Ailen kaget setengah mati saat menyadari tengah berbaring di ranjang bersama seorang pria asing. Dan yang lebih mengejutkan lagi, tubuh mereka tidak mengenakan PAKAIAN! Whaatt?? Apa yang terjadi? Bukankah semalam dia sedang berpesta bersama teman-temannya? Dan ... siapakah laki-laki ini? Kenapa mereka berdua bisa terjebak di atas ranjang yang sama? Oh God, ini petaka!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
~ 21
Fredy menatap lama bangunan di hadapannya. Saat ini dia tengah berada di halaman depan apartemen tempat di mana Ailen tinggal. Fredy memutuskan untuk datang setelah Juria memberitahunya kalau Ailen sakit, jadi izin tak masuk bekerja. Dia khawatir.
"Kenapa aku merasa berat untuk datang ke kamarnya ya?" ujar Fredy seraya mend*sah panjang. "Apa yang terjadi? Aku bukan ingin melakukan sesuatu yang buruk, tapi kenapa rasanya tak nyaman sekali? Ada apa ya?"?
Mengesampingkan rasa tak nyaman yang muncul, Fredy memantapkan langkah menuju kamar Ailen. Sambil menunggu lift sampai di lantai yang dituju, dia menatap parcel buah yang dibelinya dalam perjalanan kemari. Juria bilang Ailen masih berkerabat dekat dengan monyet. Jadi dia inisiatif untuk membeli buah pisang saja.
"Semoga saja dia suka."
Ting
Pintu lift terbuka. Fredy terlihat gugup saat akan melangkah keluar dari sana. Menunggu sampai benar-benar siap, barulah dia menuju kamar Ailen kemudian mengetuk pintunya.
Tok tok tok
Ailen yang sedang duduk di sofa langsung mengerutkan kening mendengar suara ketukan pintu. Benaknya bertanya siapa yang datang berkunjung di siang bolong begini. Seingatnya dia tak membuat janji dengan siapa pun. Apa mungkin Juria?
Tok tok tok
Suara ketukan pintu kembali terdengar. Khawatir mengganggu tidur Derren, dia bergegas membukanya. Dan begitu pintu dibuka, Ailen langsung cengo melihat siapa yang datang.
(Untuk apa dokter Fredy datang kemari? Aduh, bagaimana ini. Derren bisa kesurupan nanti)
"Hai," Fredy melambaikan tangan di depan Ailen yang terlihat kaget melihat kedatangannya.
"Oh, ha-hai," Ailen balas melambaikan tangan. Gelisah, dia menoleh ke belakang memastikan apakah Derren bangun atau tidak. Sungguh, situasi ini sangat menegangkan.
"Ada apa, Ailen? Apakah seseorang bersembunyi di dalam apartemenmu? Jangan takut. Katakan saja padaku biar aku yang mengurus," bisik Fredy tanggap akan kegelisahan di diri wanita yang disukainya. Dia menangkap sinyal adanya keberadaan orang asing di kamar wanita ini.
"Bukan, tidak ada yang seperti itu, dok. Hanya ... hanya .... "
"Hanya apa?"
Ailen bingung harus menjawab apa. Dia malah menggigit bibir, takut sekaligus resah. Tak terbayangkan apa yang akan terjadi jika dokter Fredy sampai tahu kalau di kamarnya sedang berbaring seorang laki-laki yang adalah bos mereka. Dokter Fredy pasti akan berpikir macam-macam dan mengira kalau dirinya bukan wanita baik.
"Ailen, ada apa?"
"Itu ... aku baru saja mengadopsi anak kucing. Dan ... dan aku belum sempat membersihkan kotorannya. Aku malu," ucap Ailen asal membuat alasan. Hanya ide ini yang melintas di kepalanya.
"Anak kucing?"
Fredy menaikkan satu alisnya ke atas. Anak kucing macam apa yang diadopsi oleh Ailen hingga sanggup membuatnya terlihat panik? Jadi penasaran. Sebagai laki-laki dewasa, Fredy merasa ada sesuatu yang lebih mengejutkan dari sekadar kotoran anak kucing. Tetapi pantaskah jika dirinya nekat menerobos masuk ke dalam?
Gubrak
Ailen dan Fredy sama-sama menoleh ke sumber suara yang mana berasal dari kamar. Pucat pasi, itu yang terlihat di diri Ailen saat itu. Di kamar tersebut ada kucing pejantan yang mudah mengamuk jika melihatnya berdekatan dengan dokter Fredy. Dan barusan suara itu seperti menjadi pertanda kalau amarahnya mulai naik. Ailen ketakutan.
