Naira berbalik menghadap Nauval ."wah kalungnya bagus Nai ,ada huruf inisial N," Kata Naira sambil tersenyum.
"N untuk Naira, N untuk Nauval juga, jadi di mana pun kamu nanti nya akan selalu ingat sama aku Nai ," Kata Nauval sambil tersenyum.
"Bisa aja kamu Val , makasih ya, aku akan jaga baik baik Kalung ini ,"ucap Naira senang sambil memeluk Nauval.
Nauval terdiam saat Naira memeluknya,ada rasa nyaman yang dia rasa, seakan tidak mau jauh lagi dari sahabat nya itu.dia membalas pelukan itu sambil mengusap kepala Naira .
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naura Maryanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27 Surat untuk Nauval
"Untuk Nauval," tulis Naira di atas kertas, memulai surat untuk pria yang telah mengubah hidupnya. Tangannya gemetar sedikit, sebuah getaran yang diiringi oleh debar jantungnya. Sudah lama sekali dia tidak menulis surat, apalagi surat cinta. Terakhir kali, dia menulis surat untuk ayahnya, surat yang terbungkus kenangan pahit dan penyesalan.
Naira menarik napas dalam-dalam, menenangkan diri. Dia akan menulis surat ini dengan jujur, tanpa beban, dan dengan penuh cinta. Dia ingin Nauval merasakan ketulusan hatinya, memahami betapa besar pengaruhnya dalam hidupnya.
"Nauval," tulis Naira, "aku tidak tahu harus memulai dari mana. Kata-kata terasa tak cukup untuk menggambarkan semua yang ingin kuberikan padamu. Kau seperti mentari yang menerangi hari-hariku yang gelap, seperti embun pagi yang menyejukkan hatiku yang kering."
Naira terdiam sejenak, memikirkan kata-kata yang tepat. Dia ingin mengungkapkan semua yang dia rasakan, semua yang dia alami bersama Nauval. Dia ingin Nauval tahu betapa beruntungnya dia memiliki pria itu dalam hidupnya.
"Kau hadir dalam hidupku ketika aku sedang terpuruk, ketika aku hampir kehilangan harapan. Kau dengan sabar menuntunku keluar dari kegelapan, membantu ku menggali masa lalu yang kelam, dan membantuku untuk menerima semua luka yang pernah kuterima. Kau mengajariku untuk mencintai diriku sendiri, untuk memaafkan masa lalu, dan untuk menatap masa depan dengan penuh harapan."
Tangan Naira bergerak cepat di atas kertas, menorehkan setiap kata dengan penuh cinta. Dia menulis tentang pertemuan pertama mereka di taman kota, tentang senyum Nauval yang selalu menenangkan, tentang perhatiannya yang tulus, tentang kesabarannya yang tak terbatas. Dia menulis tentang semua momen berharga yang mereka lalui bersama, tentang bagaimana Nauval selalu ada untuknya, baik dalam suka maupun duka.
"Nauval," tulis Naira, "aku mencintaimu. Cintaku padamu tumbuh setiap hari, seiring dengan perjalanan kita bersama. Kau bukan hanya kekasihku, kau adalah sahabatku, saudara kandungku, dan tempatku bernaung dari badai hidup."
Naira menulis tentang masa depan, tentang mimpi-mimpi yang ingin mereka wujudkan bersama. Dia menulis tentang rumah yang ingin mereka bangun, tentang keluarga yang ingin mereka bina, tentang perjalanan yang ingin mereka lalui bersama. Dia menulis tentang segalanya, tentang semua harapan dan impian yang terukir dalam hatinya.
"Terima kasih, Nauval," tulis Naira, "terima kasih telah mencintai aku apa adanya. Terima kasih telah menjadi cahaya dalam kehidupanku. Terima kasih telah menuntunku menuju jalan yang benar. Aku mencintaimu, sekarang dan selamanya."
Naira meletakkan pena, menatap surat yang telah dia tulis. Sebuah rasa syukur memenuhi hatinya. Dia telah menuangkan semua perasaannya di atas kertas, dan dia yakin Nauval akan merasakan ketulusannya.
Dia melipat surat itu dengan hati-hati, lalu menyimpannya dalam amplop putih. Dia akan memberikan surat ini kepada Nauval besok, saat mereka bertemu lagi. Dia ingin Nauval membaca surat ini, dan merasakan cinta yang tercurah dalam setiap kata.
