Hati siapa yang tidak tersakiti bila mengetahui dirinya bukan anak kandung orang tua yang membesarkannya. Apalagi ia baru mengetahui, jika orang tua kandungnya menderita oleh keserakahan keluarga yang selama ini dianggap sebagai keluarganya sendiri.
Awalnya Rahayu menerima saja, karena merasa harus berbalas budi. Tetapi mengetahui mereka menyiksa orang tua kandungnya, Rahayu pun bertekad menghancurkan hidup keluarga yang membesarkannya karena sudah membohongi dirinya dan memberikan penderitaan kepada orang tua kandungnya.
Bagaimana kisah selanjutnya?
Yuk, simak ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Bab 17
POV Author
"Apa Ayu bukan anak kandung Ayah dan Ibu?"
Adinata dan Marlina saling tatap, kemudian Adinata meneguk air putihnya untuk
menghilangkan rasa gugupnya, sedangkan Marlina tetap berusaha tidak membuat Rahayu curiga dengan bersikap tenang.
"Kamu ini bicara apa Ayu?! Jangan bicara yang aneh-aneh, Ayah tidak suka!" Kilah Adinata.
"Benar Ayu, kok bisa kamu punya pikiran seperti itu. Kamu dengar dari siapa? Akan Ibu marahi orang itu!"
Jadi kalian masih berusaha menyangkal?! Baiklah, mungkin tebakan ku salah. Bagaimana kalau pertanyaannya aku ganti berdasarkan apa yang aku dengar. Batin Rahayu.
"Lalu bagaimana dengan Arumi? Dia hanya sepupu atau sebenarnya anak kandung Ayah dan Ibu?"
Lagi-lagi Adinata dan Marlina di buat tegang oleh pertanyaan Rahayu.
"Rahayu, apa pun yang kamu dengar di luar sana, itu tidak benar. Kamu adalah anak kami. Arumi pun sudah kami anggap sebagai anak kami. Jadi, kalian sekarang bersaudara." Kata Adinata menjelaskan dengan untuk menutupi kebenarannya.
Padahal Ibu sendiri yang mengatakannya. Kenapa? Kenapa kalian berusaha menutupi.
"Ayu, maaf jika kami akhir-akhir ini membuat mu merasa di abaikan. Kami hanya berusaha untuk mencoba menghibur Arumi yang baru saja ditinggal oleh orang tuanya. Dia sekarang hanya sendiri, jadi kami menganggapnya sengaja anak sekarang. Tidak apa kan?"
Baiklah, walau kalian masih tidak mau mengaku, aku akan mencari bukti untuk apa yang aku dengar. Kalian berbicara tanpa ada aku, pastinya itu bukan sebuah kebohongan. Batin Rahayu.
"Ya." Jawab Rahayu singkat.
Semua tampak lega dan tersenyum kembali setelah mendengar jawaban dari Rahayu.
Dan Rahayu pun memaksakan diri untuk tersenyum mengikuti permainan mereka. Rahayu tidak mempercayai kata-kata Adinata maupun Marlina begitu saja. Ia tetap akan berusaha mencari kebenaran untuk memastikan apa yang sudah ia dengar.
Waktu rasanya berjalan lama. Rahayu tak sabar ingin segera pulang. Dan ketika waktu maghrib telah lewat ia pun pamit kepada Adinata dan Marlina.
"Loh, tidak nginep disini Yu?" Tanya Marlina.
Rahayu yakin itu hanya sekedar basa basi kepadanya.
Rahayu menggeleng pelan sambil tersenyum.
"Tidak Bu. Besok Ayu mesti tetap kerja. Ayu pamit dulu ya, terima kasih untuk makan malamnya. Assalamualaikum..."
"Waalaikumsalam..."
Meski rasa kecewa itu nyata, kini Rahayu mencoba untuk menguatkan diri. Rahayu melangkah tanpa ingin melihat ke belakang. Ia yakin mereka sedang merasa lega dan senang karena dirinya telah pergi dari sana.
Sambil berjalan Rahayu memesan ojek online. Tidak butuh waktu lama seorang driver pun datang mendekat.
Karena memang jarak rumah orang tuanya dan rumah Kakek Sugeng tidak lah terlalu jauh, hanya dalam waktu kurang lebih 20 menit saja, Rahayu sudah sampai di tujuan.
"Terima kasih ya, Pak. Kembaliannya ambil saja."
"Sama-sama Neng, terima kasih juga ini benaran kembaliannya buat Bapak?"
"Iya, Pak. Ambil saja, tidak usah di kembalikan."
"Alhamdulillah, terima kasih banyak ya Neng. Semoga rejekinya selalu lancar."
"Aamiin..., doa yang sama untuk Bapak juga."
"Aamiinn. Kalau begitu, Bapak jalan lagi ya Neng."
"Ya, Pak. Silahkan..."
"Assalamualaikum..."
"Waalaikumsalam..."
Begitu lah jika kita berbuat baik, maka orang lain pun tak segan untuk memperlakukan kita dengan hormat.
