Park Eun-mi, seorang gadis Korea-Indonesia dari keluarga kaya harus menjalani banyak kencan buta karena keinginan keluarganya. Meski demikian tak satupun calon yang sesuai dengan keinginannya.
Rayyan, sahabat sekaligus partner kerjanya di sebuah bakery shop menyabotase kencan buta Eun-mi berikutnya agar menjadi yang terakhir tanpa sepengetahuan Eun-mi. Itu dia lakukan agar dia juga bisa segera menikah.
Bagaimana perjalanan kisah mereka? Apakah Rayyan berhasil membantu Eun-mi, atau ternyata ada rahasia di antara keduanya yang akhirnya membuat mereka terlibat konflik?
Yuk! Simak di novel ini, Kencan Buta Terakhir. Selamat membaca.. 🤓
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspa Indah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAGIAN 22
"Permisi..", Rayyan menyembulkan wajahnya di ambang pintu setelah membuka daunnya sedikit.
Wina berpaling ke arahnya seraya tersenyum.
"Ya?", sahutnya.
Rayyan kemudian masuk ke ruangan itu diikuti David.
Melihat David, Wina sontak berdiri.
"Kenalkan, ini David. Mulai besok dia akan bekerja bersamaku sebagai chef di sini. Ini Wina, asisten Eun-mi. Dia juga dari Indonesia", ucap Rayyan.
David kemudian mengulurkan tangannya yang disambut Wina dengan malu-malu. Rayyan bingung melihat sikap Wina, sungguh berbeda dengan saat pertama kali berkenalan dengannya. Dengan David, kenapa Wina terlihat seperti salah tingkah begini? Bahkan Rayyan bisa melihat dengan jelas rona di pipi Wina.
Rayyan menatap lekat wajah David seolah tak pernah benar-benar memperhatikan wajahnya. Memang, David sangat bisa dikategorikan sebagai lelaki tampan. Kalau dibandingkan dengannya, ibarat bohlam dan lampu sorot. Dan Rayyan lah bohlamnya. Mungkin lelaki seperti In-ho yang bisa dijadikan sebagai saingannya yang sepadan.
Rayyan melengos melihat kelakuan Wina. Dasar kaum hawa..
"Ayo, kukenalkan sama yang bertugas di depan", ajak Rayyan, tak tahan melihat tingkah Wina yang senyum-senyum tak karuan melihat David.
Sepeninggal keduanya, Wina buru-buru mengambil ponselnya. Dibukanya layanan videocall dan memilih salah satu nomor kontak. Farah Amalia.
Tak berapa lama, muncul tampilan seorang wanita berhijab sebayanya.
"Ada apa Win.. mau nunjukin Rayyan lagi? Atau ada perkembangan berita baru?", tanya Farah.
"Yang nomor dua say, ada perkembangan berita baru. Di sini ada chef baru, namanya David. Orangnya, OMG... Guanteng level dewa tertinggi deh pokoknya", jawab Wina heboh sendiri.
"Hah? Zeus dong. Udah ubanan plus jenggotan berarti", sahut Farah seraya terkekeh.
"Ck, memang susah ngomong sama orang kuper. Gak asik. Pokoknya nanti aku kasih lihat ke kamu deh, pasti kamu juga setuju", Wina masih bertahan.
"Iya deh.. boleh. Kamu naksir sama dia?", tanya Farah lagi.
"Ya.. gimana ya?! Mau bilang enggak, ya gak bisa juga. Jujur lho, aku tadi sampai salting gitu pas dikenalin Rayyan. Gimana enggak coba, orang yang dikenalin hi-tec gitu. Ya langsung gaptek lah akunya", sahut Wina.
Farah hanya melongo, tak mengerti hubungan istilah-istilah itu dengan pembahasan mereka. Ah, terserah Wina saja lah!
"Oke, aku tutup dulu ya. Hari ini kerjaanku lumayan banyak. Nanti kita gossiping lagi. Bye..", Wina lalu mematikan sambungan kemudian tersenyum geli sendiri saat melihat pantulan dirinya di aplikasi kamera depan sambil merapikan rambutnya.
Sementara di ruang etalase, Rayyan mengajak David duduk di set meja yang berada di pojok. Tempat yang biasa ia gunakan untuk mengamati keadaan di situ. Sekarang bukan saat yang tepat untuk memperkenalkan David secara langsung karena masih ada beberapa pembeli yang harus dilayani.
Rayyan hanya menunjuk setiap karyawan yang ada di situ sambil menyebutkan nama mereka. Sampai yang terakhir adalah Asna, sang petugas kasir tanpa ekspresi.
"Ada apa dengannya?", tanya David mendapati raut Asna yang datar.
"Abaikan saja, dia memang seperti itu dari dulu. Tapi yang jelas, dia petugas kasir yang benar-benar teliti dan tak pernah sekalipun melakukan kesalahan", sahut Rayyan.
"Benarkah? Wah, sayang sekali. Wajah secantik itu pasti sangat menawan bila tersenyum", ucap David lirih sambil terus memandangi Asna.
Rayyan menatap David heran, kenapa pula dengan temannya yang satu ini? Sejak kapan seleranya yang fashionable dan seksi, berubah menjadi hambar dan datar seperti Asna? Rayyan memang setuju kalau Asna cantik. Tapi, ekspresinya.. mana ekspresinya?
"Cindo?", tanya David.
"Mungkin, aku kurang tahu. Kata Eun-mi dia dari Palembang, jadi mungkin saja kalau dilihat dari wajah dan kulitnya", sahut Rayyan sambil membalas pesan dari In-ho yang bermaksud mengkonfirmasi jadwal belajarnya sore ini.
David malah mengerutkan dahinya.
"Palembang?", tanyanya.
"Ah, iya. Di Palembang cukup banyak orang Tionghoa", jawab Rayyan.
David kini mengangguk-angguk.
"Apa kau sudah berkemas?", ganti Rayyan yang bertanya.
"Iya, sudah. Barang-barangku tidak terlalu banyak. Hanya pakaian, gadget dan beberapa buku", sahut David, namun matanya tetap memandangi Asna.
Ada sebersit penasaran dalam hatinya terhadap wanita itu, dan itu sungguh telah membuat hatinya merasakan getaran aneh.
"Ayo, kita ke hotelmu sekarang saja. Kubantu kau mengangkut barangmu mumpung aku sedang lowong", ajaknya seraya berlalu menuju pintu ke belakang.
David mengikutinya dengan pelan, sambil tetap sesekali menatap Asna.
"Siapa ya yang tadi sama Chef Rayyan? Kamu kenal?", tanya salah seorang pelayan pada Asna.
Asna hanya menggeleng dan ia juga tak peduli. Semestanya adalah apa yang dia pilih untuk berada di kepalanya. Yang lain tak dia hiraukan.
Si pelayan hanya melengos, tapi sudah paham memang begitulah sikap Asna. Tapi satu hal yang dengan jelas dia tahu, Asna adalah orang yang perhatian dan tak segan membantu. Apalagi kalau masalah curhat, dia adalah tempat terbaik yang tak akan menghakimi. Karena dia memang hanya bersedia mendengarkan tanpa mau menanggapi, apalagi menyebarkan pada yang lain. Benar-benar tempat curhat idaman..