Naura memilih kabur dan memalsukan kematiannya saat dirinya dipaksa melahirkan normal oleh mertuanya sedangkan dirinya diharuskan dokter melahirkan secara Caesar.
Mengetahui kematian Naura, suami dan mertuanya malah memanfaatkan harta dan aset Naura yang berstatus anak yatim piatu, sampai akhirnya sosok wanita bernama Laura datang dari identitas baru Naura, untuk menuntut balas dendam.
"Aku bukan boneka!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua Puluh Dua
Matahari sudah mulai meredup saat Alex melangkah dengan langkah yang berat menuju kafe kecil di pinggir jalan. Suara deru kendaraan dan tertawanya orang-orang yang sedang menikmati sore di luar jendela menyerang panca indra, namun pikirannya terfokus pada satu orang yaitu Weny. Dia ingin meminta maaf pada kekasihnya itu karena sempat meragukan wanita itu.
Beberapa hari terakhir, hubungan mereka mengalami ketegangan yang tidak biasa. Alex merasa hatinya dipenuhi rasa bersalah yang menggerogoti. Dia ingat jelas bagaimana ceritanya dimulai, satu kalimat yang melontarkan sebuah tuduhan tanpa bukti.
“Weny, aku … aku ingin bicara.” Alex menarik napas dalam-dalam saat akhirnya tiba di meja kafe. Melihat sosok Weny duduk di sana, wajahnya terlihat ragu dengan cangkir kopi yang sudah dingin di depannya.
Weny menatapnya tajam. “Apa maksudmu, Alex? Kita sudah sepakat untuk tidak membahas itu lagi.”
“Tidak, Weny. Ini penting,” kata Alex, berusaha menenangkan dirinya sendiri. Dia mengenang bagaimana kemarin membiarkan emosinya menguasai dirinya. Sudah cukup banyak kata-kata nyinyir dari sekelilingnya yang menggoda kepercayaannya tentang Weny.
“Saya tidak mencuri apa pun dari brankas mantan istrimu!” Weny menjawab dengan suara yang terputus, terlihat bingung antara kemarahan dan kesedihan.
Alex menggerakkan tangannya, mencoba mencari kata-kata yang tepat. “Aku tahu. Aku tahu ini semua karena tekanan dan rasa cemas ku. Tapi kau tahu kan betapa hal itu sangat menyakitkan bagiku juga? Aku tak bermaksud menuduh mu, tapi kau tau, cuma aku dan kamu yang tahu nomor brankas itu."
Weny menarik napas dalam-dalam, matanya mulai berkaca-kaca. “Tapi Alex, saya tidak mengerti kenapa kamu bisa berpikir seperti itu. Apa aku seburuk itu di mata mu? Walau hanya aku dan kau saja yang tau, bukan berarti kau bisa menuduhku. Bisa saja emang kau sengaja menyimpannya dan seolah menuduhku!”
“Tidak, Weny! Bagaimana mungkin aku berpura-pura begitu? Kau tau, bagaimana paniknya aku!” Alex meletakkan tangan di meja, berusaha menjelaskan. “Aku hanya … aku hanya merasa sangat tertekan setelah mengetahui semua barang-barang berharga itu hilang."
“Dan itu membuatmu berfikir bahwa aku mencurinya?” Weny menjawab dengan nada tinggi yang menunjukkan betapa terluka hatinya. “Kamu tidak percaya padaku, Alex. Itu yang lebih menyedihkan.”
Alex merasakan perasannya di dalam hatinya. Ia tahu tidak ada kata-kata yang mampu meringankan beban kesalahan yang telah dilakukannya. “Aku minta maaf, Weny. Sungguh. Aku tidak seharusnya menuduh mu seperti itu apalagi tanpa bukti. Itu sangat tidak adil.”
“Lalu apa yang ingin kamu lakukan sekarang?” Weny bertanya, suaranya mulai pelan. “Kamu sudah merusak kepercayaan-ku. Pertanyaannya sekarang, bisa kah kamu memperbaikinya?”
Alex menatapnya dalam-dalam. Bagaimana ia bisa memperbaiki semua ini? Menyadari ini adalah titik balik yang penting, dia tahu harus benar-benar membuka hatinya. “Aku akan berusaha. Jika perlu, aku akan buktikan bahwa aku memang mencintaimu dan tidak akan meragukan mu lagi.”
Dengan pelan, Weny mengangguk. “Tapi rasanya sulit, Alex. Kepercayaan itu harus didapatkan kembali.”
“Beritahu aku bagaimana caranya. Aku bersedia melakukan apa pun,” kata Alex dengan penuh pengharapan. “Kau sudah mengetahui sisi terburuk ku, sekarang berikan aku kesempatan untuk menunjukkan bahwa aku juga bisa jadi yang terbaik untukmu.”
