Nadira terbaring koma, di ambang batas hidup, divonis tak akan bisa pulih oleh sang dokter akibat penyakit langka yang merenggut segalanya dengan perlahan.
Di sisa-sisa kesadarannya, ia menyampaikan satu permintaan terakhir yang mengubah hidup Mira, kakaknya: menggantikan posisinya untuk menikahi Revan, seorang pria yang bahkan tak pernah Mira kenal.
Tanpa cinta, tanpa pilihan, Mira melangkah menuju pelaminan, bukan untuk dirinya sendiri, melainkan demi memenuhi permintaan terakhir Nadira. Namun, pernikahan ini lebih dari sekadar janji. Itu adalah awal dari ujian berat, di mana Mira harus berjuang menghadapi dinginnya hati Revan dan penolakan keluarganya.
Ketika Mira mencoba bertahan, kenyataan yang lebih menyakitkan menghancurkan semua: Revan melanggar janjinya, menikahi wanita lain yang memiliki kemiripan dengan Nadira, semua dilakukan di balik punggung Mira.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon WikiPix, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencari
Setelah berjalan cukup lama tanpa arah, Mira akhirnya berhenti di sebuah bangku di bawah pohon rindang.
Ia duduk termenung, menatap foto Revan dan Nadira yang tergenggam erat di tangannya.
Wajah mereka tampak bahagia, namun itu hanya mengingatkan dirinya pada kenyataan pahit yang kini ia hadapi.
"Aku sudah tak tahu harus mencari dirimu kemana lagi, Revan," gumamnya pelan, suara lirih terdengar begitu putus asa.
"Pulang, Revan. Aku tak ingin kehilangan dirimu, seperti aku kehilangan adikku."
Mira pun duduk terdiam di tempat tersebut beberapa menit, mencoba meresapi setiap kata yang baru saja keluar dari bibirnya. Rasa lelah dan cemas bercampur aduk di hatinya. Ia merasa seolah-olah dunia sedang memutarbalikkan dirinya, membuatnya kehilangan arah.
Akhirnya, dengan langkah yang berat, Mira bangkit dari bangku itu dan memutuskan untuk pulang. Setiap langkah yang ia ambil terasa semakin jauh dari harapannya, namun ia tahu tak ada pilihan lain selain terus mencari.
Namun, sesampainya di rumah, Mira tertegun. Pintu depan terbuka lebar, dan pemandangan yang menyambutnya membuat jantungnya berdegup kencang.
Rumahnya porak-poranda, segala sesuatu berantakan tanpa karuan, seperti baru saja diterjang badai. Kursi terbalik, pecahan kaca berserakan di lantai, dan beberapa barang berharga hilang dari tempatnya.
Mira berdiri terpaku di ambang pintu, mencoba memahami apa yang terjadi. "Apa ini... siapa yang melakukan ini?" bisiknya dengan suara bergetar.
Sebuah firasat buruk menyelubungi dirinya. Sesuatu yang lebih besar dari kehilangan Revan kini menanti untuk diungkap.
Mira melangkah masuk dengan hati-hati, menghindari pecahan kaca yang berserakan di lantai. Tangannya gemetar saat mencoba menyalakan lampu, tetapi saklar itu tidak berfungsi. Rumahnya terasa lebih gelap dan sunyi dari biasanya, seolah-olah ada sesuatu yang mengintai di balik bayang-bayang.
"Halo? Ada orang di sini?" panggilnya pelan, suaranya hampir tenggelam oleh degup jantungnya yang kian cepat.
Namun, hanya keheningan yang menjawab. Mira melangkah perlahan, matanya memeriksa ruangan yang porak-poranda. Rak buku di ruang tamu terbalik, lemari kecil di sudut ruangan terbuka lebar, dan isinya berserakan di lantai. Napasnya semakin berat saat ia berjalan menuju kamar, berharap menemukan petunjuk atas kekacauan ini.
Ketika pintu kamar terbuka, Mira tertegun. Foto keluarga yang biasanya menggantung rapi di dinding kini tergeletak di tempat tidur dengan bingkai patah dan gambar tercabik. Namun yang membuatnya semakin merinding adalah tulisan besar yang mencoret dinding kamar:
"Berhenti mencari atau kau akan merasakan akibat dari perbuatanmu."
