Shiza, murid pindahan yang langsung mencuri perhatian warga sekolah baru. Selain cantik, ia juga cerdas. Karena itu Shiza menjadi objek taruhan beberapa cowok most wanted di sekolah. Selain ketampanan di atas rata-rata para cowok itu juga terlahir kaya. Identitas Shiza yang tidak mereka ketahui dengan benar menjadikan mereka menganggapnya remeh. Tapi bagaimana jika Shiza sengaja terlibat dalam permainan itu dan pada akhirnya memberikan efek sesal yang begitu hebat untuk salah satu cowok most wanted itu. Akankah mereka bertemu lagi setelah perpisahan SMA. Lalu bagaimana perjuangan di masa depan untuk mendapatkan Shiza kembali ?
“Sorry, aku nggak punya perasaan apapun sama kamu. Kita nggak cocok dari segi apapun.” Ryuga Kai Malverick.
“Bermain di atas permainan orang lain itu ternyata menyenangkan.” Shiza Hafla Elshanum
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ririn rira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cukup Unik
Candra merebahkan daksa di atas kasurnya meluruhkan segala lelah yang bergelayut. Masih menyisakan nafas tersengal usai mengayuh sepeda. Tanpa peduli bau matahari mengurung tubuhnya. Candra hanya ingin istirahat sejenak sebelum kembali bergerak. Bayang kesedihan wajah Shiza masih berputar dalam tempurung kepalanya, binar indah itu redup tenggelam dalam kaca-kaca rapuh. Helaan nafas panjang menandakan Candra begitu lelah sambil menimbang langkah selanjutnya. Pemuda itu meraih benda pipih dari laci meja di samping kasur. Sesaat menatapnya lamat, tidak ada gelembung pesan dari aplikasi hijau seperti biasanya. Rasa hampa menyusup ke dalam ruang rasa memusnahkan warna yang terisi sesaat. Berpikir sedikit lama Candra menghapus semua obrolan chat bersama Shiza.
"Candra makan dulu, Nak."
"Iya Bu aku ganti baju dulu." Candra bangkit dari tepi kasur menanggalkan pakaian yang masih melekat. Pandangannya jatuh pada botol air mineral yang masih tersegel. Senyum mengembang Shiza saat memberikannya menarik sudut bibir Candra untuk tersenyum saat teringat.
"Kenapa nggak langsung makan." Ibu Niken menuang air putih ke dalam gelas.
"Istirahat sebentar."
Ibu Niken mendekat berdiri di samping Candra. "Perkataan bapak tadi malam jangan di ambil pusing. Ibu sudah lebih kuat dari sebelumnya. Shiza anak baik begitu juga keluarganya."
Candra hanya tersenyum lalu melanjutkan makannya. Apa yang sudah jadi keputusannya maka tidak akan ia ubah dalam sekejap. Kalau ibu nya lebih kuat makan belum tentu Pak Umar.
Kilas Balik...
Empat tahun lalu...
Di kota sebelumnya Candra yang duduk dikelas tiga SMP memiliki banyak teman dari kalangan manapun. Kepribadian Candra yang baik dan ramah tidak memilih teman dekat dengannya. Sampai suatu ketika ada seorang anak laki-laki berteman akrab dengannya. Mereka sering menghabiskan waktu bersama hingga anak itu betah bersama Candra dan keluarganya. Entah kenapa anak itu menjadikan Candra dan keluarganya sebagai pelarian bila di marahi orang tuanya. Disaat hampir lulus sekolah, Candra di fitnah oleh temannya itu mencuri jam tangan sang papa saat Candra bermain disana. Candra di pukul habis-habisan karena memberikan pengaruh yang tidak baik. Melihat Candra babak belur temannya itu pucat pasi padahal jam tangan itu dia sendiri yang mencurinya karena tekanan anak-anak di lingkungannya yang sering memalak minta uang kalau tidak di berikan maka teman Candra itu akan di pukul. Karena ketahuan jam tangan hilang disaat papanya ingin memakai. Temannya langsung memasukan jam itu ke dalam tas milik Candra. Dengan bukti yang ada Candra di hakimi sendiri oleh keluarga itu. Dia di antar pulang dengan kondisi tidak baik. Ibu Niken dan Pak Umar tidak menyangka jika putranya mendapatkan perlakuan kasar dari orang tua temannya. Cibiran tetangga berdatangan sampai ibu Niken jatuh sakit. Sebab itu setelah kelulusan Keluarga Candra langsung memilih pindah.
🌷🌷🌷🌷🌷
Ryuga baru menyelesaikan makan malamnya, di dalam genggaman benda pipih miliknya tidak terlepas. Dalam aplikasi hijau terbuka room chat bersama Shiza. Senyum tanpa henti mengembang, binar bahagia tercetak jelas. Padahal isi obrolan tidak ada yang berlebihan tapi Ryuga ingin menggulung bumi saking senangnya.
