Rubia adalah putri seorang baron. Karena wajahnya yang cantik dia dipersunting oleh seorang Count. Ia pikir kehidupan pernikahannya akan indah layaknya novel rofan yang ia sering baca. Namun cerita hanyalah fiksi belaka yang tidak akan pernah terjadi dalam hidupnya.
Rubia yang menjalani pernikahan yang indah hanya diawal. Menginjak dua tahun pernikahannya suaminya kerap membawa wanita lain ke rumah yang ternyata adalah sahabatnya sendiri.
Pada puncaknya yakni ketika 3 tahun pernikahan, secara mengejutkan suami dan selingkuhannya membunuhnya.
" Matilah, itu memang tugasmu untuk mati. Bukankah kau mencintaiku?" Perion
" Fufufufu, akhirnya aku bisa menjadi countess. Dadah Rubi, sahabatku yang baik." Daphne
Sraaak
Hosh hosh hosh
" A-aku, aku masih hidup?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reyarui, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pembalasan 31
" Mengapa Rudin belum juga kembali. Ini sudah sore. Dia pergi sudah sejak tadi pagi. Dasar, kalau dia kembali aku akan memberinya pelajaran."
" Tuan, kenapa Anda marah-marah. Nanti Anda bisa sakit lho. Apa saya bisa membantu meredakan kemarahan Anda, hmmm?"
Perion mengigit bibir bawahnya ketika Daphne mulai meraba dadanya. Tangan Daphne yang halus itu mampu membuat tubuhnya merasakan gelenyar. Ditambah parfum yang dipakai Daphne yang tercium, seperti memunculkan hasrat dalam diri Perion.
" Kamu ini ya nakal," bisik Perion tepat di telinga Daphne. Bibir mereka pun menyatu, ciuman yang terjadi pun tidak bisa dielakkan. Tapi saat Perion hendak menyentuh bagian tubuh Daphne yaang lain, pintu ruangannya diketuk. Mau tidak mau mereka pun berhenti melakukan perbuatan yang sebenarnya tidak pantas dilakukan.
" Siapa?"
" Saya Tuan Count, tadi ada pengirim surat yang menyampaikan surat dari kediaman Baron Rocallion."
Perion langsung bangkit dari duduknya. Dia berjalan ke arah pintu dan membuka pintu itu sendiri. Biasanya dia akan meminta orangnya untuk masuk, tapi ini tidak.
Daphne jelas merasa kesal, mendengar nama Rocalion, pria itu seketika bersemangat. Sangat jauh berbeda saat tadi.
" Apa itu dari Rubia?"
" Saya tidak tahu itu dari Lady atau bukan, tapi pengantar surat mengatakan bahwa surat itu dari kediaman Tuan Baron August Rocalion."
Perion mengambil surat dari butler nya yang baru itu dengan cepat. Dia juga terburu-buru saat membukanya. Namun ternyata isi surat yang ia baca tidak sesuai harapannya. Yang ada Perion merasa begitu kesal dan marah.
" Sialan, dasar tidak tahu diuntung. Berani-beraninya kesatria rendahan seperti dia mengajukan surat pengunduran dirinya. Bangsat, aku tidak akan tinggal diam. Moza, siapkan kereta, aku harus datang sendiri ke sana untuk memberi semua orang yang ada di sana pelajaran. Rubia si jalangg itu juga beraninya mengacuhkan suratku. Ini namanya penghinaan, dia yang hanya putri seroang Baron beraninya mengabaikan ku yang seorang Count."
" Tuan Count, saya ikut!"
Daphne jelas tidak mau membiarkan Perion pergi sendiri ke ruma Rubia. Dia khawatir jika Rubia menginginkan Perion kembali. Pikiran Daphne sudah kemana-mana. Makanya saat Perion berkata akan pergi, dia tidak bisa tinggal diam.
" Terserah, kalau mau ikut ya ikut saja. Tapi kau jangan membuat kacau."
" Baik Tuan."
Tatapan mata Perion yang tajam dan penuh kemarahan itu sejenak membuat Daphne takut, tapi dia tidak bisa mundur. Dia harus mengikuti Perion karena rasa khawatirnya itu. " Brengsek, kenapa sih wanita itu selalu saja menganggu ketenangan ku," batin Daphne.
Gradak gradak gradak
Kereta kuda berlambang bunga tulip putih dengan rantai duri melaju meninggalkan wilayah County Gordo. Kereta kuda tersebut di pacu dengan sedikit lebih cepat atas perintah Perion.
Daphne yang ada di dalam berpegangan erat, cepatnya laju kereta kuda membuat penumpang yang ada di dalam terguncang. Ia merasa mual, pusing dan seluruh tubuhnya sakit.
" Tu-tuan Count, apa tidak bisa lebih pelan lagi. I-ini hoeeek."
Perut Daphne seperti diaduk-aduk, ia hendak memuntahkan apa yang ada di dalamnya tapi itu tidak mungkin dilakukan karena mata Perion yang menatapnya begitu tajam.
