Akibat trauma masa lalu, Chaby tumbuh menjadi gadis yang sangat manja. Ia hidup bergantung pada kakaknya sekaligus satu-satunya keluarga yang peduli padanya.
Di hari pertamanya sekolah, ia bertemu dengan Pika, gadis tomboi yang mengajaknya loncat pagar. Kesialan menimpanya, ia tidak tahu cara turun. Matanya berkaca-kaca menahan tangis. Disaat yang sama, muncul pria tampan bernama Decklan membantunya turun.
Decklan itu kakaknya Pika. Tapi pria itu sangat dingin, dan suka membentak. Tatapan mengintimidasinya selalu membuat Chaby menunduk takut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18
Decklan kembali mengecek nadi Chaby. Denyut nadinya sangat cepat. Gadis itu terlihat masih ketakutan, tapi seperti tidak menyadari keberadaan orang lain dan hanya sibuk dengan dunianya sendiri. Ia tidak mengerti kenapa gadis itu sangat ketakutan dan berubah aneh seperti itu. Sudah berbagai cara ia pakai berbicara dengan gadis itu tapi tak ada respon. Pria itu mengusap wajahnya frustasi.
Tak sampai tiga puluh menit Galen sampai. Pria itu datang bersama temannya yang diketahui Pika dan Decklan sebagai kakaknya Chaby. Decklan masih ingat pria itu pernah datang kerumahnya menjemput gadis itu.
Mereka tergesa-gesa dan terlihat jelas wajah khawatir mereka.
Danzel berlari menuju adiknya, membuat Decklan berpindah. Saat melihat kondisi Chaby, ia langsung tahu kenapa dengan adiknya. Begitu juga Galen. Pandangannya berpindah ke Bara marah.
"Lo ngapain dia?" tukasnya emosi. Bara diam saja, tapi dengan bungkamnya pria itu Galen bisa tahu jawabannya. Ia sungguh kecewa pada Bara.
Danzel menangkup wajah Chaby penuh sayang.
"Dek, ini kakak, nggak ada bakal nyakitin kamu lagi. " gumam Danzel menangkup kedua wajah Chaby untuk menatapnya. Ia tersenyum lembut pada gadis itu. Hatinya terasa sedih melihat keadaan adik tersayangnya itu. Ternyata benar, trauma masa lalu tidak bisa hilang sepenuhnya.
Chaby menatap kakaknya cukup lama. Ia masih tampak seperti orang bodoh. Danzel tersenyum menatap adiknya dan membelai pipi gadis itu lembut.
"K.. kakak?" itu adalah kata pertama yang keluar dari mulutnya setelah lebih dari sejam bungkam.
"Iya ini kakak sayang."
Tangan Chaby terangkat memegang wajah Danzel dan melihatnya lebih dekat untuk memastikan kalau pria didepannya itu memang benar kakaknya atau bukan.
Setelah memastikan pria itu benar-benar adalah kakaknya, gadis itu tiba-tiba menangis kencang dan berhambur kedalam pelukan Danzel. Tubuhnya sudah tidak gemetar lagi.
"Kakak." gumamnya disela-sela tangisnya.
Pika ikut sedih melihat Chaby yang menangis sejadi-jadinya.
"Udah yah, kakak disini sekarang. Kamu tenang, kita pulang sekarang." ucap Danzel lagi. Pandangannya berpindah ke Galen.
"Gal, lo nyetir." katanya. Galen mengangguk. Ia sempat menatap ke Bara namun merasa tak berhak marah pada pria itu, lagipula ia juga belum tahu kenapa adiknya sampai seperti ini. Pria itu mengangkat Chaby yang masih duduk di lantai dan menuntunnya keluar.
"Aku ikut boleh yah kak, aku mau nemenin Chaby." pinta Pika ke Danzel. Ia tidak punya selera lagi buat ikut acara api unggun malam ini.
Danzel menatapnya dan berpikir sebentar sebelum akhirnya mengangguk mengiyakan. Tidak ada salahnya mengijinkan gadis itu karena mereka berteman.
Galen menatap sebentar ke Bara lalu ikut keluar dari ruangan itu.
Selepas kepergian Chaby, Decklan, Bara dan Andra memilih duduk disofa ruangan itu dengan pikiran masing-masing.
"Gue tahu lo nggak suka sama tuh cewek, tapi tadi lo udah keterlaluan." ucap Andra menatap Bara.
Bara hanya diam, ada perasaan bersalah dalam hatinya. Ini pertama kalinya ia menampar seseorang dan itu membuatnya merasa menjadi seorang pengecut.
