"Pergi kamu dari sini! Udah numpang cuma nambah beban doang! Dasar gak berguna!"
Hamid dan keluarganya cuma dianggap beban oleh keluarga besarnya. Dihina dan direndahkan sudah menjadi makanan sehari-hari mereka. Hingga pada akhirnya mereka pun diusir dan tidak punya pilihan lain kecuali pergi dari sana.
Hamid terpaksa membawa keluarganya untuk tinggal disebuah rumah gubuk milik salah satu warga yang berbaik hati mengasihani mereka.
Melihat kedua orangtuanya yang begitu direndahkan karena miskin, Asya pun bertekad untuk mengangkat derajat orangtuanya agar tidak ada lagi yang berani menghina mereka.
Lalu mampukan Asya mewujudkannya disaat cobaan datang bertubi-tubi mengujinya dan keluarga?
Ikuti terus cerita perjuangan Asya di sini!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Araya Noona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Sesuai dengan intruksi Radit, dia dan Rania datang ke rumah sakit sementara Arman akan menjemput Asya di tempatnya bernyanyi ditemani Sarah karena wanita itu yang tahu dimana Asya bernyanyi sekarang.
Hamid yang saat itu sudah sadar sangat bahagia melihat kedatangan saudaranya di sana. Senyumnya merekah lebar menyambut mereka. Awalnya dia berpikir mereka datang untuk menjenguknya. Namun ternyata Hamid salah.
"Kamu itu bisa didik anak gak sih?" tanya Radit membuat Hamid dan Yani mengernyitkan keningnya bingung. Tak hanya mereka, tetangga yang kebetulan datang untuk menjenguk ikut bingung dengan pertanyaan Radit.
"Maksud Mas Radit apa?" tanya Hamid masih berusaha untuk tetap tenang.
"Asya. Kamu tau gak kalo dia jadi biduan?" tanya Rania dengan nada yang kesal.
Seketika tetangga Hamid yang mendengarnya jadi berbisik. Mereka pun baru tahu jika Asya ternyata bekerja menjadi seorang biduan. Ya, begitulah mereka menyebut seorang penyanyi yang hanya bisa bernyanyi dari panggung hajatan satu ke panggung hajatan yang lain.
'Pantesan aja perginya pagi pulangnya malam, ternyata jadi biduan toh.' Batin Bu Sekar yang kebetulan ada di sana. Wanita itu tersenyum miring seakan sedang menertawakan keluarga Hamid.
Hamid menghela napas panjang kemudian mengangguk. "Iya, saya tau kok, Mas," jawabnya.
Radit mendengus. "Jadi kamu tau tapi kamu tetap membiarkan anakmu bekerja seperti itu?" tanyanya seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.
"Memangnya kenapa? Asya cuma nyanyi kok. Dia cuma menjual suaranya untuk menyenangkan orang," kata Hamid membela sang anak.
Rania tertawa kemudian bertepuk tangan. "Iya awalnya memang jual suara, namun lambat laun jadi jual diri," tambahnya menatap pasangan itu penuh penghakiman.
"Mbak Rania!" Tentu saja Hamid tidak terima anak gadisnya dikatai seperti itu. Mereka boleh menghinanya tapi tidak dengan sang anak.
Sementara itu Arman dan Sarah baru saja sampai di tempat dimana Asya menyanyi. Hanya pria itu saja yang turun dari mobil, Sarah sendiri memilih menunggu di sana sambil menyaksikan adegan yang dia yakini akan sangat seru.
"Permisi! Kalo boleh tau penyanyi yang namanya Asya di mana ya?" tanya Arman pada salah satu orang yang ada di sana.
Pria itu menunjuk sebuah rumah dimana Asya dan teman-temannya sedang istirahat. Dengan langkah terburu Arman menuju rumah itu. Mereka yang sedang bercanda ria langsung menoleh ketika mendengar Arman memberi salam.
"Om Arman," lirih Asya segera mengenali pamannya tersebut.
Pancaran mata Arman tak bisa berbohong. Dia sangat marah melihat kedua keponakannya di sana.
"Ayo pulang!" kata Arman menarik tangan Asya begitu saja.
"Om Arman apaan sih!" Asya memberontak di sana.
"Kamu yang apa-apaan!" pekik Arman di depan wajah Asya. Pria itu sama sekali tidak peduli jika di dalam rumah itu ada banyak orang yang melihat mereka.
"Kerja kayak gini bikin malu nama baik keluarga!" katanya lagi tanpa menurunkan nada suaranya.
"Maksud Om Arman apa? Aku cuma---"
Plak!!!
Satu tamparan langsung mendarat dengan sempurna di pipi kiri Asya. Seumur hidupnya, ini pertama kalinya dia ditampar.
