Namaku Erikha Rein,anak kedua dari pasangan Will Rein dan Carlista Sari,kakakku bernama Richi Rein(ketua osis di smu purnama bakti,aktif di sekolah dan pastinya dia vocalis band Enew).
yah,keluarga kami sebenarnya broken karena perceraian tetapi Mami selalu ada buat kami.
Seiring waktu aku dan kakakku sangat ingin Mami bahagia karena sepertinya Mami menyimpan masa lalunya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bojone pak Lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
Satu-satu pengunjung mendatangi tempat yang saat ini menjadi pilihan untuk sekedar healing,jajan atau nongkrong.
Pesona Bukit Besar menjadi semakin indah dan menawan karena menjadi tempat satu-satunya yang masih hijau,dikelilingi gedung-gedung bertingkat.
Lista masih bertahan berada disana,apa yang membuatnya menjadi begini?Apa karena perlakuan Gasa tadi?atau karena yang lain?
Dari tempat parkir Gasa masih menunggu mantan kekasihnya,namun beberapa jam menunggu nyatanya Lista masih tetap berada disana.
Gasa memutuskan kembali ketempat semula dan berusaha mencari Lista diantara pengunjung yang lain.
Dua kali menyusuri tempat yang sama namum belum menemukan kembali Lista.
Lewat jam makan malam Lista masih belum pulang,Didi beberapa kali menghubunginya namun panggilan selalu ditolak.
Mama Haya mendekati Didi menanyakan tentang putrinya.
"Bagaimana Di?"tanya Mama.
"Ditolak Ma."jawabnya penuh gelisah.
"Apa dia menemui Gasa ya?tadi nanya sama Papa tentang tabungan dari Gasa."kata Mama.
Didi beranjak dari duduknya dan berlari menuju kekamarnya,dibukanya laci dimana istrinya menyimpan berkas milik Gasa.
"Tidak ada."lirihnya.
Didi kembali membuka ponselnya dan menghubungi Gasa,namun kali ini yang menerima Sarah.
"Ada apa Di?"tanya Sarah.
"Gasa ada?"tanya Didi.
"Sebentar,...."kata Sarah.
Didi menunggu beberapa saat namun karena tidak ada jawaban dari Gasa akhirnya Didi memutuskan sambungan ponselnya.
Didi mencoba mengingat apa yang akan dilakukan istrinya ketika sedang bersama Gasa.
"Bukit Besar."
Didi meraih kembali tas ransel dan jaket,berjalan turun dan pamit kepada Mama.
Anak-anak juga ikut panik mendengar kabar Maminya tidak bisa dihubungi.
"Papi,aku ikut."kata Richi.
Didi ingin menolak namun mulutnya benar-benar tidak bisa berucap hanya memandang dalam kedalam mata Richi dan mengangguk.
Richi langsung mengikuti langkah kaki Papinya.
Didi melajukan mobilnya menuju tempat yang diyakini,berharap istrinya ada disana.
Perjalanan membutuhkan waktu sedikit lebih lama karena masih macet.
Banyaknya pengendara motor membuat mobil harus mengalah,dihentikan mobilnya dan diberikan kepada anaknya.
"Kak,bawa mobil kearah Bukit Besar.Kamu tahukan?"tanya Didi.
Richi mengangguk dan menggeser duduknya dibelakang kemudi,sementara Didi keluar mencari ojol.
Mungkin dengan ojol akan sampai ketempat tujuan lebih cepat.
Sampai di Bukit Besar langsung dicarinya mobil milik istrinya ternyata memang masih ada.
Didi berlari kesana kemari mencari istrinya dengan perasaan khawatir.
Diujung nan jauh disana ada sebuah tenda,terlihat istrinya duduk sendiri,dimana para pedagang sudah berkemas-kemas menutup lapak mereka.
Didi berjalan mendekati istrinya,dengan langkah pelan dan mencoba untuk menghilangkan rasa khawatirnya.
Dihirupnya nafas dalam dan dilepaskan.
"Lis."panggil Didi.
Lista menoleh kearah suara yang memanggilnya,saat pandangannya beradu Lista membuang pelan pandangannya kearah lain.
"Ada apa?ngapain kamu kesini?tanya Lista.
"Lis,ini sudah malam ayo kita pulang."ajak Didi.
Didi melepas jaket yang dikenakannya dan menyelimutkan ketubuh istrinya,tanganya dingin dan wajahnya sedikit pucat.
"Apapun yang terjadi pada kalian aku gak marah sama kamu,ayo kita pulang."ajaknya lagi.
"Benarkah?apa kamu bicara jujur?apa aku bisa percaya kamu gak marah sama aku?"tanya Lista beruntun.
"Iya,benar.Karena kamu sudah membuat kami khawatir."jawab Didi.
Lista hendak memeluk suaminya namun tiba-tiba Richi memanggilnya.
Diusap air mata yang hampir menetes dan berusaha tersenyum kearah anaknya.
"Mami,lain kali ajak kami kalau mau main kesini."canda Richi karena ingin menghibur.
