Akibat trauma masa lalu, Chaby tumbuh menjadi gadis yang sangat manja. Ia hidup bergantung pada kakaknya sekaligus satu-satunya keluarga yang peduli padanya.
Di hari pertamanya sekolah, ia bertemu dengan Pika, gadis tomboi yang mengajaknya loncat pagar. Kesialan menimpanya, ia tidak tahu cara turun. Matanya berkaca-kaca menahan tangis. Disaat yang sama, muncul pria tampan bernama Decklan membantunya turun.
Decklan itu kakaknya Pika. Tapi pria itu sangat dingin, dan suka membentak. Tatapan mengintimidasinya selalu membuat Chaby menunduk takut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22
Decklan terkejut bukan main. Kejadian itu terjadi begitu cepat sehingga ia tidak sempat melindungi Chaby disebelahnya. Ketika ia melihat gadis itu, seluruh seragamnya sudah basah dan penampilannya kacau. Ia cepat-cepat menarik Chaby kearahnya karena di lantai tempat gadis itu berdiri ada pecahan-pecahan benda yang jatuh tadi. Sementara Chaby sibuk mengucek-ngucek matanya yang perih akibat terkena kuah bakso.
"Lo nggak kenapa-napa By?" tanya Pika menatap Chaby dengan raut wajah khawatir. Bara mengambil beberapa tisue di meja dan disodorkan ke Pika buat membersihkan seragam dan bagian tubuh Chaby yang sudah basah. Ia dan Andra juga kaget dengan kejadian tiba-tiba itu. Saat melihat Chaby sedang ditangani Pika, pandangan tiga cowok itu beralih ke sih pembuat ulah.
Nana
Decklan menatap dingin ke gadis yang sekarang berdiri didepannya itu. Tatapannya tajam dan mengintimidasi, tapi Nana sudah kebal dengan sikap pria itu padanya karena sudah berkali-kali terjadi padanya. Ia memasang wajah pura-pura bersalah ke mereka, lebih tepatnya ke Decklan.
"Decklan maafin gue yah, gue nggak sengaja, nggak tahu kenapa gue tiba-tiba kepleset tadi." kata Nana berbohong. Ia memang sengaja berbuat begitu karna sudah tidak tahan melihat Decklan yang sangat perhatian pada adik kelas mereka yang entah siapa namanya itu, ia lupa.
Bara mencibir menatap Nana. Jelas sekali gadis itu sedang berbohong. Mana ada terpeleset yang seperti tadi itu.
"Bukannya lo harus minta maaf ke dia? Lihat bajunya basah semua." tukas Andra menunjuk Chaby dengan dagunya, suaranya ketus. Caper banget nih cewek, batinnya. Yang disakitin siapa minta maafnya sama siapa, ketahuan banget bohongnya. Andra mendengus keras melirik wajah munafik Nana. Di kelas semua sudah tahu kalau gadis itu selalu membully adik kelas yang mencoba mendekati Decklan, masih pake pura-pura segala lagi.
"Kalian nggak percaya sama gue?" balas Nana sengaja menunjukkan wajah terlukanya tapi dalam hati ia kesal setengah mati.
Basi. Batin Bara
Decklan akan bicara ke Nana tapi terhenti ketika mendengar suara tangisan lumayan kencang dari gadis dibelakangnya. Ia berbalik menatap Chaby yang kedua tangannya masih mengucek-ngucek matanya yang perih dengan suara tangisan seperti anak kecil.
"By, nggak usah dikucek lagi nanti bakalan tambah perih tahu." kata Pika berusaha melepaskan tangan Chaby yang menempel dimatanya tapi gadis itu malah terus merengek, membuatnya kewalahan.
"Hwaaa..,"
Chaby masih setia menangis tidak peduli dengan bujukan Pika, matanya sekarang sangat perih makanya ia tidak bisa menahan tangis.
Pika merasa bingung bagaimana caranya mengurus Chaby kalau sudah seperti ini. Ia lalu menatap bergantian tiga pria didepannya dengan ekspresi meminta pertolongan, Decklan meringis kesal lalu cepat-cepat mengambil alih posisi Pika disebelah Chaby.
"Gue urus dia, lo ambil baju ganti dan bawa ke toilet." perintahnya ke Pika yang dibalas dengan anggukan gadis itu. Pandangan Decklan beralih ke Bara dan Andra.
"Gue urus nih bocah bentar." katanya kepada dua sahabatnya itu sambil merangkul pundak gadis yang masih sesenggukan itu, membimbingnya keluar kantin. Nana mengepalkan tangannya menahan emosi, ia tidak suka melihat pria yang dia suka perhatian pada gadis lain. Pandangannya berpindah ke seisi kantin yang cukup heboh dengan kejadian barusan, sialan-sialan. Dia yang beracting, kenapa malah gadis itu yang mendapat perhatian.
"BANG VITRO, MEJA SAMA LANTAINYA NANTI DIBERSIHIN SAMA NIH CEWEK." teriak Andra ke sih penjual kantin. Tangannya menunjuk Nana. Nana menatap cowok itu tidak terima.
"Kok gue sih?" semburnya kesal.
"Kan lo yang bikin kekacauan." balas Andra masa bodoh.
"T..tapi.."
Perkataan Nana terhenti ketika Bara maju selangkah dan menatapnya tajam. Ia bisa beradu mulut dengan Andra, tapi tidak dengan Bara, pria itu bahkan lebih kejam dari Decklan membuatnya tidak berkutik.
"Iya, nanti gue bersihin." ucapnya ciut. Mau tidak mau ia harus melakukannya meski terpaksa.
***
Decklan membawa Chaby ke toilet. Ia tidak peduli mau itu toilet cewek atau cowok yang mereka masuki sekarang.
"Lepasin tangannya." gumamnya menatap Chaby yang masih setia menempelkan kedua tangannya dimatanya, tapi karena gadis itu tak kunjung mendengar, ia meraih tangan gadis itu agar terlepas dari wajahnya. sebelah tangannya berpindah memegang tengkuk Chaby dan memposisikan kepalanya didepan kran lalu membasuh wajahnya dengan air selama beberapa menit.
"Masih perih?" tanyanya lembut setelah mematikan kran dan melihat Chaby sudah bisa membuka kedua matanya.
Gadis itu mengangguk mengiyakan dan masih sesegukan akibat sisa-sisa tangisannya tadi, membuat cowok yang berdiri dijarak yang amat dekat dengannya itu tersenyum tipis. Tatapannya turun menatap seluruh penampilan gadis itu dari kepala sampai kaki kemudian merogoh hp dari sakunya dan menelpon Pika. Chaby mendengar mereka bicara ditelpon, obrolan itu lebih ke pertanyaan Decklan tentang keberadaan temannya itu, dan setelah dijawab Pika dari seberang, Decklan menutupnya sepihak. Chaby memperhatikan gerak-gerik cowok itu sejak tadi, dalam hati ia membandingkan sikap kedua kakaknya Danzel dan Galen yang sangat berbeda jauh dengan sikap Decklan memperlakukan seorang adik .
"Kenapa natap gitu?" suara rendah Decklan yang terkesan dingin membuat Chaby cepat-cepat membuang mukanya ketempat lain. Decklan menatapnya dalam dan cukup lama.
😭😭😭😭😭😭