Alea baru mengetahui dirinya hamil saat suaminya telah pergi meninggalkannya. Hal itu di sebabkan karena sang suami yang kecewa terhadap sikapnya yang tak pernah bisa menghargai sang suami.
Beberapa bulan kemudian, mereka kembali bertemu. Suami Alea kini menjadi seorang CEO tampan dan sukses, suaminya secara tiba-tiba menemuinya dan akan mengambil anak yang baru saja dia lahirkan semalam.
"Kau telah menyembunyikan kehamilanmu, dan sekarang aku datang kembali untuk mengambil hak asuh anakku darimu,"
"Jangan hiks ... aku ... aku akan melakukan apapun, tapi jangan ambil putriku!"
Bagaimana selanjutnya? apakah Ady yang merupakan suami dari Alea akan mengembalikan putrinya pada ibu kandungnya? ataukah Ady akan mengambil putri Alea yang baru saja dia lahirkan semalam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 6: Cincin berlian
Dua bulan sudah Alea tinggal bersama sang adik, Alea pun sudah mendapat kerjaan sebagai tukang cuci di sebuah laundry. Walau gajinya tidak besar, tapi lumayan untuk kehidupan dia dengan sang adik.
"Kau mau kemana?" tanya Alea seraya menjemur baju.
Edgar yang sudah siap dengan baju pelayannya menoleh pada sang kakak yang asik menjemur baju.
"Aku akan bekerja," ujar Edgar.
"Bekerja? apa kau tidak sekolah?" heran Alea dan menghentikan kegiatannya.
Edgar tampak terdiam, Alea yang menyadari hal itu segera mendekati sang adik.
"Ada apa? kenapa kau diam seperti itu? jawab kakak, kenapa kau tidak pergi ke sekolah?" tanya Alea.
"Aku ... aku belum membayar uang sekolahku, sudah nunggak 4 bulan," lirih Edgar.
Alea terdiam sejenak, dia merasa kasihan dengan sang adik yang menunggak uang sekolah. Apalagi umur Edgar yang masih terbilang sangat muda dan butuh pendidikan.
"Berangkatlah sekolah," pinta Alea.
"Tapi bagaimana dengan bayaran sekolahku? kakak sekarang sudah tidak bekerja, lalu saat ini pekerjaanku hanya seorang penjaga toko. Kakak tau bukan jika bayaran sekolahku lumayan mahal," ujar Edgar.
Alea menghela nafasnya, dia mengelus rambut lebat sang adik dan tampaknya Edgar tak terganggu dengan itu.
"Harta yang tersisa hanya tanah rumah kakak, kakak akan menjualnya secara cepat. Dan untuk uang sekolah mu, nanti siang kakak akan mengunjungi toko perhiasan untuk menjual cincin pernikahan kakak," ujar Alea.
"Tapi kak, bukankah kakak sama sekali tidak mau menjualnya? kenapa harus dijual?" heran Edgar.
"Pendidikanmu lebih penting, sekarang ganti bajumu dan berangkatlah ke sekolah," titah Alea.
Edgar mengangguk ragu, dia kembali memasuki rumah. Sementara Alea kembali menyelesaikan jemurannya.
"Eh neng Alea, tumben masih ada disini? kemarin pas ibunya meninggal kok gak dateng sih, jadi anak kok gak berkati banget," seru seorang ibu-ibu yang melewati rumah Alea.
Alea hanya menanggapinya dengan senyum, dia tak terlalu menghiraukannya karena omongan tersebut tak perlu dirinya tanggapi. Apalagi ibu tersebut sering membicarakannya selama dia tinggal disini, dan itu sudah biasa.
"Eh bu Rumi, ngapain disini bu," ujar seorang ibu-ibu yang baru saja datang.
Seorang ibu yang bernama Rumi menatap temannya itu dengan senyum.
"Iya nih, lagi sapa anak gak tau di untung. Ibunya meninggal eh malah dia gak dateng, parah banget kan bu," ujar Bu Rumi.
"Eh iya, kemana aja si. Ibunya meninggal bukannya dateng malah gak tau kemana," ujar yang lain.
Alea memegang erat baju yang ingin kembali dirinya jemur, matanya memanas mendengar ucapan ibu itu.
"Apa kalian tidak pernah menyekolahkan mulut kalian huh? kalian menghina kakakku tapi diri kalian sendiri bergosip yang menyakiti perasaannya, ingat bu ... karma itu nyata!" ujar Edgar yang baru saja datang dan mendengar semua percakapan ibu-ibu tersebut pada sang kakak.
Akhirnya bu Rumi dan temannya itu pergi dari rumah mereka, Edgar pun mengelus bahu sang kakak agar menenangkannya.
"Tidak usah di masuki hati, mereka hanya ibu-ibu yang senang bergosip," ujar Edgar.
Alea mengangguk dan tersenyum, dia mengelus tangan sang adik yang kini tengah menguatkannya.
"Ya sudah, aku berangkat," ujar Edgar dan berpamitan pada sang kakak.
Alea menghela nafasnya, dia menyelesaikan kegiatannya dan masuk kembali ke dalam rumah. dia harus bersiap-siap untuk pergi ke toko perhiasan guna menjual cincin nya.
Berselang beberapa saat, Alea kembali.keliar rumahnya. DIa mengunci pintu dan memasukkan kunci tersebut ke tas selempangnya.