"Oya, dok. Ada urusan apa ya kau sampai jauh-jauh datang kemari?" tanya Ailen mengalihkan pembicaraan. Tak ada niat mempersilahkan dokter Fredy untuk masuk karena kakinya sudah lebih dulu melangkah keluar.
"Juria bilang kau sedang tidak enak badan, makanya izin tidak masuk kerja. Sebagai senior, aku merasa khawatir padamu. Dan ini," Fredy memberikan parcel buah pada Ailen. "Juria juga yang memberitahuku kalau kau sangat menyukai buah pisang. Terimalah,"
"Wahh, terima kasih banyak ya, dok. Aku senang sekali," pekik Ailen seketika lupa dengan keberadaan Derren begitu melihat buah pisang. Wajahnya berbinar-binar seperti mendapat harta karun.
Ada rasa bahagia yang begitu besar melihat antusias Ailen saat menerima oleh-oleh sederhana darinya. Mati-matian Fredy menahan diri untuk tidak mengelus rambutnya. Reaksi wanita ini begitu menggemaskan. Sungguh.
"Pisangnya manis sekali. Aku suka,"
"Benarkah?"
"Iya. Terima kasih banyak ya, dok. Begini saja aku sudah sangat bahagia. Hehehe,"
"Kalau begitu kapan-kapan aku akan membelikannya lagi untukmu. Aku juga ikut bahagia kalau kau merasa bahagia."
Ailen tak terlalu menanggapi ucapan dokter Fredy karena terlalu excited akan buah pisang yang sedang dia makan. Rasa manis dan juga lembut dari buah ini seperti mengalihkan dunianya. Dia lupa dengan pria posesif yang sedang tidur di kamarnya, juga tak memperhatikan pria di hadapannya yang tengah menatapnya lekat. Ailen sibuk dengan dunianya sendiri.
"Em Ailen, boleh tidak kalau aku menumpang kamar mandimu sebentar? Perutku tiba-tiba mulas. Sebentar saja. Boleh tidak?"
Hampir saja Ailen menyemburkan kunyahan buah pisang dari dalam mulut saat mendengar permintaan dokter Fredy yang ingin menumpang ke kamar mandi. Gawat. Kamar mandinya menyatu dengan kamar. Jika diijinkan masuk, sudah pasti akan melihat sosok jin yang sedang terlelap dalam mimpi. Ya Tuhan, kenapa keadaan ini begitu sulit? Alasan apa yang harus Ailen katakan?
"Tidak boleh ya?" Fredy kecewa. Sebenarnya dia tak benar-benar ingin ke kamar mandi. Hanya mengetes saja apakah di dalam kamar tersebut ada orang lain atau tidak. Dan sepertinya memang ada. Tapi siapa?
"Maaf sekali, dokter. Bukannya aku pelit, tapi kotoran kucingku sangat jelek dan bau. Sebagian juga ada di kamar mandi. Kau bisa muntah jika melihatnya," ucap Ailen bicara sekenanya.
"Oh begitu ya?"
"Jangan marah ya. Lain kali kau boleh kok menumpang di kamar mandiku. Janji,"
Seperti anak kecil, Ailen mengacungkan jari kelingking sebagai simbol mengikat janji. Dan tingkah konyol tersebut ditanggapi dengan tawa renyah oleh dokter Fredy. Mereka kemudian saling menautkan jari sebelum akhirnya tertawa bersama.
"Ya sudah kalau begitu aku pergi dulu ya. Jangan lupa habiskan pisang ini," pamit Fredy sambil tersenyum manis.
"Iya, dokter. Sekali lagi terima kasih banyak ya sudah datang menjenguk," sahut Ailen lega karena akhirnya dokter Fredy pergi juga dari sana.
Setelah basa basi sedikit, Ailen buru-buru masuk ke dalam kemudian mengunci pintu apartemen. Tubuhnya merosot ke lantai dengan punggung menyender ke pintu.
"Fyuhhh, sangat menegangkan. Aku berasa seperti sedang menyembunyikan selingkuhan. Astaga," gumam Ailen sambil mengusap keringat di kening. Sedetik setelah itu dia tersenyum seraya menatap parcel buah pisang pemberian dokter Fredy. "Manis pisang ini sama manisnya dengan sikap dan senyum dokter Fredy. Aaaa, aku terharu. Ternyata dia begitu perhatian padaku. Jadi malu,"
Wanita mana yang tidak bahagia jika mendapat perlakuan manis dari pria yang disukai. Begitu juga dengan yang dirasakan oleh Ailen. Sambil bersenandung kecil, dia berjalan menuju kamar. Melupakan fakta kalau dirinya tidak sedang sendirian di apartemen tersebut.
Grepp
"Anak kucing ya?"
***