"Kamu cuma apa? Jual diri?"
Mereka yang ada di sana hanya bisa terdiam. Tak berani juga untuk melerai kecuali satu orang.
"Ada apa ini?" tanyanya dengan suara lantang sembari berjalan menghampiri Asya dan Arman di sana.
***
Roy dan istrinya sedang bicara dengan tuan rumah. Mereka meminta agar nanti malam para penyanyi Bang Roy pakaiannya jangan terlalu seksi.
"Pasti, Bu. Anda tenang saja. Penyanyi kami pakaiannya sopan kok," kata Bang Roy meyakinkan wanita tersebut. Lagipula dia memang sudah berpesan pada Asya dan teman-temannya agar malam ini pakaian mereka sopan saja jangan seperti malam-malam biasanya.
Dan saat itulah Zhaki datang dengan napas yang terengah-engah.
"Ada apa, Ki?" tanya Roy pada putra keduanya itu.
"Bapak ikut aja cepat!" Zhaki tak bisa menjawab karena keadaan sedang genting. Roy sendiri pun langsung pamit meninggalkan istrinya dan sang tuan rumah di sana.
"Ada apa ini?" teriak Roy cukup lantang membuat mereka yang ada di sana menatap ke arahnya yang kini telah berdiri antara Asya dan seorang pria yang Roy tidak kenali. Dia menoleh ke arah Asya dan melihat pipi gadis itu memerah.
Astaga! Apakah pria itu memukul Asya?
Zhaki juga ikut panik melihat keadaan Asya di sana. Pria itu lantas membawa Asya dibantu oleh Indah untuk sedikit menjauh dari sana.
"Maaf, Anda siapa? Kenapa Anda membuat keributan di sini?" tanya Roy masih berusaha baik. Dia tidak ingin memperkeruh suasana yang memang sepertinya sudah kacau.
"Saya Arman, Om-nya Asya," jawab Arman dengan lantang. "Dan saya ke sini untuk menjemput Asya pulang. Saya dan keluarga saya tidak mau dia menjadi wanita nakal seperti ini," lanjut Arman.
Mendengar pria itu mengatakan kata 'nakal' membuat Roy sedikit tersinggung.
"Maksud Anda apa ya? Di sini Asya cuma menyanyi bukan melakukan hal yang buruk," kata Roy menjelaskan. Dia merasa bertanggung jawab sebab dia yang memanggil Asya bekerja dengannya.
Arman tertawa remeh mendengar ucapan pria di hadapannya.
"Menyanyi di depan banyak orang, disawer, berjoget seperti orang gila, itu sudah termasuk perbuatan yang buruk, mencoreng nama baik keluarga," kata Arman benar-benar telah menyakiti hati semua pernyanyi yang ada di sana. Apakah pekerjaan mereka sehina itu sampai dikatakan mencoreng nama baik keluarga? Padahal mereka bekerja seperti itu juga untuk keluarga masing-masing.
Dan yang paling kecewa dengan ucapan Arman ya tentu saja keponakannya sendiri. Asya sampai tak bisa menahan air matanya. Sungguh hatinya sangat sakit.
"Di keluarga kami tidak pernah ada yang bekerja seperti ini. Hanya Asya saja." Arman menatap Asya penuh penghakiman dan rasa jijik. "Dia sudah tidak lebih dari seorang wanita murahan."
"Bukannya Om ini Om-nya Asya ya? Kok Om ngomongnya gitu? Emang apa hak Om menilai orang itu seperti apa?" Sungguh Zhaki sudah tidak bisa lagi menahan emosinya. Padahal pria itu sudah cukup berumur dan juga dia seorang pria tapi kenapa mulutnya bisa seluwes itu menghina keponakannya sendiri.
"Kamu anak kecil tau apa, huh?" Arman yang merasa tidak terima dibentak oleh seseorang yang muda darinya akan beranjak memukul Zhaki namun dihalangi oleh Asya.
"Om pengen aku pulang kan? Ya udah ayo kita pulang sekarang," kata Asya menarik tangan Arman lalu memanggil Luna untuk ikut dengannya.
Asya sempat menoleh ke belakang sambil bergumam maaf pada mereka semua karena telah menimbulkan keributan. Zhaki yang ditahan oleh Roy seakan ingin menyusul Asya namun wanita itu menggeleng tak membiarkan Zhaki ikut campur lagi. Ini urusan Asya dan keluarganya.
n memberitahu klo dia adalah tulang punggung kluarganya n ada utang yg harus dibayar
saran saya kalau bisa ceritanya s lanjutkan terus supaya pembaca tidak terputus untuk membaca novelnya, karena kalau suka berhenti sampai berhari hari baru muncul kelanjutan bab nya mana pembaca akan bosan menunggu,