Ratri Swasti Windrawan, arsitek muda yang tidak ingin terbebani oleh peliknya masalah percintaan. Dia memilih menjalin hubungan tanpa status, dengan para pria yang pernah dekat dengannya.
Namun, ketika kebiasaan itu membawa Ratri pada seorang Sastra Arshaka, semua jadi terasa memusingkan. Pasalnya, Sastra adalah tunangan Eliana, rekan kerja sekaligus sahabat dekat Ratri.
"Hubungan kita bagaikan secangkir kopi. Aku merasakan banyak rasa dalam setiap tegukan. Satu hal yang paling dominan adalah pahit, tetapi aku justru sangat menikmatinya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Komalasari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Once More with Beautiful Devil
"Singkirkan tanganmu!" Ratri menepiskan tangan Sastra dari pipinya.
"Astaga," gumam Sastra, diiringi senyum menggoda. "Baru kali ini ada yang berani menolakku."
Ratri mendelik tak suka.
"Sebenarnya, terlalu berisiko jika kita berlama-lama bicara di sini. Ayo. Sebaiknya, kita masuk," ajak Sastra. Dia meraih tangan Ratri, tanpa ada beban sama sekali.
"Sastra!" protes Ratri, seraya memukul-mukul tangan pria itu.
"Jangan bersikap begitu, Non. Apa yang kamu lakukan hanya akan menarik perhatian orang-orang," tegur Sastra. Dia terus membawa Ratri masuk, tetapi lewat pintu samping cafe.
Mau tak mau, Ratri akhirnya diam dan menurut. Dia mengikuti langkah tegap Sastra, yang tak melepaskan genggaman dari pergelangannya.
Perlahan, genggaman Sastra bergerak turun ke telapak tangan. Jarinya langsung bertaut dengan jemari Ratri. Tanpa sadar, mereka saling berpegangan erat bagai sepasang kekasih.
Desiran aneh menjalar hebat melalui aliran darah. Ratri merasakan ketenangan luar biasa. Kenyamanan yang tidak didapat dari pria manapun, yang pernah dekat dengannya. Kali ini, rasanya sungguh berbeda.
Setelah melewati bagian samping cafe, mereka tiba di bagian belakang bangunan. Di sana, ada tangga menuju lantai dua. Ratri tahu betul akan seluk-beluk bangunan tersebut, berhubung dia dan Eliana yang mendesainnya.
"Untuk apa kita kemari?" tanya Ratri bernada protes, meskipun suaranya terdengar cukup pelan.
Tiba-tiba, Sastra menghentikan langkah dekat undakan pertama anak tangga, kemudian menoleh. Dia menatap Ratri sesaat, sebelum berbalik. Gerakannya begitu cepat, menyandarkan Ratri ke dinding. Sastra mendekat, hingga embusan napasnya terdengar jelas di telinga Ratri.
Ratri yang tengah sibuk menetralkan debaran dalam dada, tak sempat melawan. Dia makin pasrah dan terbuai, ketika Sastra merapatkan tubuh, menahan agar tidak ke mana-mana. Ratri juga tak menolak, saat pria itu menyentuh mesra bibirnya. Memberikan sesuatu yang sudah sekian lama tidak dirinya rasakan.
Seketika, Ratri tersadar. Namun, dia tak kuasa menghindari. Sentuhan bibir Sastra begitu nikmat dan terlalu sayang untuk dilewatkan.
Makin lama, Ratri makin menikmati pertautan itu. Dia terlena dan sangat menyukai, saat lidah Sastra bermain di dalam mulutnya. Menggelitik langit-langit, menghadirkan rasa geli menyenangkan. Sungguh luar biasa godaan yang pria itu berikan, sehingga membuat hasrat seorang Ratri jadi terbangkitkan.
Tanpa sadar, Ratri mere•mas pelan bagian depan jaket kulit yang Sastra kenakan, demi menahan gejolak dalam dada. Dia takut terbang terlalu tinggi. Beruntung karena Sastra merangkul erat pinggangnya.
"Ah ...," de•sah Ratri pelan, setelah Sastra melepaskan pertautan manis tadi.
Sejoli itu sama-sama bernapas lega sambil beradu pandang. Tak ada sepatah kata pun yang terucap. Mereka seperti tengah mencerna makna tatapan masing-masing, di mana tergambar keinginan kuat untuk mengulangi hal serupa.
"Once more," bisik Sastra lembut, seraya menempelkan keningnya di kening Ratri.
Ratri mengangguk. Tak dihiraukannya rasa bersalah, yang berteriak mengingatkan. Ratri hanya ingin kembali menikmati sensasi indah seperti tadi. Terlebih, rasa hausnya seakan hilang dalam sekejap, setelah mendapatkan apa yang Sastra berikan.
Untuk kedua kalinya, mereka kembali berciuman dengan begitu leluasa. Kali ini, sejoli itu bahkan terlihat lebih rileks dalam melakukannya. Sastra juga mulai berani menjalarkan sentuhan ke beberapa bagian tubuh Ratri.
"Tidak. Jangan," cegah Ratri, ketika tangan Sastra hendak menyentuh area sensitifnya. "Hanya berciuman."