Rahayu pun mulai melangkah ke dalam melewati pintu gerbang dan tentunya menyapa satpam yang berjaga terlebih dahulu.
"Baru pulang Neng?"
"Iya Pak. Maaf jadi bukain gerbang buat saya."
"Ah, tidak apa-apa Neng."
"Kalau begitu saya masuk ya Pak."
"Iya, Neng."
Rahayu pun melanjutkan langkahnya ke dalam dan melewati samping rumah utama seperti biasanya. Namun kakinya terhenti saat melihat seseorang di gazebo yang jarang ia temui di rumah itu.
"Dari mana?"
"Emm... Saya dari rumah orang tua saya Den." Jawab Rahayu.
"Jangan panggil Den. Panggil saja Arka."
"Mana boleh begitu, saya jadi terdengar tidak sopan kalau langsung manggil nama anak majikan saya."
Arka terdiam sesaat mencerna ucapan Rahayu.
"Kalau begitu, terserah kamu saja. Asal jangan Den, tuan dan yang lain yang serupa."
"Apa kita sebaya?"
"Hmm, kayaknya aku setahun lebih tua dari kamu. Kamu sepantaran dengan Arumi kan?"
"Iya. Kalau begitu saya boleh panggil Mas Arka saja?"
Arka tampak berpikir.
"Ya. Kayak gitu juga boleh."
Keduanya pun terdiam sesaat.
"Mau menemani ku ngobrol sebentar?" Tanya Arka lagi.
Sebenarnya Rahayu cukup lelah. Tapi ia sungkan untuk menolak anak majikannya.
"baiklah kalau hanya sebentar, saya akan temani."
Arka menatap Rahayu dalam diamnya. Akibatnya, Rahayu pun terlihat canggung yang berdiri tidak jauh dari gazebo itu.
"Duduk lah. Aku jadi terlihat menyiksa mu jika berdiri disitu." Ujar Arka.
"Tidak apa Mas, saya berdiri saja."
"Kalau begitu, aku juga akan berdiri saja." Kata Arka, lalu hendak beranjak bangun dari duduknya.
"Eh, jangan Mas! Iya, saya akan duduk."
Rahayu segera duduk di gazebo namun tempatnya jauh ke sudut. Ia merasa tidak enak jika sang anak majikan malah berdiri mengikuti keinginannya.
Sesaat keheningan pun tercipta di antara mereka. Dalam hati Rahayu bingung, kenapa Arka tumben-tumbenan duduk di gazebo dan mengajaknya mengobrol.
"Apa aku boleh bertanya?" Kata Arka memecah kesunyian di antara mereka.
"Apa yang mau Mas Arka tanyakan?"
"Aku cukup bingung sama kamu. Katanya kamu tinggal masih disekitar wilayah sini, tetapi kenapa milih tidak tinggal di rumah saja, dan juga kenapa mau bekerja sebagai tukang kebun di rumah ini?"
"Apa saya harus menceritakan alasannya Mas? Tapi nanti malah terdengar saya mengadu atau hanya sekedar beralasan saja. Yang jelas, saya kerja pasti butuh uang tambahan. Dan mengapa saya tidak tinggal di rumah orang tua saya saja, saya punya alasan yang kuat untuk itu. Tapi maaf, saya tidak bisa menceritakan semuanya kepada Mas Arka karena ini masalah pribadi saya."
Jadi benar, apa yang dikatakan Arumi. Tapi kenapa Kakek begitu peduli padanya dan sering membicarakannya di saat kami semua sedang berkumpul? Batin Arka.
Sejujurnya, Arka sedang mencari tahu kebenaran dari apa yang Arumi katakan padanya beberapa hari lalu. Tetapi mendengar jawaban dari Rahayu, Arka jadi menyimpulkan bisa saja apa yang Arumi katakan itu benar. Namun ia masih bingung karena sang Kakek begitu memuji Rahayu. Dan ia pun tahu, Kakeknya tidak akan sembarangan dalam menilai seseorang.
"Kalau boleh aku tahu, apa hubungan mu dengan Arumi?"
Rahayu sedang lelah tubuh, hati, dan pikiran. Dan ia benar-benar ingin beristirahat sekarang. Namun Ia mencoba tetap tersenyum kepada anak majikannya.
"Mas Arka, saya tidak tahu apa saja yang sudah Mas dengar tentang saya dari Arumi. Dan apapun itu, tolong jangan langsung percaya kalau belum mendengarkan penjelasan dari pihak lain, atau mengetahui kebenarannya. Saya baru pulang dari rumah orang tua saya, dan sedikit lelah. Kalau boleh, saya ingin pamit undur diri untuk segera beristirahat." Ujar Rahayu.
"Baiklah. Tapi aku tetap ingin kamu menjawab lagi pertanyaan tadi kapan-kapan. Karena jawaban mu yang sekarang tidak menjelaskan apapun dari apa yang aku harapkan."
Rahayu tersenyum.
"Baiklah Mas. Kalau begitu, saya permisi dulu."
"Ya."
Bersambung...
Jangan lupa like dan komen ya, terima kasih 🙏😊