Alea pun berangkat menggunakan angkot, walau dia tidak suka tapi dirinya hanya memiliki uang untuk naik angkot karena mobilnya yang telah di sita oleh bosnya di karenakan kasus korupsi tersebut.
Saat di angkot, sedari tadi Alea menahan kekesalan akibat penumpang yang lain. Bahkan ada yang membawa ayam dan ibu-ibu yang membawa banyak belanjaan.
"Kenapa engap sekali disini," batin Alea dengan tangan yang menutup hidungnya.
Tak lama ada seorang bapak-bapak yang naik angkot, bapak-bapak itu duduk di sebelah Alea dan mengeluarkan rokok. Alea yang mencium bau asap rokok segera menutup hidungnya, dia menatap seorang bapak di sampingnya dengan kesal.
"Pak bisa gak sih jangan merokok disini!" kesal Alea.
"Eh, banyak omong lu! namanya juga angkot tempat umum. Terserah gue dong," serunya.
"Tapi saya lagi hamil pak, bahaya!" ujar Alea.
Bapak tersebut tetap acuh, dia melanjutkan acara merokoknya dan menghiraukan Alea.
Tiba-tiba saja ada seorang ibu-ibu yang merebut rokok bapak tersebut, sehingga percekcokan pun terjadi.
"Lu!"
"Pengertiannya dong pak, udah tua inget dosa!" seru ibu tersebut
AKhirnya bapak tersebut memilih turun, Alea pun bernafas lega dan mengucapkan terima kasih pada ibu tersebut.
"Makasih yah bu," tulus Alea.
"Iya sama-sama, lain kali harus galak neng. Kalau gak gitu si nengnya yang di dzolimi terus," ujar sang ibu.
"Hehe iya bu, sekali lagi terima kasih banyak," ujar Alea.
"Oh iya, si nengnya hamil berapa bulan?" tanya ibu tersebut.
"Jalan empat bulan bu," ujar Alea.
"Oh sudah besar yah, badan si nengnya kurus jangan sampai jarang makan neng. Nanti bayinya ikut kecil," nasehat sang ibu.
Tak lama angkot terhenti di depan rumah mewah, Alea yang melihat itu pun terkagum melihat rumah tersebut.
"Eh neng ibu turun duluan yah," ujar ibu tersebut.
"Gede banget yah bu rumahnya," sahut Alea.
"Ah si neng, ini mah bukan rumah ibu tapi rumah majikan ibu. Kalau gitu ibu duluan yah, hati-hati neng," ujarnya.
Alea mengangguk, tak lama angkot pun berjalan meninggalkan rumah tersebut.
Sedangkan sang ibu tadi berjalan mendekati gerbang besar. DIa melihat sosok majikannya yang menatap kepergian angkot itu dengan ekspresi wajah yang tak dapat di baca.
"Tuan muda lihat apa?" heran ibu tersebut.
"Oh itu Bi tadi kayaknya ada kenalan saya di angkot itu, cuman mungkin hanya mirip aja kali yah," ujar tuan muda tersebut yang tak lain adalah Ady.
Pria itu yang tadinya akan keluar menuju supermarket yang memang dekat dari rumahnya di kejutkan dengan angkot yang berhenti. Dan yang lebih mengejutkan pagi, dia seperti melihat Alea berada di angkot itu.
"Yang mana tuan?" bingungnya.
"Itu loh bi ani, yang di depan bibi tadi," ujar Ady.
Ibu yang bernama Ani tersebut membulatkan mulutnya, dia menunjuk arah yang tadinya angkot itu berada.
"Ooo itu, perempuan hamil itu," ujar Ani tersebut.
"Hamil?" bingung Ady.
"Iya, hamil empat bulan. Perutnya juga udah keliatan melendung gitu tuan," ujar bi Ani.
Ady mengangguk, dia yakin jika itu bukan Alea. Mungkin hanya mirip saja, yang dia tahu jika Alea belum hamil dan mana mungkin Alea naik angkot.
"Yasudah tuan, saya masuk dulu kedalam," ujar bi Ani.
Ady mengangguk, dia juga melanjutkan apa yang tadi dia tunda.
Kini Alea telah sampai di sebuah toko perhiasan, dia mendekati karyawan yang berjaga di toko perhiasan itu.
"Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?" ujarnya ramah.
"Saya ingin menjual cincin saya mbak, kira-kira laku berapa yah. Coba mbak liat dulu," ujar Alea dan menatap jari manisnya yang tersemat cincin pernikahannya dengan Ady.
Alea menatap cincin itu, mungkin ini terakhir kalinya dia melihat cincin pernikahannya itu. Dengan terpaksa Alea pun melepasnya dan memberikan cincin tersebut kepada karyawan toko itu.
Karyawan itu tampak mengerutkan keningnya, dia mendekati temannya dan membicarakan tentang cincin Alea. Alea tak mengerti, dia hanya menunggu sambil memainkan tangannya.
"Kalau saya boleh tahu, apa ada sertifikatnya mbak?" ujar karyawan itu yang telah kembali ke hadapan Alea.
"Sertifikat? itukan hanya mas biasa mbak, kok pake sertifikat segala?" bingung Alea.
"Mbak bisa lihat permata cincinnya, ini merupakan berlian asli mbak. Saya juga sudah memeriksanya dan ternyata benar, apa ini memang benar-benar milik mbak?"
"APA?! BERLIAN?!"