"Kalau kamu tetap enggak izinin aku menikah lagi, ... aku talak kamu. Kita benar-benar cerai!"
Dwi Arum Safitri atau yang akrab dipanggil Arum, terdiam membeku. Wanita berusia tiga puluh tahun itu benar-benar sulit untuk percaya, Angga sang suami tega mengatakan kalimat tersebut padahal tiga hari lalu, Arum telah bertaruh nyawa untuk melahirkan putra pertama mereka.
Lima tahun mengabdi menjadi istri, menantu, sekaligus ipar yang pontang-panting mengurus keluarga sang suami. Arum bahkan menjadi tulang punggung keluarga besar sang suami tak ubahnya sapi perah hingga Arum mengalami keguguran sebanyak tiga kali. Namun pada kenyataannya, selain tetap dianggap sebagai parasit rumah tangga hanya karena sejak menikah dengan Arum, pendapatan sekaligus perhatian Angga harus dibagi kepada Arum hingga keluarga Angga yang biasa mendapat jatah utuh menjadi murka, kini Arum juga dipaksa menerima pernikahan Angga.
Angga harus menikahi Septi, kekasih Andika-adik Angga yang memilih minggat setelah menghamili. Yang mana, ternyata Septi mau dinikahi Angga karena wanita muda itu juga mencintai Angga.
Lantas, salahkah Arum jika dirinya menolak dimadu? Dosakah wanita itu karena menjadikan perceraian sebagai akhir dari pengabdian sekaligus kisah mereka? Juga, mampukah Arum membuktikan dirinya bisa bahagia bahkan sukses bersama bayi merah tak berdosa yang telah Angga dan keluarganya buang hanya karena ia tetap memilih perceraian?
🌿🌿🌿
Follow Instagram aku di : @Rositi92
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14 : Jerat Hukum Untuk Angga
Tidak, ... tidak. Agenda bogem yang Angga lakukan hanya ada di bayangan pria itu. Angga masih waras dan ia masih meredam rasa cemburunya. Sebab kabar talaknya pada Arum, juga rencana pernikahannya dan Septi saja sudah membuatnya mendapat teguran di tempat kerja. Mereka yang mungkin baper dengan kasus Angga, sampai membawa urusan tersebut ke tempat kerja Angga. Angga mulai mendapat julukan tak sedap dari para nasabah yang juga terang-terangan memberi tanggapan ketus kepadanya.
Arum terusik oleh kehadiran Angga yang sampai berdeham keras, sedangkan tatapannya fokus kepada Kalandra. Angga menatap Kalandra dengan sangat emosional, melebihi ketika pria itu dengan keji mendorong Arum hingga terduduk di lantai sebelum kata talak akhirnya terucap.
Tak beda dengan Arum, Kalandra juga menatap heran sekaligus aneh Angga. Pria itu menatap Arum, kemudian berganti kepada Angga biar bagaimanapun, ia memang belum mengenal Angga.
“Maaf, ... Mas ini ada kepentingan apa?” tanya Kalandra pada Angga.
“Sebenarnya ada kepentingan apa, Anda dengan istri saya? Kenapa dari kemarin, Anda rutin ke sini?” sergah Angga.
Arum syok mendengar itu. Ia refleks memelotot menatap tak percaya yang bersangkutan terlebih saat masih resmi menjadi suami istri saja, Angga tidak begitu.
“Istri yang mana? Septi maksudnya?” ucap Arum, tapi Angga langsung menatapnya dengan tatapan super tajam.
“Septi ...? Sepertinya nama itu enggak asing?” ujar Kalandra.
“Septi yang saya maksud merupakan calon istri baru Mas Angga, Mas Kala. Mas Angga ini mantan suami saya, dia bapaknya Aidan. Kami bercerai karena yang bersangkutan lebih memilih Septi sekaligus keluarganya. Sementara Septi awalnya merupakan pacar adiknya Mas Angga yang sedang hamil. Namun karena adiknya Mas Angga menolak untuk bertanggung jawab dan memilih minggat, sedangkan Septi pun cinta sekaligus mau dijadikan istri kedua Mas Angga, demi rasa tanggung jawab ke keluarga, Mas Angga mau menikahinya. Anaknya masih muda, itu yang kemarin pas Mas datang, dia juga makan sama Mas Angga di warung saya,” jelas Arum menyampaikannya dengan sesantun mungkin.