Sementara Decklan, dalam benak pria itu ia terus berpikir keras hal apa sebenarnya yang membuat Chaby berubah seperti tadi. Ia banyak membaca buku medis, dan ia tahu persis kondisi gadis itu tadi. Mungkin Chaby punya trauma masa lalu. Apa gadis itu pernah mengalami kekerasan sebelumnya? Sialan. Ia mengusap wajahnya frustasi. Kenapa ia malah jadi khawatir begini. Pria itu mencoba menenangkan pikirannya.
***
Semenjak kejadian yang terjadi pada Chaby beberapa hari lalu, Danzel tidak ke kantor sementara dan menemani adiknya di apartemen. Ia mempercayakan Galen untuk melakukan tugasnya sementara.
Semenjak peristiwa itu, Chaby sudah tidak mau ke sekolah lagi. Ia masih terbayang-bayang kejadian dua hari lalu. Danzel juga tidak mau memaksanya kalau memang adiknya tidak mau.
"Kakak."
"Mm?" Danzel menyahut.
"Kakak nggak ngerasa Chaby ngerepotin kakak?" tanya gadis itu tiba-tiba.
Danzel melepaskan buku yang dibacanya diatas meja dan menatap Chaby, mengusap kepalanya penuh sayang.
"Kok kamu mikirnya gitu?" pria itu balas bertanya.
"Mungkin sajakan kak Danzel capek ngurusin Chaby."
Danzel terkekeh. Ia mendekati adiknya dan mencium puncak kepala gadis itu.
"Kamu itu satu-satunya orang yang kakak punya didunia ini. Jadi nggak ada alasan kakak capek urusin orang yang kakak sayang." gumamnya pelan.
"Kalo kak Galen sayang nggak yah sama Chaby?" tanyanya lagi ke Danzel.
"Pastilah sayang. Kak Galen kan udah urus kamu dari kecil juga. Sayangnya ke kamu nggak beda sama sayangnya kakak ke kamu."
Chaby tersenyum senang lalu mencium pipi Danzel dan cepat-cepat menutup matanya pura-pura tidur.
Danzel tertawa kecil. Ia senang melihat Chaby yang sudah kembali ceria seperti biasa. Sebenarnya ia ingin bertanya apa yang terjadi hari itu, kenapa gadis itu bisa ketakutan seperti itu, pasti ada hal lain yang memicunya, ia ingin sekali tahu apa itu, tapi ia mengurungkan niatnya untuk bertanya. Ia tidak mau pertanyaan itu nantinya akan membuat Chaby kembali terluka.
Sementara itu di sekolah, Decklan menyadari gadis itu tidak ada. Ini sudah yang ketiga harinya ia selalu melihat Pika sendirian masuk kantin. Batinnya berpikir keras, apakah kejadian beberapa hari lalu masih membuat gadis itu takut sampai-sampai menolak sekolah?
"PIKA!"
Pika menoleh kearah panggilan itu dan melihat Andra melambai padanya. Sudah tiga hari ini ia makan dikantin kelas sebelas seorang diri. Ia sudah mulai merasa bosan karena Chaby tak kunjung masuk. Kakinya melangkah kearah panggilan tadi dengan wajah lesuh.
"Kak Andra manggil aku?" tanyanya saat sampai.
Pandangannya berpindah-pindah menatap Andra, Bara dan Decklan.
"Duduk disini aja." kata Andra. Pika berdecih.
"Bukannya orang lain nggak diijinin duduk disini?" sindir Pika sengaja menatap Decklan. Tapi sepertinya cowok itu sedang tidak mood untuk meladeninya. Pika menyadarkan dirinya sendiri, bukannya tiap hari juga mood kakak kandungnya itu selalu buruk.
"Buat lo pengecualian." balas Andra tersenyum lebar. Pika memutuskan duduk saja dengan tenang, tak mempedulikan para siswi lain yang lagi-lagi menatapnya tidak suka.
"Ngomong-ngomong, mana temen lo? Biasanya selalu berdua." tanya Andra. Ia bersama dua sahabatnya itu sudah tahu Chaby memang sudah tiga hari ini tidak masuk, tapi ia ingin memancing Pika, mungkin saja gadis itu mau cerita kenapa temannya itu belum masuk-masuk sekolah juga.
Ekspresi Pika berubah masam, Decklan dan Bara ikut memperhatikannya. Lebih tepat menunggu ia akan bilang apa.
"Chaby udah nggak mau lagi sekolah katanya."
😭😭😭😭😭😭