Mira mundur beberapa langkah, tubuhnya gemetar hebat. Pesan itu jelas ditujukan padanya.
"Siapa... siapa yang melakukan ini?" bisiknya, nyaris tak bersuara.
Berbagai kemungkinan buruk berkelebat di pikirannya. Apakah ini berkaitan dengan hilangnya Revan? Apakah mereka yang mencarinya kini membidik dirinya juga?
Di tengah kekacauan pikirannya, terdengar suara kecil dari arah dapur, bunyi sesuatu yang jatuh ke lantai, menimbulkan dentingan tajam yang membuat Mira tersentak. Ia memutar tubuh, napasnya tertahan.
Dengan langkah perlahan, Mira mendekati dapur. Setiap derit lantai di bawah kakinya terasa seperti menggema di tengah kesunyian. Hatinya berteriak untuk segera lari, tetapi rasa penasaran dan tekadnya mengalahkan ketakutan itu.
Saat ia mengintip ke dapur, ia melihat sebuah bayangan bergerak cepat melewati jendela yang terbuka. “Hei! Tunggu!” teriak Mira, suaranya memecah keheningan malam.
Namun, sosok itu sudah menghilang dalam kegelapan. Napas Mira tersengal saat ia berjalan ke meja dapur, di mana ia menemukan sebuah amplop yang ditinggalkan. Amplop itu tampak kotor dan lusuh, seperti tergesa-gesa diselipkan. Tangannya gemetar saat ia membuka amplop tersebut. Di dalamnya, ada sebuah catatan dengan tulisan tangan kasar:
"Revan sudah memiliki pengganti. Jangan cari dia, atau kau akan menyesal."
Jantung Mira serasa berhenti. Ia jatuh terduduk di lantai, menggenggam catatan itu erat.
Pengganti? Apa maksudnya? Apakah Revan berada dalam bahaya, ataukah dia telah dipaksa ke dalam situasi yang tidak ia inginkan?
Setelah beberapa saat termenung, Mira mencoba menenangkan diri, meskipun pikirannya penuh dengan pertanyaan yang tak terjawab.
Ia tahu tidak bisa hanya diam saja. Menggenggam catatan itu erat, ia memutuskan untuk mencari tahu lebih jauh.
Ia pun memutuskan untuk pergi ke rumah Arni untuk meminta bantuannya, untuk menyelidiki hal ini.
Setelah menenangkan hati dan pikirannya, ia menyadari bahwa dirinya membutuhkan tempat yang aman untuk bermalam dan memikirkan langkah selanjutnya.
Rumahnya sudah tidak terasa seperti tempat yang aman lagi. Dengan langkah cepat, ia mengemasi beberapa barang penting ke dalam tas dan membawa catatan yang ia temukan tadi.
Pikirannya langsung tertuju pada Arni, salah satu teman yang bisa ia andalankan dalam situasi seperti ini.
Mira keluar dari rumah dengan hati-hati, memastikan tidak ada yang mengawasi. Jalan menuju rumah Arni cukup jauh, tetapi Mira memutuskan untuk menyetir sendiri agar lebih cepat sampai.
Di sepanjang perjalanan, pikirannya terus dipenuhi dengan berbagai kemungkinan buruk. Siapa sebenarnya yang meninggalkan pesan itu? Apa yang dimaksud dengan "pengganti"? Dan bagaimana semua ini berkaitan dengan Revan?
Sesampainya di rumah Arni, Mira mengetuk pintu dengan tangan gemetar. Tidak lama kemudian, pintu terbuka, dan wajah Arni yang terkejut menyambutnya.
"Mira? Kenapa malam-malam begini? Kamu ke sini, dan mengapa kamu kelihatan pucat sekali," ujar Arni khawatir.
"Aku... aku butuh tempat untuk bermalam," jawab Mira dengan suara pelan, hampir berbisik. "Ada sesuatu yang terjadi, dan aku butuh bantuanmu."
Arni mengangguk tanpa bertanya lebih lanjut. "Masuklah. Kita bicarakan di dalam," ujarnya sambil membuka pintu lebar-lebar, lalu menutupnya setelah Mira masuk.