Detik itu juga, Angga yang merasa tertampar dengan penjelasan Arum, menjadi kikuk. Ada rasa malu yang tiba-tiba menyelusup memasuki dadanya dan perlahan mengikis nyalinya.
“Maaf, ... yang dinamakan rasa tanggung jawab di sini, menurut Mas Angga bapaknya Aidan, bagaimana, ya?” Kalandra terheran-heran menatap pria berkulit sawo matang di hadapannya. Pria yang sempat menatapnya penuh emosional itu menjadi terlihat malu dan sampai tak berani menatapnya. Andaipun Angga menatapnya, pria itu terlihat jelas melakukannya karena terpaksa.
Menyikapi Angga dengan serius, Kalandra sampai bersedekap. Ia mengamati Angga dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tanda pengenal yang terkalung dan menghiasi dada pria tersebut mengusiknya. Baru ia ketahu, Angga terbilang memiliki pekerjaan sekaligus posisi mentereng di bank swasta yang ia ketahu lokasinya ada di dekat sana.
“Maksud Anda apa, bertanya seperti itu?” balas Angga yang malah balik bertanya. Tak beda dengan Kalandra, ia juga sampai bersedekap, menyikapi pria di hadapannya tak kalah serius. Meski jujur, kenyataannya yang akan dikuliti oleh Kalandra, membuatnya mulai merasa kehilangan rasa percaya diri.
Kalandra menghela napas dalam kemudian menggeleng tak habis pikir. “Anda yakin, bahwa Anda ini paham, kewajiban seorang suami itu apa? Mereka, para suami berkewajiban kepada dirinya sendiri, kemudian istri, anak, dan setelah itu baru ke yang lain, itu pun semampunya. Intinya, ... kewajiban seorang suami tentunya lebih harus dan memang sudah berkewajiban pada anak dan istrinya. Ini ... ya ampun, ... dengar saja rasanya sakit banget, ya. Istri baru melahirkan, dan suami malah lebih memilih orang lain. Pacarnya adik bahkan sedang hamil, ini harusnya tetap orang lain. Sebentar, ... otak saya mendadak sulit untuk mencerna bahkan percaya, seorang bapak, ... seorang papah, tega membuang anak yang merupakan darah dagingnya?”
“Saya tidak pernah membuang anak sekaligus darah daging saya. Jadi tolong, jaga ucapan Anda!” tegas Angga.
“Yakin?” tepis Arum tak terima terlebih kenyataannya tidak seperti yang Angga tegaskan.
Kalandra yang memang langsung tersentuh sekaligus prihatin dengan nasib Arum apalagi Aidan, menghela napas dalam. “Jika memang terjadi kasus penelantaran anak, laporkan ke polisi!” tegasnya.
Angga langsung terkesiap mendengarnya.
“Laporkan ke polisi biar pria tak bertanggung jawab seperti ini jera!” sergah Kalandra lagi yang kemudian menatap serius Arum sebelum akhirnya ia juga menatap Angga. “Dan saya juga penasaran, kenapa Anda jauh lebih memilih pacar adik Anda hanya karena dia sedang hamil. Itu bukan anak Anda hingga Anda nekat membuang istri dan anak Anda, kan?”
“Tolong jaga ucapan sekaligus sikap Anda!” Angga memotong ucapan Kalandra.
“KARENA JIKA IYA, JATUHNYA ADALAH PASAR PERZINAHAN!” Kalandra yang telanjur geram, tetap tak gentar. “Saya ini paling anti berurusan dengan orang seperti Anda. Yang jelas-jelas tahu salah, masih saja mengelak bahkan membela diri padahal di sini juga jelas, yang Anda korbankan anak. Jangan karena Anda menganggap saya orang asing, saya tidak berhak ikut campur. Justru saya salah jika saya hanya diam padahal saya tahu. Begini-begini saya paham hukum karena saya juga lulusan hukum.” Setelah bicara panjang lebar, Kalandra juga berkata, “Jangan karena kasus ini ada di sekitar perkampungan, lantas pihak kepolisian tidak akan menindak apalagi tidak berhak menindak. Saya jamin kasus ini akan naik jika Anda tidak memiliki itikad baik!”