"Kamu yakin, dia nggak cinta sama Shiza?" Ujar Dariel yang jengah melihat tingkah menggemaskan sahabatnya itu.
"Nggak, dari awal si Ryu sebenarnya udah ada rasa cuma ketutup gengsi aja. Karena Shiza cuek sama dia jadi rasa penasarannya besar mungkin setelah mendapatkan Shiza dia merasakan memenangkan peperangan negara." Tambah Chio
Dariel terkekeh sambil mengerjakan tugasnya. "Kalau di lihat dari tingkahnya dia jatuh cinta."
"Apalagi tadi pakai nemuin si Candra segala."
"Kalian ngomongin apa?" Ryuga merubah posisi menjadi duduk satu pun tugasnya belum ada yang dikerjakan.
"Ngomongin kamu." Chio menoleh menatap sinis.
"Aku." Ryuga menunjuk dadanya sendiri. "Kenapa ngomongin aku?"
"Kamu yakin nggak cinta sama Shiza?" Dariel bertanya serius.
"Nggak?" Dengan polosnya Ryuga menggeleng.
"Kalau nggak cinta ngapain kamu repot-repot nyamperin Candra segala ?!" Chio ingin sekali mencakar wajah sok tampan itu yang sialnya memang sangat tampan. Bahkan ia pun mengagumi ketampanan seorang Ryuga.
"Aku kesal oleh Shiza nangis pas di bentak sama si Candra. Hati mungil aku nggak terima Shiza digituin jadi jiwa-jiwa sebagai pacar mendorong aku untuk nemuin cowok itu."
Dariel dan Chio saling pandang sambil menarik nafas lelah. Kenapa dia tercipta hanya tampan dan pintar bidang akademik saja harusnya juga pintar non akademik. Ingin rasanya Dariel melepas otak Ryuga lalu mencucinya. Chio tidak bisa berkata-kata mendengar penjelasan itu.
"Sekarang 'kan kamu sudah mendapatkan Shiza terus sepeda sama perangkat game terbaru sudah ada, jadi kapan kamu putusin Shiza." Dariel mengabaikan rasa kesalnya. "Jangan terlalu lama jangan sampai Shiza berharap penuh sama hubungan kalian karena itu bisa menyakitinya."
"Nanti dulu, baru juga sebentar pacaran. Kapan lagi coba punya cewek secantik itu."
"Kalau kalian putus aku bisa deketin Shiza, aku pastikan bukan buat taruhan tapi jadi pasangan nyata di masa depan."
Hidung Ryuga kembang kempis menahan kesal, bisa-bisanya Chio berkata seperti itu. Tidak kah pemuda berwajah cantik itu memikirkan perasaannya. Ah, Ryuga merasa terluka.
"Kalau begitu aku nggak bakalan putusin Shiza. Aku nggak biarin kamu deket sama dia. Shiza cuma punya aku."
"Kaya gitu di bilang nggak cinta ?" Dariel bergumam pelan sambil melanjutkan mengerjakan tugas.
"Di putusin nanti nangis." Timpal Chio mendelik kesal.
Ryuga kembali berbaring telentang, kenapa Shiza menggemaskan sekali. Ah rasanya ia ingin menyelinap ke dalam rumah Shiza menghabiskan waktu mengobrol dan bercanda. Seprai di atas kasurnya sudah tidak berbentuk karena posisi Ryuga yang berubah-ubah.
🌷🌷🌷🌷🌷
Shiza mengisi waktu sebelum ngantuk di depan kanvas beberapa kuas berjejer rapi di sampingnya. Di kepalanya kejadian di sekolah tadi masih terngiang meski kata-kata penenang dari sang mama sudah di terima. Jari-jarinya lincah menggores kuas membentuk warna dasar. Bulu mata lentiknya berkedip cantik penuh konsentrasi. Bulan yang tergantung dinding langit menjadi objek lukisan. Hembusan angin menampar melalui jendela mengirim rasa dingin menembus pori-pori. Tapi semua itu tidak membuat Shiza terganggu karena melukis adalah bagian dunianya yang nyaman dan tenang. Segala afeksi tertuang disana, setiap goresan mengandung makna dan percampuran warna memiliki arti. Sentuhan terakhir menandakan kalau lukisan Shiza sudah selesai. Gadis itu membersihkan tangannya dari jejak cat lukis. Perasaannya sedikit ringan dan tenang.
"Aku nggak marah dan aku mencoba menempatkan diri pada situasi kamu, Candra." Gumam Shiza sambil menutup jendela ruangan lukisnya.
Gadis itu meraih ponselnya membuka room chat bersama Ryuga. Sudut bibirnya tertarik membaca gombalan pemuda itu. Ryuga cukup unik meskipun banyak menyebalkan. Bisa-bisanya ia terjebak bersama pemuda itu.