Elle, seorang barista di sebuah kedai kopi kecil di ujung kota, tanpa sengaja terlibat perselisihan dengan Nichole, pemimpin geng paling ditakuti di New York. Nichole menawarkan pengampunan, namun dengan satu syarat: Elle harus menjadi istrinya selama enam bulan. Mampukah Elle meluluhkan hati seorang mafia keji seperti Nichole?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Absolute Rui, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 1: Pertemuan yang Tak Terduga
Hujan deras mengguyur New York sore itu. Langit kelabu menambah suram suasana kota yang sibuk. Di sebuah sudut jalan yang sepi, aroma kopi segar dari kedai kecil bernama Brew Haven menyambut siapa saja yang masuk untuk menghangatkan diri. Di balik konter, Elle sibuk dengan rutinitasnya, meracik pesanan pelanggan dengan senyuman kecil yang selalu ia sematkan meski hari terasa berat.
Namun, sore ini berbeda. Kedai itu hampir kosong kecuali seorang pria paruh baya yang sibuk dengan laptopnya. Suara lonceng di pintu masuk mengalihkan perhatian Elle. Seorang pria dengan aura mengintimidasi melangkah masuk. Rambutnya yang hitam legam terlihat sedikit basah, dan setelan hitam yang mahal membungkus tubuhnya dengan elegan. Tatapan dinginnya menyapu ruangan, membuat suasana mendadak terasa lebih berat.
"Selamat datang di Brew Haven! Ada yang bisa saya bantu?" tanya Elle, suaranya terdengar ceria meskipun hatinya sedikit was-was.
Pria itu tidak langsung menjawab. Dia berjalan mendekat ke arah konter dengan langkah mantap. "Espresso. Tanpa gula," katanya singkat, suaranya tegas namun berbisik, seperti sebuah perintah.
Elle mengangguk dan segera membuat pesanan. Tetapi, saat ia akan menyajikannya, tubuhnya sedikit tersenggol oleh seorang pria yang tiba-tiba berlari keluar dari kedai. Kopi yang baru saja dibuat tumpah ke meja, dan beberapa tetes mengenai setelan pria itu.
"Oh tidak, saya benar-benar minta maaf!" Elle panik, meraih serbet untuk membersihkan noda di setelan mahal itu.
Pria itu mengangkat tangannya, menghentikan Elle. Tatapan dingin matanya menembus jantung Elle. "Kamu tahu berapa harga setelan ini?" suaranya rendah, tapi penuh ancaman.
"Saya benar-benar minta maaf! Saya akan mengganti kerugiannya," Elle tergagap, merasa keringat dingin mulai mengalir meski udara di dalam kedai cukup dingin.
Namun, pria itu hanya tertawa kecil—tawa yang terdengar lebih mengintimidasi daripada menenangkan. "Kamu pikir uang bisa menyelesaikan semuanya? Sayangnya, hidup tidak semudah itu."
Sebelum Elle sempat merespons, pria paruh baya yang ada di sudut ruangan langsung berdiri, ekspresi wajahnya penuh ketakutan. "Tuan Nichole, saya rasa ini hanya kesalahpahaman..."
Nama itu membuat Elle membeku di tempatnya. Nichole. Pemimpin geng yang sering disebut-sebut dalam berita kriminal. Orang yang bahkan polisi pun enggan untuk berurusan dengannya.
Nichole menatap pria itu sekilas, membuatnya segera mundur tanpa suara. Dia kemudian kembali menatap Elle, yang sekarang merasa kedua kakinya lemas.
"Aku tidak suka basa-basi," ujar Nichole. "Kamu punya dua pilihan. Bayar dengan cara yang kusuka... atau bayar dengan nyawamu."
Elle hanya bisa menatapnya dengan wajah pucat. "Apa yang Anda maksud?"
Nichole menyeringai, sebuah senyuman yang lebih menyerupai ancaman. "Aku butuh seseorang untuk membantuku... menutupi beberapa urusan. Kau akan menjadi istriku selama enam bulan."
Kata-kata itu jatuh seperti petir di telinga Elle. "Apa?!"
"Tidak ada penawaran ulang," Nichole berkata sambil menyesap espresso yang baru saja dibuat Elle. "Kau punya waktu sampai besok pagi untuk memberikan jawaban."
Sebelum Elle sempat berkata apa-apa, Nichole sudah berjalan keluar, meninggalkan kedai yang sekarang terasa sunyi dan dingin.
Elle berdiri terpaku, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Hidupnya yang tenang sebagai barista kini berada di ujung tanduk, semuanya karena secangkir espresso yang tumpah.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Langit malam New York dipenuhi kilatan petir yang menyambar, menggema seperti lonceng kematian di telinga Elle. Ia masih berdiri di balik konter, menatap pintu kedai yang baru saja dibanting tertutup oleh Nichole. Kepanikan merayap di tubuhnya, melumpuhkan setiap gerak. Bagaimana mungkin hidupnya yang sederhana berubah menjadi mimpi buruk hanya dalam hitungan menit?