Begitu masuk, Mira langsung menceritakan apa yang terjadi, mulai dari Revan yang belum ia temukan, kekacauan di rumahnya, hingga pesan misterius yang ia temukan. Mata Arni melebar mendengar cerita itu, dan ia segera meraih tangan Mira.
"Mira, ini serius. Kalau orang-orang itu berani masuk ke rumahmu dan meninggalkan ancaman seperti itu, berarti mereka benar-benar berbahaya," kata Arni dengan nada tegas. "Kita harus melapor ke polisi."
"Tapi aku tidak tahu apa yang harus aku katakan," jawab Mira. "Aku bahkan tidak tahu siapa mereka atau apa yang mereka inginkan."
Arni terdiam sejenak, lalu berkata, "Kalau begitu, kita mulai dari awal. Kita cari tahu siapa sebenarnya orang-orang itu dan apa hubungannya dengan Revan."
Arni mengeluarkan laptopnya dan mulai mencari informasi berdasarkan petunjuk yang Mira berikan. Sementara itu, Mira mencoba mengingat kembali setiap detail kecil yang mungkin bisa membantu.
Namun, Mira terdiam menatap kosong ke arah layar laptop Arni. Pikirannya melayang jauh ke masa lalu, mengingat pertemuan pertama dengan Revan di rumah sakit, pertemuan yang tidak di sengaja.
Ia masih ingat wajah Nadira yang pucat di atas tempat tidur rumah sakit, dengan senyuman lemah tetapi penuh harapan.
"Kak, tolong kabulkan permintaan terakhirku. Nikahilah Revan... dia orang baik. Aku ingin kamu bahagia," ujar Nadira dengan suara lirih namun penuh keyakinan.
Awalnya Mira menganggap permintaan itu hanyalah keinginan spontan seorang gadis yang sedang sakit parah. Namun, setelah kematian Nadira, kata-kata itu terus menghantui pikirannya. Dan tanpa ia sadari, permintaan itu membawa Mira dan Revan semakin dekat.
Namun kini, setelah Revan menghilang tanpa jejak, Mira merasa seolah-olah permintaan terakhir Nadira menyisakan beban yang jauh lebih besar dari yang ia duga.
Arni, yang memperhatikan Mira tenggelam dalam pikirannya, menyentuh bahu sahabatnya dengan lembut. "Mira, kau baik-baik saja?" tanyanya dengan nada khawatir.
Mira mengangguk pelan. "Aku hanya... merasa semua ini terlalu berat. Aku bahkan tidak tahu apa-apa tentang Revan. Semua yang aku tahu berasal dari cerita Nadira. Aku bahkan tidak yakin apakah aku benar-benar mengenalnya."
Arni mengerutkan kening. "Jadi, Nadira yang mempertemukanmu dengan Revan? Dan kalian menikah karena permintaan Nadira?"
Mira mengangguk lagi. "Ya. Revan tampak seperti orang yang baik, dan dia juga sangat peduli pada Nadira. Itu alasan aku menerima permintaan itu. Tapi setelah menikah, kami tidak punya banyak waktu untuk benar-benar saling mengenal. Dia selalu sibuk... dan sekarang dia hilang."
Arni menatap Mira dengan serius. "Mira, aku tahu ini mungkin terdengar aneh, tapi apa kau pernah merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh Revan? Atau mungkin sesuatu yang tidak pernah ia ceritakan tentang masa lalunya?"
Mira terdiam sejenak, mencoba mengingat. "Aku ingat dia pernah menyebut bahwa dia memiliki banyak masalah di masa lalu, tapi dia tidak pernah mau menjelaskan lebih lanjut. Dia hanya bilang kalau semuanya sudah selesai."
Arni menatap layar laptopnya lagi. "Kalau begitu, kita perlu mencari tahu lebih banyak tentang masa lalu Revan. Aku tahu ini sulit, Mira, tapi kalau kita tidak mencari tahu, kita tidak akan pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi."
Mira menghela napas, merasa berat dengan kenyataan ini.
"Baiklah," katanya akhirnya.
"Mari kita mulai dari apa yang kamu tahu. Tentang Revan, Nadira, dan apa pun yang bisa membawa kita ke jawaban."
Malam ini, mereka mulai menelusuri setiap petunjuk, mengumpulkan informasi kecil yang mungkin terlihat sepele tetapi berpotensi membuka tabir misteri ini.