Kisahku Belum Usai

Setelah kejadian malam dihari pernikahan Jonathan dan Syifa, kini hari-hari keluarga Ibra justru semakin hangat dan kompak apalagi Jo dan Syifa memutuskan untuk tinggal bersama dengan ibra.

Bukannya Ibra melarang hanya saja jo dan Syifa merasa kasihan jika Ibra hanya berdua dengan Nindy, pasti rumah akan terasa sepi Syifa juga tidak keberatan jika harus tinggal bersama karena sejak dulu sudah dekat dan sangat akrab dengan papa maupun adik iparnya itu.

🧒 " Pah, terimakasih atas segala kasih sayang dan cinta yang telah papa kasih tolong izinkan jo untuk membalas kebaikan papa meskipun tidak akan pernah bisa setara dengan apa yang telah papa kasih untuk Jo dan Nindy"

🤵 " Kak, papa tidak pernah menghutangkan apapun itu untuk kamu maupun Nindy bukankah sebuah kewajiban sebagai orangtua untuk mengurus anaknya?"

🧒 : " Jo dan Syifa sudah memutuskan untuk tinggal bersama papa, tolong izinkan ya pah tidak apa-apa kan?"

🤵 : " jangan memaksakan kehendak kamu kak, sekarang kamu sudah menjadi seorang suami, bicarakan dulu dengan istrimu"

🧑 : " Syifa dan Abang akan tinggal disini pah, bersama papa dan Nindy kita akan menciptakan keluarga utuh itu bersama cucu-cucunya papa nanti yaa"

Begitulah obrolan pengantin baru dengan sang papa yang terasa begitu hangat bahkan lebih hangat dari susu dan kopi yang saat ini berada dihadapan mereka.

Setelah hari pernikahan yang ditutup dengan drama perselisihan yang akhirnya berhenti kini semuanya sudah kembali bahagia dan tentu saja dengan kegiatan masing-masing.

Tapi saat ini keluarga Ibra memiliki aturan makan pagi dan malam harus lengkap, ada waktu family time tanpa gadget setelah acara makan malam untuk saling berbagi cerita dan ternyata itu sangat mengasyikkan sekali.

Bahkan Nathan kini sering sekali ikut makan malam bersama dan berbincang, sampai-sampai Ibra menyiapkan kamar untuk Nathan dirumahnya dilantai satu karena Nathan akhirnya yang ikut family time sering kemalaman Ibra yang khawatir justru meminta Nathan untuk menginap dan disambut sangat bahagia oleh Nathan.

🌟

" Sayang, jangan lari nanti jatoh loh" suara Nathan terdengar sangat khawatir dengan langkah yang tergesa-gesa.

" Mas, aku gapapa aduh capek banget" kini Nindy duduk dengan mengatur nafasnya yang tersengal.

Pagi ini Nathan dan Nindy kembali berkencan dipantai, selalu ada tempat dan cara baru untuk pasangan kekasih ini dalam membagi waktu dan tentu saja untuk membicarakan tentang hubungan mereka kedepannya, bagaimana perasaannya saat ini, apa yang harus diperbaiki agar tidak ada saling memendam perasaan yang akan menjadi bom waktu satu waktu nanti.

" Minum dulu sayang, ya ampun girang banget sampe lari-lari Mulu heran siapa yang ngejer sih sayang" Nathan sebenernya ingin sekali marah tapi bukan itu solusi yang baik bukan?.

" Hehe maaf yaa sayangkuuu" Nindy mencubit gemas kedua pipi Nathan yang menggembung seperti ikan buntal.

" Terus aja begitu kalau lagi ada maunya" Nathan terus saja mengoceh yang membuat Nindy merasa senang.

Greeppppppp.....

Tanpa terbaca gerakan Nindy langsung membungkam mulut Nathan tanpa harus adegan mesum, kini tubuh Nindy dan Nathan saling mendekap satu sama lain yang tentu saja membuat Nathan langsung menghentikan ucapannya.

" Curang banget ini panitia bumi" Nathan mencubit gemas hidung mungil Nindy yang kini sedang menatap wajahnya.

" Aku sayang mas, sayang, sayang, sayang, sayang" ucap Nindy yang terlihat sangat manja berbeda dengan awal-awal mereka dekat.

" Aku juga lebih lebih sayangnya sama Nindy yang paling cantik ini" adegan romantis terus saja gencar di berikan satu sama lain.

" Aku tidak takut jika orang yang aku sayang diambil orang karena iri, tapi aku selalu takut jika nanti orang yang aku sayang harus kembali kepada Tuhan. Bagaimana dengan perjalanan hidup aku kedepannya, bagaimana jika aku kesepian, bagaimana jika aku sedang sedih?"

Begitulah Nindy yang sering sekali melamun, apalagi jika sudah bertemu dengan Amel dan Clara hidup Nindy seperti kosong.

" Sayang..." rengek Nathan yang kini berubah menjadi seorang toodler.

" Hmmm" Nindy sengaja mengerjai kekasihnya itu dengan hanya menjawab seadanya.

" Nikah yuk..."

Plak......

Pukulan dilengan kiri Nathan begitu renyah terdengar, Nindy langsung menatap wajah Nathan yang kini tanpa merasa berdosa.

" Kok dipukul sih sayang, ya ampun kamu ga sayang aku yaa" Nathan kembali berdrama ria, seperti itulah siklus obrolan Nathan dan Nindy sebentar lagi juga akan berubah posisi.

" Kalau ngantuk tuh tidur bukan ngigo, ngajak nikah udah kaya ngajak beli batagor didepan komplek aja sih mas" jurus terjitu keluar dari mulut Nindy yang kini semangat untuk mengomel ria.

" Kok ngigo sih, aku serius sayang kita kerja udah, usia matang udah, nunggu kak Jo sama kak Syifa nikah udah apalagi coba yang? Iya kan?" Nathan masih saja terus usaha meyakinkan Nindy.

" Ya tapi masa kaya gini sih mas ngajakin nikah, yang bagusa dikit gitu biar kaya orang-orang" sebenarnya Nindy tahu jika Nathan sudah meminta izin kepada kedua kakaknya dan juga sang papa, hanya saja Nindy menutupi rasa gugupnya kali ini.

" Jadi gimana kalau aku ajakin nikah mau gak?" Nathan sengaja memaksa Nindy untuk menjawab karena sudah memiliki rencana baru tanpa Nindy ketahui.

" Mas ihh bener-benar yaa, ya menurut kamu aja selama ini aku dideketin kamu dengan berbagai tingkah modus kamu aku terima-terima aja terus sekarang kamu tanya lagi? Sia-sia banget kalau udah pdkt, pacaran tapi masih diragukan" terpancing emosi akhirnya Nindy menaikan sedikit nada bicaranya.

" Nadanya turunin sayang, engga lagi nyanyi kok kita lagi ngobrol aja ini" Nathan belum puas menggoda Nindy.

Sebenarnya Nathan tidak mempermasalahkan apapun yang terjadi dengan masalalu Nindy, hanya saja memang Nindy lebih banyak merasa tidak enak dan sepertinya memiliki sedikit beban jika diperlakukan baik ada rasa takut yang dia rasakan.

Wajar sekali mengingat selama ini dirinya tidak diperlakukan adil oleh sang ibu kandung, selalu disuruh mengalah, bahkan apapun yang dia miliki akan diambil paksa jadi wajar sekali jika Nindy sampai saat ini merasa takut kehilangan sehingga sulit untuk meyakinkan diri saat memulai sesuatu yang baru.