Season kedua dari Batas Kesabaran Seorang Istri.
Galen Haidar Bramantyo, anak pertama dari pasangan Elgar dan Aluna. Sudah tumbuh menjadi pemuda yang sangat tampan. Ia mewarisi semua ketampanan dari ayahnya.
Namun ketampanan juga kekayaan dari keluarganya tidak sanggup menaklukkan hati seorang gadis. Teman masa kecilnya, Safira. Cintanya bertepuk sebelah tangan, karena Safira hanya menganggap dirinya hanya sebatas adik. Padahal umur mereka hanya terpaut beberapa bulan saja. Hal itu berhasil membuat Galen patah hati, hingga membuatnya tidak mau lagi mengenal kata cinta.
Adakan seorang gadis yang mampu menata hati si pangeran es itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marica, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengakuan Galen
"Mau apa?" tanya Galen pada Lucyana yang kini berdiri tepat di hadapannya.
"Kakak yang maunya apa?" balas Lucyana sengit.
Sebelah alis Galen terangkat sebelah melihat Lucyana dalam mode marah, tetapi tetap saja terlihat imut.
"Kakak gak liat kondisi aku saat ini!" Lucyana menunjukkan keadaannya pada Galen. Seluruh tubuhnya basah. "Setiap hari aku dibully cuma karena aku deket sama kakak! Mereka pikir aku godain kakak!" adunya.
Galen diam saja sambil menatap datar Lucyana, seolah tidak peduli dengan apa yang terjadi pada gadis itu. Hal itu membuat Lucyana merasa frustrasi.
Lucyana lantas berjongkok menyembunyikan wajahnya di antara lututnya. "Aku cuma mau sekolah dengan tenang di sini, Kak. Tapi mereka tidak membiarkan aku tenang. Ini semua karena mereka salah paham dengan hubungan kita," ucap Lucyana di sela isak tangisnya.
Galen sendiri berdiri dengan dua tangan masuk ke saku celana. Jangan ditanya seberapa berantakan penampilan Galen saat ini. Dua kancing atas seragamnya sudah terbuka, jas dan dasinya entah ke mana. Akan tetapi dalam penampilan yang berantakan justru membuat Galen semakin mempesona.
Mata elangnya masih memandang Lucyana yang berjongkok di hadapannya. Bukan tidak tahu apa yang dialami oleh gadis itu, tetapi Galen hanya ingin gadis itu sendiri yang datang menemuinya dan merengek untuk meminta bantuannya. Ia tidak suka Lucyana terlalu mandiri dan selalu menyembunyikan masalahnya sendiri. Galen ingin Lucyana bergantung padanya.
"Bangun!"
"Gak!"
"Ana …."
Suara berat Galen membuat Lucyana ciut, gadis itu mendongak, menatap Galen dengan matanya yang basah, "Janji dulu kakak mau bilang sama mereka untuk gak bully aku."
Tanpa berpikir panjang Galen mengangguk setuju, "sekarang bangun!"
Giliran Lucyana yang mengangguk. Gadis itu lantas bangun mengusap jejak air matanya yang ada di pipinya, tetapi Galen lebih dulu melakukan itu, membuat hati Lucyana terasa hangat.
Galen lantas meraih dagu Lucyana dengan jari telunjuknya lalu mengangkat wajahnya, membuat tatapan mereka bertemu.
"Mau diapain?" tanya Galen, tatapan dinginnya membuat Lucyana gugup.
"Apa-nya?" tanya Lucyana mendadak gagap.
"Orang yang sudah buli lo," jawab Galen.
"Minta mereka untuk gak bully aku," pinta Lucyana disambut anggukkan oleh Galen.
"Ayo." Galen meraih pergelangan tangan Lucyana.
"Ke mana?"
"Ganti baju Ana."
"Iya, Kak."
Tangan Galen yang berada di pergelangan tangan Lucyana berpindah. Laki-laki itu menyatukan tangannya dengan tangan Lucyana lantas membawanya pergi dari rooftop.
Keduanya sudah berada di koridor, berjalan menuju ruangan ganti. Sepanjang perjalanan Galen tidak melepaskan genggaman tangannya dari tangan Lucyana seolah memperjelas pada semua orang jika Lucyana adalah miliknya. Tatapan mata Galen pun sangat tajam, bisa membuat semua orang yang melihat seperti terintimidasi.
"Ganti baju, gue tunggu di luar," ucap Galen setelah mereka sampai di ruangan ganti.
Lucyana mengangguk kemudian masuk ke ruangan ganti, sedangkan Galen menunggu diluar. Ia merogoh saku celana, mengambil benda pipih dari dalamnya, lantas menghubungi orang-orang Bramantyo.
"Lakukan sekarang juga!" perintah Galen pada seseorang disebrang panggilan.
Setelah itu Galen memutuskan sambungan telepon secara sepihak. Tidak lupa juga mengirim pesan pada Sam sebelum memasukan kembali ponselnya ke dalam saku celananya.
Galen melihat waktu pada jam yang melingkar di pergelangan tangan kanannya, sudah lebih dari lima belas menit dia berada di sana. Dengan sabar Galen berdiri bersandar pada tembok, di depan ruangan ganti menunggu Lucyana yang masih ada di dalam. Tidak lama Lucyana keluar dengan seragam barunya.
Galen menoleh ke arah Lucyana, "Udah?"
"Udah," jawab Lucyana diikuti anggukkan kecil.
Galen mengubah posisi berdirinya, menjadi saling berhadapan. Tangan Galen terulur untuk merapikan rambut Lucyana yang sedikit berantakan.