Pria paruh baya yang tadi menyebut Nichole langsung bergegas mendekati Elle. "Dengar," bisiknya tergesa, matanya memandang pintu seperti takut seseorang mendengar. "Kau harus hati-hati. Kalau dia bilang sesuatu, dia serius. Jangan anggap enteng."
Elle menelan ludah, lidahnya terasa kelu. "Tapi... aku tidak mengerti. Bagaimana aku bisa terlibat dalam masalah seperti ini?"
Pria itu mendesah, menatap Elle dengan campuran simpati dan ketakutan. "Nichole tidak pernah melakukan sesuatu tanpa alasan. Kau harus mengambil ini dengan serius. Aku sarankan... kalau kau ingin selamat, turuti dia."
Sebelum Elle bisa bertanya lebih lanjut, pria itu membereskan barang-barangnya dan pergi terburu-buru, meninggalkan kedai yang kini benar-benar kosong.
Di apartemen kecilnya, Elle berjalan mondar-mandir, mencoba memahami situasi yang ia hadapi. Pikirannya terus berputar. *Menikah? Dengan pemimpin geng? Untuk apa?*
Namun, setiap kali ia memikirkan kemungkinan melawan Nichole, bayangan tatapan dingin pria itu membuat bulu kuduknya meremang. Ia meraih ponselnya, mencoba mencari informasi tentang Nichole. Berita-berita kriminal muncul di layar, lengkap dengan rumor kejam dan kisah tentang orang-orang yang hilang setelah mencoba menentangnya.
"Dalam enam bulan aku bisa mati," gumamnya. "Tapi kalau aku menolak... aku juga bisa mati sekarang."
Tiba-tiba, suara ketukan keras di pintu membuat Elle melonjak. Jantungnya berdegup kencang. Siapa yang mengetuk di tengah malam seperti ini?
Dengan langkah gemetar, Elle mendekati pintu. "Siapa di sana?" tanyanya, suaranya bergetar.
"Kiriman dari Tuan Nichole," jawab suara laki-laki di balik pintu, dingin dan tanpa emosi.
Elle membuka pintu sedikit. Seorang pria besar berdiri di depan pintu, mengenakan jas hitam dan sarung tangan kulit. Ia menyodorkan sebuah amplop tebal berwarna hitam.
"Ini kontraknya. Kau punya waktu sampai pukul delapan pagi besok untuk menandatanganinya," katanya tanpa basa-basi.
Sebelum Elle sempat berkata apa-apa, pria itu sudah berbalik dan menghilang di lorong gelap.
Dengan tangan gemetar, Elle membuka amplop itu. Di dalamnya ada sebuah dokumen perjanjian pernikahan, lengkap dengan syarat dan tanda tangan Nichole yang sudah tertera. Mata Elle terhenti pada satu kalimat di bagian bawah:
*"Jika pihak kedua menolak perjanjian ini, pihak pertama berhak mengambil tindakan yang dianggap perlu."*
Elle terjatuh di sofa, menatap kontrak itu dengan ngeri. Waktu terus berjalan, dan ia tahu satu hal: tidak ada jalan keluar yang mudah dari situasi ini.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Jam dinding menunjukkan pukul 07.55. Elle duduk di kedai, amplop kontrak ada di tangannya. Udara dingin pagi itu tak mampu menenangkan pikirannya yang kacau.
Pintu kedai terbuka dengan suara nyaring. Nichole masuk, kali ini tanpa senyuman. Tatapannya langsung mengarah pada Elle.
"Keputusanmu?" tanyanya, suaranya rendah, penuh otoritas.
Elle menggigit bibirnya, mengumpulkan seluruh keberaniannya. "Jika saya setuju... apa yang akan terjadi setelah enam bulan?"
Nichole menyipitkan matanya, ekspresinya sulit ditebak. "Kau akan bebas. Dan aku akan memastikan tidak ada yang menyentuhmu lagi."
"Tapi kenapa saya?" tanya Elle, suaranya pecah. "Kenapa bukan orang lain?"
Nichole mendekat, mencondongkan tubuhnya hingga wajah mereka hampir sejajar. "Kau berbeda, Elle. Itu saja yang perlu kau tahu."
Elle menelan ludah, lalu menggeser amplop itu ke arah Nichole. "Baik. Saya setuju."
Nichole menyeringai, sebuah senyum yang dingin namun penuh kemenangan. "Bagus. Selamat datang di neraka, Elle."
...To Be Continued...
Aku membaca sampai Bab ini...alurnya bagus cuma cara menulisnya seperti puisi jdi seperti dibuat seolah olah mencekam tpi terlalu..klo bahasa gaulnya ALAY Thor...maaf ya 🙏...Kisah yg melatar belakangi LN dn itu soal cium" ketua mafia hrsnya lebih greget ngak malu"... klo di Indonesia mungkin sex tdk begitu ganas krn kita mengedepankan budaya timur..ini LN sex hrnya lbih wau....dlm hal cium mencium..ini mlah malu" meong 🤣🤣🤣🤣🤣