Angga langsung kalah telak, tapi ia benar-benar tak terima.
“Mbak Arum, kamu sudah diberesin sama dia, mengingat dia sudah akan menikah lagi?” lanjut Kalandra memastikan.
Arum yang memang dongkol langsung menggeleng tegas. “Jangankan diberesin, dibalikin ke keluarga saya saja belum atau malah memang enggak, Mas. Ke Aidan pun gitu, blasss, sama sekali enggak ada.”
Kalandra mengangguk-angguk saking emosinya. “Baik, kalau begitu, naik saja. Mbak Arum enggak usah takut, nanti saya yang urus. Nanti biar saya langsung yang jadi pengacara Mbak!” sergahnya.
Arum langsung terdiam saking tak percayanya. Ia menatap Kalandra maupun Angga, silih berganti. Kedua pria tersebut tampak sama-sama emosi dengan permasalahan masing-masing. Kalandra karena geram pada ulah Angga, begitupun sebaliknya, Angga juga geram karena Kalandra yang berani ikut campur urusan pribadinya.
“Baik, Mas! Saya setuju dengan usul Mas. Terima kasih banyak untuk bantuannya!” tegas Arum. Demi menegakkan keadilan, demi Aidan yang memang telah dibuang bahkan oleh bapaknya sendiri, Arum sungguh mantap dengan keputusannya mumpung ada kesempatan dan ada yang mau membantunya cuma-cuma.
“Rum, ... jangan konyol kamu. Kamu bahkan tidak tahu pria ini siapa!” tegas Angga tak terima. “Lagi pula aku tetap papahnya Aidan.”
“Cuma numpang status!” tegas Arum sembari melirik sinis Angga. Pria itu berdecap kesal sembari menggeleng tak habis pikir menatapnya. “Jangan khawatir, Mas. Kasus ini enggak akan menghalang-halangi pernikahan kamu dan Septi. Kalian sangat cocok karena otak kalian sama-sama cocok. Doaku hanya satu, semoga anak itu juga bukan anak Dika! Membuang anak sendiri dan malah menafkahi anak orang lain kan ibarat anugerah rasa bonus!” tegasnya. “Namun andai itu malah anak kamu, ... aku juga akan tetap bersyukur karena dengan begitu, kamu dan Septi bisa terjerat pasal perzinaan! Nanti kalian bulan madunya di hotel prodeo!”
Kalandra yang awalnya sibuk mengeluarkan kartu nama dari saku jaket bagian dalam depan dadanya, memberikan dua kartu nama sekaligus kepada Angga maupun Arum.
“Ini kartu nama saya. Satu untuk kepentingan hukum, satu lagi untuk kepentingan pekerjaan. Pak Kusno tahu saya, dan beliau juga tahu rumah saya,” jelas Kalandra.
Mereka yang menonton, langsung terbengong-bengong menahan tegang. Namun, mereka merasa kagum pada sosok Kalandra yang langsung mereka tatap dengan tatapan takjub.
Hal yang sama juga menimpa Fajar yang awalnya hanya kepo tapi malah lemas karena biar bagaimanapun, ia andil dalam keputusan Angga yang lebih memilih menjatuhkan talak kepada Arum. Yang mana, Fajar juga menjadi pendukung terdepan rencana pernikahan Angga dan Septi.
Aku enggak ikut-ikutan, ah! Batin Fajar yang buru-buru kabur. Ia sungguh sampai agak berlari kembali ke bank tempat ia mengais rezeki tanpa mau ikut campur apalagi sampai bertanggung jawab.
Demi Aidan, demi menuntut hak Aidan sekaligus demi membuat orang seperti Mas Angga jera, aku beneran akan maju! Memenjarakan orang jahat bukan suatu kesalahan, kok. Urusan dosa, biar menjadi urusan masing-masing dengan Tuhannya! Pokoknya aku beneran mau maju! Batin Arum menggebu-gebu.
Aq padamu /Kiss/