"Masuk kelas yang sama sama Arabella."
Tinggi badan yang berbeda membuat Lucyana mendongak untuk melihat wajah Galen. "Hah apa?"
"Lo sekarang satu kelas sama Arabella."
"Kakak gak bercanda, 'kan?"
"Keliatan kalau gue lagi bercanda, mmm?"
"Semudah itu?" Lucyana menggaruk kepala yang tidak terasa gatal.
Galen mengangguk, "gue antar ke kelas."
"Tunggu, Kak!" Lucyana menahan langkahnya. "Ada yang mau aku obrolin sama Kakak."
"Ngomong aja."
"Gak di sini."
Galen kembali meraih pergelangan tangan Lucyana, membawanya masuk kembali ke dalam ruangan ganti lantas menguncinya.
"Kenapa dikunci?" Lucyana menjadi gugup sendiri. "Nanti orang mikir kita lagi macam-macam."
Bukannya menjawab Galen justru bertanya balik pada Lucyana, "Mau ngomong apa?"
Lucyana memejamkan matanya erat-erat membuang semua keraguan dalam dirinya lantas membuka suaranya, "Sebenarnya Kakak anggap aku ini apa?"
Galen tidak langsung menjawab pertanyaan Lucyana, tetapi tetap menatap gadis itu penuh arti.
"Maunya dianggap apa?"
Lucyana berdecak ketika Galen menjawab pertanyaannya dengan pertanyaan lagi.
"Ck, please, Kak. Aku gak mau salah paham dengan semua sikap baik Kakak ke aku. Tolong jangan mainin perasaan aku juga," ucap Lucyana nyaris tidak terdengar.
"Gak ada yang mainin perasaan lo."
"Lalu?"
"Masih kurang jelas."
"Katakan dengan jelas! Aku bukan cenayang yang bisa baca pikiran Kakak," ucap Lucyana kesal.
Galen melangkah maju membuat Lucyana mengambil langkah mundur dengan tatapan masih terkunci.
DUK
Langkah Lucyana terhenti karena punggungnya menubruk lemari loker.
"Kak …." Jantung Lucyana berdetak lebih saat Galen berada sangat dekat dengannya. "Kakak mau ngapain?" tanya Lucyana. Nada bicaranya terbata-bata.
Galen sendiri meraih dagu Lucyana dengan jari telunjuknya menatap dalam ke mata gadis itu. Tidak berselang lama Galen membungkuk, memiringkan wajahnya lantas mendaratkan kecupan di bibir Lucyana, membuat gadis itu terbelalak.
"First kiss aku," batin Lucyana.
"Gue gak pernah sentuh cewek yang gak gue suka," bisik Galen.
GLEK
Lucyana menelan salivanya untuk membasi tenggorokannya yang tiba-tiba mengering.
Hening mengambil alih suasana, keduanya masih berada dengan posisi yang sama dan tatapan terkunci satu sama lain. Galen sudah menetapkan hatinya pada Lucyana, maka ia harus mendapatkan gadis itu. Bahkan perasaan terhadap Safira pun tidak menggebu-gebu seperti pada Lucyana.
Lucyana sendiri masih terdiam. Selain masih terkejut dengan apa yang Galen lakukan, gadis itu juga mencoba untuk mencerna semuanya.
"Kakak suka aku?" tanya Lucyana setelah lama diam.
"Masih butuh validasi?" tanya balik Galen.
Lucyana menggeleng cepat. Jangan ditanya seberapa senang Lucyana saat itu hingga ia merasa apa yang sedang terjadi hanyalah mimpi. "Aku lagi gak mimpi, 'kan?" Lucyana menepuk-nepuk pipinya sendiri membuat Galen terkekeh pelan.
Galen kembali membungkuk, sekali lagi mendaratkan kecupan di bibir Lucyana.
"Berasa gak?" bisik Galen.
Tindakan Galen membuat Lucyana membeku, tidak tahu harus berbuat apa. Ia hanya bisa mengangguk polos.
"Mau ngomong apa lagi?" tanya Galen, suaranya berubah menjadi lembut.
Lucyana kembali mendongak menatap wajah tampan pemuda di hadapannya. "Jadi … kita pacaran beneran?" tanya Lucyana lirih tetapi masih bisa didengar oleh Galen.
"Mau nikah sekarang?"
Eh
"Ya gak gitu juga kali, Kak." Lucyana mengerucutkan bibirnya membuat pipinya mengembung lucu membuat Galen terkekeh.
Laki-laki itu lantas menarik diri memberikan jarak dengan Lucyana.
"Ayo gue antar ke kelas."
Lucyana mengangguk, perasaan sudah lega tahu jika perasaannya tidak bertepuk sebelah tangan.
Keduanya keluar dari ruangan ganti dengan menyatukan tangan, mengisi setiap ruang di jari mereka.
"Hari ini ada razia," ucap Galen sambil berjalan.
"Razia? Kenapa tiba-tiba?" tanya Lucyana, wajahnya cukup dibuat khawatir dengan kabar itu.
Galen merespon pertanyaan Lucyana dengan mengangkat kedua bahunya.
abis kamu fir ga ada kata ampun lagi dari keluarga galen
pengin baca safiraaa di hujat emak dan netizen yg dsanaaa
pengin liat safira dimaki2 emak nya
km kok hmmm nyebelin bgt
yok thor bisa yok double up lagi
jangan2 dia ngomong macem2 lagi sama ana