Sastra terdiam sejenak, sebelum tersenyum kalem. "Maaf," ucapnya pelan, tanpa mengalihkan pandangan dari paras cantik Ratri, yang terlihat begitu segar dengan rambut pendek sebahu.
"No se•x," ucap Ratri.
"Ya. No se•x," ulang Sastra setuju. "Thank you," ucapnya lagi.
"Aku ...." Ratri tak tahu harus berkata apa. Dia sadar telah masuk dalam jebakan indah Sastra.
Sastra menggeleng pelan. "Jangan merasa bersalah. Kamu justru sedang membantuku," ucap Sastra, mencoba menenangkan keresahan yang terpancar dari paras cantik Ratri.
"Membantumu?" ulang Ratri tak mengerti. "Apa maksudnya?"
"Akan kujelaskan nanti. Sekarang, ikutlah denganku," ajak Sastra, kemudian menuntun Ratri naik ke lantai dua.
Kali ini, Ratri tidak banyak membantah. Dia langsung mengikuti Sastra, hingga tiba di lantai yang dituju.
Lantai dua merupakan bagian yang sengaja dibuat untuk area bersantai pribadi. Di sana, ada rak kayu tidak terlalu besar, berisi deretan buku. Di bagian lain, terdapat bukaan berlapis karpet dari rumput sintetis
"Apakah Elia yang menata semua ini?" tanya Ratri, seraya melihat sekeliling.
"Tidak sepenuhnya," jawab Sastra, seraya melepas jaket. Dia mengambil dua kaleng soft drink, lalu memberikan satu kepada Ratri. Sastra mengajak wanita itu duduk bersama.
"Apa yang terjadi?" tanya Ratri, menatap penasaran pria tampan di hadapannya.
Namun, Sastra tidak langsung menjawab. Dia lebih dulu meneguk minuman, kemudian mengembuskan napas berat. "Apakah Elia bercerita padamu?" tanyanya balik.
Ratri mengangguk. "Seperti biasa. Dia sangat gelisah."
Sastra kembali meneguk minumannya. "Aku mengambil keputusan seperti itu bukan tanpa alasan," ujarnya tenang.
"Walaupun itu membuat Elia jadi berpikir buruk tentangmu?" Ratri menggeleng cukup kencang. "Dia pantas berpikir buruk tentang kekasihnya."
Mendengar ucapan Ratri, membuat Sastra tersenyum cukup lebar. "Jahat sekali," ucap pria tampan, yang kini hanya mengenakan T-shirt round neck hitam polos.
"Kamu juga membuatku jadi teman yang jahat," sesal Ratri.
"Kejahatan yang menyenangkan. Iya, kan?" Sastra menanggapi tenang. Dia bahkan menggoda Ratri dengan senyuman nakal.
Sastra menatap lembut wanita cantik berambut pendek itu, hingga membuatnya tersipu. Dia beringsut makin mendekat. "Kamu tidak terganggu dengan hubungan tanpa status?" tanyanya.
"Aku terbiasa seperti itu. Namun, dengan aturan-aturan yang harus dipatuhi. Salah satu dan yang paling penting adalah tidak ada aktivitas ranjang. Percaya atau tidak, aku tidak sembarangan dalam berhubungan intim," jelas Ratri tanpa sungkan.
"Menarik," ucap Sastra menanggapi. "Akan kucatat itu baik-baik. Semoga aku tidak lupa," guraunya.
"Hey!" Ratri melayangkan tatapan protes. "Kamu akan tahu akibatnya, jika sampai berani berbuat macam-macam," ancam wanita itu serius.
Namun, Sastra justru tersenyum tenang. Dia tak terlihat takut dengan ancaman Ratri. "Aku tidak tahu seberapa kuat setan yang menggoda, saat sedang berhadapan denganmu," ujarnya enteng.
"Sejujurnya, aku selalu memperhatikanmu setiap kali muncul di panggilan video bersama Elia. Kurasa, saat itulah setan-setan mulai memengaruhi dan menebarkan kesesatannya."
"Jadi, aku sudah menyesatkanmu?"
"Tepat sekali. You're a beautiful devil. Aku ingin bermain denganmu."
"Kamu senang bermain dengan banyak wanita?"
Sastra tidak segera menjawab. Dia menatap lekat Ratri, sebeum kembali meneguk minumannya.
"Apa kamu alergi asap rokok?" tanya pria itu.
Ratri menggeleng. "Mendiang papaku dulu perokok berat."
"Baiklah. Aku ingin merokok," ucap Sastra. Bahasa tubuhnya terlihat berbeda.
"Sebenarnya, aku sangat mencintai Elia. Akan tetapi, dia ...."
taukan ela itu pemain drama
apa prama yaa
☹️☹️
betkelas dech pokoknya
" ternyata baru kusadari sirnanya hatimu yg kau simpan untuknya
aku cinta kepadamu,aku rindu dipelukmu
namun ku keliru t'lah membunuh cinta dia dan dirimu... oh...ohh..ohhh"
😅😅😅😘✌
jangan2 emaknya ratri ibu tirinya sastra...