Weny terdiam sejenak, mencari kata-kata untuk merespons. Kemarahan menguap menjadi keletihan saat ia memandang Alex. “Mungkin kita bisa mulai dengan mencoba kembali membangun komunikasi yang lebih baik. Dan tentu, jujur satu sama lain.”
“Ya, aku setuju. Dan untuk itu, aku akan berbagi semua kekhawatiranku. Tidak ada lagi rahasia. Kita harus saling mempercayai,” jawab Alex.
Pada saat itu, Weny melunak sejenak meskipun masih memiliki sedikit keraguan. “Aku ingin percaya, tetapi butuh waktu, bisa kan? Kita tidak bisa langsung kembali ke seperti semula.”
“Tidak masalah. Aku akan menunggu. Kita bisa mulai dari pembicaraan kecil, atau pergi berlibur seperti dulu.” Alex tersenyum, ingin kembali ke masa-masa saat mereka tertawa dan berbagi hal-hal kecil.
Weny tersenyum meski hatinya masih terasa penuh dengan kegalauan. “Baiklah, kita coba saja. Tapi ingat, Alex, semuanya tidak akan mudah.”
“Bersama, kita bisa melewati semua ini,” kata Alex optimis.
Seiring waktu berlalu dan setiap pertemuan menjadi babak baru bagi mereka, Alex menerapkan apa yang dijanjikannya. Meskipun sikap Weny terkadang masih terlihat dingin, Alex tidak menyerah. Dia membuktikan bahwa ia mampu jujur dan terbuka, berbagi segala hal.
***
Waktu terus berjalan. Tak terasa telah hampir enam bulan usia Darren saat ini. Naura sudah sedikit merubah wajahnya dengan operasi plastik. Dia tampak lebih cantik. Gaya berpakaian juga beda, Rasya memintanya agak sedikit lebih berani dalam berpakaian.
"Mulai besok kamu bisa kerja di perusahaan ku. Nanti kamu bawa saja Darren. Aku akan usahakan kamu dan Alex bertemu secepatnya," ucap Rasya.
Saat ini mereka bertiga sedang duduk di ruang keluarga, setelah menyantap makan malam di rumah Lina.
"Aku ikuti saja gimana maunya kamu," ujar Naura.
"Bagaimana kalau kamu tinggal di apartemen milikku yang dekat dengan perusahaan. Aku hanya sesekali menempati jika lembur dan males pulang," saran Rasya.
Lina yang sedang menggendong Darren, tampak sedikit terkejut. Dia lalu memandangi Rasya, meminta penjelasan.
"Semua agar kamu tak jauh pulang pergi ke sini. Kasihan Darren jika setiap hari harus menempuh jalan jauh. Jarak apartemen dengan perusahaan hanya satu kilo. Sehingga tak begitu memakan waktu bagimu untuk ke kantor," ucap Rasya selanjutnya.
"Apa kamu keberatan jika aku pindah ke apartemen Rasya, Lin?" tanya Naura.
Dia tak ingin mengambil keputusan sendiri. Bagaimana pun Lina banyak berjasa selama ini. Wanita itu sudah nyaman dan terbiasa atas kehadiran Naura dan putranya. Baginya Darren sudah seperti putranya sendiri.
"Jika semua itu demi kebaikan kamu, aku tak keberatan," jawab Lina.
"Dugaan ku pasti tak salah, jika Rasya membantu Naura karena ada perasaan lebih pada wanita itu. Aku ikhlas jika kamu memilih Naura, karena kamu pria yang baik dan pantas untuk mendampinginya," gumam Lina dalam hatinya.
"Atau kamu ikut denganku saja, tinggal di apartemen?" tanya Naura.
"Aku tak bisa, Naura. Apartemen itu sangat jauh dari kantorku. Aku akan menginap setiap akhir pekan," jawab Lina.
"Kalau sudah setuju, besok kamu bisa pindah apartemen dan lusa langsung bekerja. Bagaimana ...?" tanya Rasya.
"Baiklah ...." Naura menjawab singkat.
Mereka bertiga lalu bicara tentang langkah yang harus dilakukan untuk awal pembalasan yang akan Naura lakukan.
untuk weni rasain kmu bkalan di buang oleh kluarga alex.....kmu tk ubahnya sperti sampah tahu gak wen.....bau busuknya sngat mnyengat dan mnjijikan /Puke//Puke//Puke//Puke//Puke/
Lina jodoh sdh ada yng mengatur jd tetap lah 💪💪
lanjut thor 🙏
karna memang cinta tak harus memiliki
Alex selamat terkejut ya semoga jantung aman aman saja