Lista tertawa lepas mendengar anaknya bisa menghiburnya.
Didi menggandeng tangan istrinya,berusaha membuat istrinya kembali nyaman.
Apa yang terjadi sebelumnya tidak dipedulikan,yang terpenting sekarang membawa pulang istri dan anaknya.
Meski dalam hati bertanya,sebenarnya apa kesalahan yang dilakukan istrinya sampai dia takut pulang kerumah?itukan rumah dia.
Ditepisnya semua pertanyaan yang terus mengusiknya.
Panggilan dari Richi membuyarkan lamunannya.
"Papi,pakai mobil mana?"tanya Richi.
"Ah,iya.Kakak mau pakai yang mana?"Didi balik bertanya.
"Aku pakai punya Mami aja."jawab Richi dengan memberikan kunci kepada Didi.
""Ok,Kak."kata Didi.
"Mi,mana kuncinya?"Richi meminta.
Lista membuka tas yang ditentengnya dan mengeluarkan kunci mobil miliknya.
"Aku duluan ya Pi,Mi."kata Richi.
"Hati-hati kak."jawab Didi.
Richi mengangguk dan melambaikan tangannya,berjalan kearah parkiran.
Didalam mobil Richi hanya menggelengkan kepala namun tetap tersenyum melihat ulah Maminya yang sudah membuat khawatir seluruh keluarga.
Saat menyalakan mesin Richi melihat sebuah amplop berwarna coklat.
"Apa ini?kok mirip yang Papi umpetin waktu itu.Apa Papi sama Mami berantem ya?lirihnya.
Karena penasaran Richi membuka amplop berwarna coklat tersebut,dilihatnya ada buku tabungan dan beberapa sertifikat atas nama Gasa.
"Ini milik om Gasa."
Richi merapikan kembali amplop tersebut,dan melajukan mobil dengan perlahan.
Lista lebih banyak diam saat Didi mengendarai mobilnya,karena hari sudah malam dan butuh fokus saat berkendara.
Matanya terpejam dan pelan-pelan terlelap,saat terjaga mobil sudah berada dalam garasi rumahnya.
"Yang,bangun kita sudah sampai."kata Didi menepuk pundaknya.
Lista mengusap kedua matanya dengan pelan,memastikan dengan benar bahwa mobil sudah berhenti,membenarkan posisi duduknya dan melepaskan sit beltnya.
Saat suaminya hendak membuka pintu Lista malah menarik dan memeluknya.
"Jangan bergerak,sebentar saja."katanya.
Didi mengikuti keinginan istrinya,dibalasnya dengan lembut pelukan istrinya.
"Apa sudah cukup?"tanya Didi.
"Aku gak tahu."jawab Lista.
Didi mengunci kembali pintu mobilnya dan kembali meraih tubuh istrinya.
Dicium bibir istrinya sedikit dalam,Lista membalas lebih dalam dengan meremas rambut suaminya.
Sorotan lampu mobil dari belakang membuat mereka berdua menyudahi kegiatan malam,Didi menghempaskan tubuhnya pada sandaran jok mobil,sementara Lista membenarkan hijabnya yang berantakan.
Keduanya menghirup nafas panjang dan membuangnya
Didi keluar karena melihat anaknya berjalan kearahnya dan sedikit terkejut melihat Richi membawa amplop berwarna coklat.
"Papi,baru sampai ya?tanya Richi.
"Iya Kak."jawabnya.
"Gak usah bohong Pi,tuh kancing bajunya sudah terbuka dua."kata Richi menunjuk.
Didi meraba kancing bajunya,benar sudah terbuka bagian atasnya.
Didi hanya tersenyum menghadapi anaknya yang sudah beranjak dewasa.
Sementara Lista tidak berani menampakkan wajahnya didepan anaknya
Richi memberikan amplop warna coklat kepada Didi.
"Ini milik om Gasa kenapa ada dimobil Mami ya?"tanya Richi.
Lista terkejut mendengar anaknya menyebut nama Gasa,dirapikan kembali hijabnya dan keluar dengan terburu-buru wajah paniknya membuat
Didi menarik tangannya,dan menggenggamnya erat.
Lista paham dengan cara suaminya.
"Aku masuk dulu ya."katanya.
"Iya."jawab Didi.
Lista masuk kedalam rumah dengan perasaan tidak karuan.
Suasana rumah sudah sepi dan redup,hanya lampu dapur yang masih menyala karena masih ada Mbak Lia yang bersih-bersih.
Lista langsung melempar tas yang ditentengnya diatas ranjang dan melepas baju yang menempel ditubuhnya.
Rasanya berendam menggunakan air hangat bisa kembali membuat syaraf-syaratnya bekerja kembali.
Didi membawa kembali amplop yang di berikan Richi,beruntungnya Richi tidak banyak tanya tentang apa yang ada didalamnya.
Diletakkan amplop diatas meja,dirapikan tas milik istrinya yang tergeletak diranjang.