NovelToon NovelToon
Setitik Pelita Di Kegelapan

Setitik Pelita Di Kegelapan

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir
Popularitas:7k
Nilai: 5
Nama Author: Askara Senja

Di usia yang seharusnya dipenuhi mimpi dan tawa, Nayla justru memikul beban yang berat. Mahasiswi semester akhir ini harus membagi waktunya antara tugas kuliah, pekerjaan sampingan, dan merawat kedua orang tuanya yang sakit. Sang ibu terbaring lemah karena stroke, sementara sang ayah tak lagi mampu bekerja.

Nayla hanya memiliki seorang adik laki-laki, Raka, yang berusia 16 tahun. Demi mendukung kakaknya menyelesaikan kuliah, Raka rela berhenti sekolah dan mengambil alih tanggung jawab merawat kedua orang tua mereka. Namun, beban finansial tetap berada di pundak Nayla, sementara kedua kakak laki-lakinya memilih untuk lepas tangan.

Di tengah gelapnya ujian hidup, Nayla dan Raka berusaha menjadi pelita bagi satu sama lain. Akankah mereka mampu bertahan dan menemukan secercah cahaya di ujung jalan yang penuh cobaan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Askara Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Koneksi yang Terputus

Malam itu, Nayla baru saja selesai merawat ibu dan membereskan rumah. Raka sudah tidur di kamar, lelah setelah seharian membantu. Hening. Hanya suara detak jam dinding yang terdengar. Nayla duduk di depan meja, menatap tumpukan tugas kuliah yang masih menanti. Pikiran-pikiran tentang pekerjaan sampingan yang harus diselesaikan juga menghantui benaknya. Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Ada panggilan masuk.

Nayla memeriksa layar ponsel dan melihat nama yang muncul: kak Ahmad.

kak Ahmad? Kakaknya yang tinggal di luar kota? Sudah lama sekali Nayla tidak mendengar kabar darinya. Ia mengangkat telepon dengan sedikit rasa canggung, karena hubungan mereka memang tidak begitu dekat.

“Halo, Kak Ahmad?” Nayla menyapa, suaranya terdengar agak kaku.

“Halo, Nayla! Lama nggak ngobrol,” suara kak Ahmad terdengar santai, seolah tidak ada yang berubah meski sudah lama mereka tidak berkomunikasi.

Nayla mengangguk meski di sisi telepon ia tahu bahwa kak Ahmad tidak bisa melihatnya. "Iya, Kak. Ada apa?"

Kak Ahmad tidak segera menjawab. Ada keheningan sejenak sebelum akhirnya dia melanjutkan, "Sebenarnya, aku lagi butuh bantuan nih, Nayla."

Nayla mengerutkan kening. Sudah lama sekali kak Ahmad tidak meminta bantuan. Biasanya, jika ada yang dia butuhkan, dia akan langsung menghubungi orang tuanya. Tapi, kini, menghubungi Nayla—adik perempuan yang lebih muda darinya—terasa aneh.

“Bantuan apa, Kak?” tanya Nayla, sedikit khawatir.

Ahmad terdengar sedikit canggung. “Aku… aku butuh pulsa, Nayla. Gimana, bisa bantu nggak?”

Nayla terdiam sejenak. Pulsa? Dia merasa sedikit bingung dengan permintaan ini. Kak Ahmad, kakak tertuanya, yang biasanya bekerja di luar kota, meminta bantuan untuk pulsa? Tentu saja, dia bisa membantu, tapi yang mengganjal adalah kenyataan bahwa kak Ahmad tidak menghubungi mereka selama berbulan-bulan, dan sekarang, permintaannya hanya sebatas pulsa.

Mungkin ini terlihat sepele, tapi bagi Nayla, ini adalah gambaran yang cukup besar tentang bagaimana kak Ahmad memperlakukan mereka—hanya mengingat mereka saat membutuhkan sesuatu.

“Pulsa, Kak? Ya, tentu aku bantu. Tapi kenapa nggak ngomong langsung? Apa kabar kamu? Ibu, ayah, dan Raka?” Nayla bertanya, mencoba menahan rasa kecewa yang mulai merayap.

Kak Ahmad terdiam sejenak, seolah tidak tahu bagaimana menjawab. “Eh, ya, aku baik-baik aja kok. Lagi sibuk kerja di luar kota. Cuma butuh sedikit pulsa buat nelpon dan sebagainya. Mungkin lain kali aku bisa ngobrol lebih banyak, ya?”

Nayla merasakan ada yang tidak beres, tapi ia berusaha menahan diri agar tidak terlalu emosional. “Oke, Kak. Aku kirim pulsa. Semoga semuanya lancar di sana.”

“Thanks, Nayla. Makasih banget. Nanti kita ngobrol lagi, ya,” jawab kak Ahmad, suaranya terdengar lega, namun begitu cepat mengakhiri percakapan.

Setelah menutup telepon, Nayla hanya bisa terdiam, memandangi ponselnya. Entah kenapa, perasaan kecewa yang begitu dalam menghinggapinya.Kak Ahmad, kakaknya, yang seharusnya menjadi tempat ia bisa berharap, justru hanya menghubunginya saat membutuhkan sesuatu yang sepele. Tidak ada kabar tentang bagaimana keadaan orang tua mereka, tidak ada pertanyaan tentang dirinya. Semua terasa begitu kosong.

Di satu sisi, Nayla mengerti bahwa hidup Kak Ahmad mungkin memang sibuk dengan pekerjaannya di luar kota. Namun, perasaan terabaikan itu tidak bisa dihindari. Seolah mereka hanya dipandang sebagai tempat untuk meminta bantuan saat diperlukan, bukan sebagai keluarga yang harus saling mendukung.

Dengan hati yang penuh perasaan campur aduk, Nayla memutuskan untuk tetap mengirim pulsa. Meskipun hatinya kecewa, ia tahu bahwa membantu keluarga adalah tanggung jawabnya. Ia berharap suatu saat nanti, Kak Ahmad bisa menyadari betapa besar perjuangan yang mereka hadapi di rumah—bahwa Nayla tidak hanya berjuang untuk kuliah, tetapi juga untuk merawat ibu dan ayahnya, sementara adiknya Raka masih muda dan harus menanggung beban berat.

Setelah mengirimkan pulsa tersebut, Nayla duduk kembali di meja belajarnya. Ia tahu, ia tidak bisa lagi berharap banyak pada kM Ahmad. Perjuangan ini, kali ini, akan sepenuhnya ditanggung oleh dirinya sendiri, bersama Raka.

Perasaan kesepian kembali menyelimuti Nayla, namun ia tahu, di balik semua itu, ia tidak bisa berhenti berjuang. Untuk ibunya, untuk ayahnya, untuk adiknya Raka, dan untuk dirinya sendiri. Walaupun terkadang dunia terasa begitu berat, Nayla percaya bahwa tidak ada yang lebih kuat dari seorang perempuan yang bertekad.

1
Nancy Nurwezia
emang ayahnya kemana
Padria Haleda
semangat author
Linda Ruiz Owo
Setiap adegan makin bikin penasaran, jangan berhenti thor!
Asseret Miralrio
Mantap nih cerita, semoga author terus semangat!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!