat sangat lusuh. Padahal Refano selalu mengirimkan uang yang cukup untuk kebutuhannya. Ia hanya membeli saat hari raya tiba. Tanpa Refano tahu, ibunya kerap menghinanya dan menganggapnya memanfaatkan harta Refano. Bukan hanya dirinya, orang tuanya pun dijadikan sasaran hinaan Liliana. Padahal Zafira tak pernah melakukan itu. Entah bagaimana kehidupan Zafira sekeluarnya dari rumah mereka, pikir Refano. Ia pun heran dengan dirinya sendiri, mengapa tiba-tiba bisa memikirkan wanita yang telah ia usir itu.
Memikirkan hal itu membuat Refano duduk gelisah di tempatnya. Mata Saskia mendelik tajam. Ia yakin suaminya itu tengah memikirkan istri pertamanya. Saskia mengepalkan tangannya erat-erat hingga bukunya memutih.
'Katanya nggak cinta sama perempuan udik itu, tapi kenapa dia malah terus-terusan keingetan sama dia sih? Kurang ajar. Dasar perempuan udik. Aku pikir dengan menyingkirkan dia dan menjadi istri sah Refano bisa membuatnya jadi milikku seutuhnya, tapi ternyata tidak,' geram Saskia dalam hati. Saskia benar-benar sedang terbakar api cemburu saat ini.
"Saskia," panggil Refano membuat Saskia tersentak dari lamunannya.
"Ah, i-iya, sayang," sahut Saskia gelagapan.
"Atur jadwal kita seminggu ke depan. Kita akan pergi berlibur. Atur saja, kemana kau mau," ucap Refano datar.
Saskia membolakan matanya tak percaya. Raut kesalnya seketika berubah menjadi cerah. Ia tak menyangka Refano mengajaknya liburan. Padahal sebelumnya ia mengajak bulan madu saja, Refano enggan. Tapi kini, justru Refano sendiri lah yang mengajaknya pergi berlibur. Tentu saja ia merasa begitu girang. Saskia lantas memeluk Refano dan mengecup bibirnya singkat.
"Siap, sayang. Ah, aku senang sekali akhirnya bisa liburan sama kamu. Makasih, sayang. Kalau aku mau ke luar negeri, boleh?" tanya Saskia antusias.
"Terserah," jawab Refano datar.
Refano pikir dengan berlibur ia bisa menenangkan perasaannya yang kian tak menentu. Tapi mungkinkah cara ini berhasil?
...***...
"Selamat pagi pak Alvian," ucap Zafira seraya sedikit membungkukkan badannya.
Alvian yang baru saja tiba di di kantornya pun mengangguk tanpa suara. Lalu ia melirik kursi milik Nova yang kosong.
"Mana Nova?"
"Nova sedang ke toilet, pak."
Alvian mengangguk kemudian segera berlalu dari sana.
"Ra, loe handel kerjaanku ya hari ini. Perutku melilit banget. Kayaknya salah makan tadi." Ujar Nova. "Nih, liat schedule pak Alvian terus ini, anterin berkas-berkas ini segera sebelum singa ngamuk," imbuhnya sambil menghempaskan setumpuk berkas ke depan Zafira membuat wanita itu melongo. Tak mempedulikan kebingungan Zafira, Nova justru segera berlalu dari sana sambil memegang perutnya.
"Nov, gimana kalo pak Al nanyain kamu?" pekik Zafira sebelum Nova menghilang masuk ke dalam lift.
"Bilang aja aku sakit. Entar aku kirim pesan ke dia biar nggak semena-mena sama kamu," sahutnya kemudian segera menghilang masuk ke dalam lift. Terdengar helaan nafas kasar dari bibir bergincu merah muda Zafira. Mau tak mau, ia harus melakukan apa yang Nova perintahkan. Bukankah ia sebentar lagi akan menjadi sekretaris Alvian, jadi mulai sekarang ia harus mempersiapkan diri untuk menghadapi keanehan-keanehan sang a
...***...
Tok tok tok ...
"Masuk," seru Alvian dari dalam ruangannya. Zafira pun bergegas masuk sambil memeluk setumpuk berkas dan tablet di bagian paling atas.
Setelah berada di dalam ruangan Alvian, Zafira pun bergegas meletakkan dokumen-dokumen itu dan beringsut sedikit menjauh untuk membacakan schedule Alvian hari itu.
Sadar bukan Nova yang masuk ke ruangannya, Alvian pun mengangkat wajahnya dan mengerutkan kening.
"Kamu?" gumam Alvian. "Nova mana?" tanya Alvian merasa heran bukan Nova yang mengantarkan dokumen-dokumen penting itu. Bukankah Zafira belum resmi jadi sekretarisnya, tetapi mengapa Zafira lah yang muncul pagi ini di ruangannya. Belum lagi sebentar lagi mereka akan mengadakan meeting dengan salah satu investor yang berniat berinvestasi di perusahaan mereka dan tugas Nova lah untuk melakukan presentasi. Tetapi dia justru tidak ada.
"Nova sakit perut, pak. Dia tadi pulang terburu-buru. Mungkin dia ada salah makan pagi ini. Katanya dia akan segera menghubungi pak Alvian," ujar Zafira mengatakan yang sebenarnya.
Brakkk ...
Alvian membanting berkas yang ada di tangannya dengan rahang mengeras. Bagaimana Nova bisa seenaknya saja pikirnya. Makin hari kelakuan sekretarisnya itu makin seenaknya saja. Bagaimana ia pergi begitu saja tanpa memikirkan kalau mereka akan mengadakan meeting pukul 10 nanti. Alvian tentu saja khawatir. Yang akan datang nanti merupakan investor besar yang berasal dari Singapura. Tentu ini kesempatan besar untuk mengembangkan usahanya agar kian jaya hingga bisa mengalahkan rivalnya.
Zafira sampai berjengit kaget hingga reflek memundurkan langkahnya. Ekspresi Alvian yang sedang murka terlihat kentara membuat Zafira khawatir.
"Soal. Bagaimana Nova bisa seenaknya pergi tanpa pemberitahuan begini. Padahal tak sampai 2 jam lagi Mr. Jay akan datang," geram Alvian dengan gigi bergemeluk.
"Me-memang Nova harus melakukan apa, pak?" tanya Zafira mencoba memberanikan diri.
Mata Alvian memicing dengan pandangan remeh, "memangnya kau bisa apa, hah? Nova harus melakukan presentasi dengan Mr. Jay, kau pikir kau bisa menggantikannya?"
"Mr. Jay?" gumam Zafira yang ditanggapi Alvian dengan pandangan mencibir.
"Kau tidak bisa kan?"
"Kalau saya bisa, apakah bapak akan langsung menerima saya menjadi sekretaris Anda?" Bukannya menjawab, Zafira justru balik bertanya seolah menantang membuat Alvian tergelak.
"Kau menantangku? Boleh juga. Tapi kalau kau gagal ... "
"Saya akan langsung mengundurkan diri dari masa percobaan menjadi calon sekretaris Anda." Zafira menjawab dengan cepat namun tenang membuat Alvian sedikit terperangah dengan kepercayaan diri Zafira.
"Oke. Deal." Entah bagaimana, Alvian tiba-tiba saja menyetujui tantangan Zafira. Padahal ia tidak pernah langsung percaya begitu saja dengan orang lain. Tapi dengan Zafira ... ia merasa sedikit berbeda.
...***...
...HAPPY READING 🥰🥰🥰...