Ughhhh
Ia hanya bisa mengeluh pelan dan menahannya sebisa mungkin. Sedangkan Perion acuh, dia tidak peduli kesulitan yang dialami Daphne. Saat ini yang terpenting baginya adalah segera sampai di tempat tinggal Rubia.
Sebenarnya kekesalan nya pada Sir Rudin itu hanyalah kamuflase belaka. Ia lebih penasaran ingin bertemu dengan Rubia. Surat-surat yang tidak dibalas pun juga sebenarnya bukan alasan utama. Perion merasa begitu ingin melihat Rubia, itu sungguh hal yang belum pernah ia rasakan sebelumnya terhadap wanita itu.
Matanya selalu memandang keluar jendela. Perjalanan dari County ke Barony sebenarnya tidak lah lama, dan pemandangannya pun indah sepanjang jalan. Hanya saja Perion merasa perjalanannya ini begitu lama dan membosankan. Dalam pikirannya hanyalah satu, yakni dia ingin cepat-cepat sampai.
" Tu-an, saya sudah tidak tahan ingin muntah."
" Tck, merepotkan."
Perion mengetuk kereta kudanya beberapa kali. Si kusir pun memperlambat lajut kereta kuda lalu bertanya kepada Perion. " Ada apa Tuan Count?"
" Berhenti sebentar."
Saat kereta kuda berhenti, Daphne langsung berlari keluar dan mengeluarkan isi perutnya yang sudah dari tadi bergejolak. Air matanya sampai keluar karena perutnya begitu sakit. Namun yang lebih menyakitkan adalah Perion mengabaikan dirinya. Pria itu sama sekali tidak peduli dengannya.
" Kenapa dia begini? Seharusnya kan tidak begini, dia sangat tidak peduli padaku hiks." Daphne menangis dalam diam, hatinya merasakan sakit yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Namun ia buru-buru mengusap air matanya. Tujuannya untuk jadi Countess sudah dekat, dia tidak akan mengacaukan itu semua.
" Ayo, kamu pasti bisa Daph."
Wanita itu menegakkan dadanya dan kepalanya, ia dengan tenang kembali ke kereta. Meskipun Perion abai, dia tidak akan mempersoalkan itu. Yang terpenting adalah sekarang ini posisi bangsawan yang lebih tinggi akan dia dapatkan. Tujuannya adalah itu jadi dia tidak akan memedulikan hal yang sekiranya tidak berhubungan dengan tujuannya.
" Maaf Tuan, mari kita lanjutkan lagi. Saya sudah tidak apa-apa."
" Hmmm."
Gradak gradak gradak
Kereta kuda kembali melaju dengan cepat. Meskipun perut Daphne lagi-lagi bergejolak tapi dia bisa menahannya dengan baik. Ia bernafas lega saat kereta kuda mereka memasuki wilayah Barony, hanya tinggal sedikit lagi untuk sampai di kediaman Rubia.
" Akhirnya," ucap Daphne dan Perion bersama-sama. Daphne lega karena penderitaannya berakhir, sedangkan Perion lega karena dia sampai juga di rumah Rubia dan akhirnya bisa bertemu dengan Rubia. Namun Perion berusaha mengatur ekspresi wajahnya. Dia berusaha untuk tenang seolah-olah kedatangannya ini memang bukan untuk itu.
" Selamat datang Tuan Count, mari saya antarkan Anda ke ruang tamu."
" Tck, Sylvester. Sekarang kau benar-benar berlagak jadi orangnya Baron August ya. Bukankah upah di sini kecil, kau pasti menyesal bukan meninggalkan County."
Omong kosong Perion dimulai, dia berlagak sebagai bangsawan tinggi. Cara menatap dan bicara benar-benar merendahkan tempat tersebut. Tapi Sylvester hanya diam, dia sama sekali tidak menjawab ucapan dari Perion.
" Tck, menjengkelkan. Mana Rudin, kesatria brengsek itu beraninya mengirim surat pengunduran diri. Dasar kurang ajar."
" Selamat datang Tuan Count, ada keperluan apa Anda datang kemari. Ooh Daphne sahabatku, kamu tampak begitu kacau. Mery, tolong bantu Lady Daphne untuk merapikan gaunnya dan beri dia obat, sepertinya Lady begitu kesulitan."
" Baik Nona."
Degh!
Perion tercengang ketika melihat Rubi. Bahkan dia sampai tidak mengedipkan matanya. Bagaimana tidak, di depannya sekarang ini Rubia ... sangat cantik. Ya Rubia begitu cantik dan anggun.
Mata Perion melihat dari atas ke bawah, seperti tengah meneliti. Apa yang dilakukan Perion saat ini sebenarnya membuat Rubia tidak nyaman dan perbuatan tersebut juga tidak sopan. Tapi Rubia berusaha menahannya, hanya saja ada seseorang yang tidak suka Rubia dipandang seperti itu."
Sreet
" Kamu tidak sopan Count, memandangi tunanganku begitu. Cara melihatmu itu seperti melecehkan."
Jegleeeer
TBC