Naira tersenyum, perasaan bahagia menyelimuti dirinya. Dia telah menemukan cinta sejati, dan dia siap untuk menjalaninya dengan penuh keberanian dan harapan. Dia siap untuk membangun masa depan yang cerah bersama Nauval, pria yang telah mengubah hidupnya.
Senja mulai merangkak perlahan, menyapa langit dengan warna jingga lembut. Naira duduk di teras rumahnya, mengamati dedaunan yang bergoyang pelan diterpa angin. Pikirannya melayang ke pertemuannya dengan Nauval tadi siang. Senyum tipis tersungging di bibirnya, hangat dan menenangkan. Dia merasakan sebuah ketenangan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Seolah beban berat yang selama ini dia pikul perlahan terangkat, digantikan oleh rasa syukur dan harapan.
Dia menarik napas dalam-dalam, menghirup aroma tanah yang basah setelah hujan. Ingatan tentang Nauval dan pertemuan mereka di taman kota, membuat hatinya berdesir. Nauval, pria yang dengan sabar menemani dia menggali masa lalu, yang dengan tulus mencintainya apa adanya. Pria yang dengan setia berada di sisinya, menjadi sumber kekuatan dan penopang semangatnya.
"Aku akan selalu ada untukmu, Naira," kata-kata Nauval saat itu bergema di telinganya. Kata-kata itu menjadi sebuah janji, sebuah ikatan yang kuat di antara mereka. Naira merasakan sebuah keyakinan yang baru, keyakinan bahwa dia tidak sendirian. Dia punya Nauval, dan dia punya orang-orang yang mencintainya.
Dia bangkit dari duduknya, masuk ke dalam rumah. Langkah kakinya terasa ringan, penuh dengan semangat. Dia akan memulai lembaran baru dalam hidupnya. Dia akan membangun masa depan yang cerah, dengan kekuatan dan keberanian yang baru. Masa lalu, yang penuh dengan luka dan duka, telah dia kubur dalam-dalam. Sekarang, dia siap untuk menyapa masa depan dengan tangan terbuka, dengan hati yang penuh cinta dan harapan.
Naira mengambil kertas dan pena, duduk di meja belajarnya. Dia ingin menorehkan rasa syukurnya kepada Nauval, menuliskan semua perasaan yang selama ini terpendam dalam hatinya. Dia ingin Nauval tahu betapa berartinya kehadirannya dalam hidupnya, betapa besar cintanya kepada pria itu.
"Untuk Nauval," tulis Naira di atas kertas, memulai surat untuk pria yang telah mengubah hidupnya.
Keesokan harinya, Naira bertemu Nauval di kafe kecil yang sering mereka kunjungi. Nauval tampak tampan dengan kemeja putihnya yang bersih dan senyum yang selalu mampu mencairkan hatinya. Dia menyerahkan amplop putih itu kepada Nauval dengan tangan sedikit gemetar.
Nauval menerimanya dengan lembut, matanya menatap Naira dengan penuh kasih sayang. "Untukku?" tanyanya, suaranya terdengar lembut dan penuh perhatian.
Naira mengangguk, pipinya memerah. "Bacalah nanti," katanya, "di tempat yang tenang."
Sepanjang pertemuan mereka, Naira memperhatikan Nauval sesekali melirik amplop itu. Dia tampak penasaran, namun juga menghargai keinginan Naira untuk membiarkannya membacanya sendiri. Pertemuan mereka berlangsung hangat dan penuh canda tawa, seperti biasanya. Namun, ada sesuatu yang berbeda kali ini, sebuah ketegangan yang menyenangkan, sebuah antisipasi yang membuat hati Naira berdebar-debar.
Setelah pamitan, Naira kembali ke rumah dengan perasaan campur aduk. Dia cemas, sekaligus berharap. Dia berharap Nauval menyukai suratnya, berharap Nauval merasakan ketulusan hatinya. Dia berharap surat itu dapat memperkuat ikatan cinta mereka.
Sore itu, Nauval menghubunginya. Suaranya terdengar sedikit bergetar, penuh emosi. "Naira," katanya, "aku baru saja membaca suratmu." Ada jeda sejenak, seolah-olah dia sedang mengatur emosinya. "Aku… aku tak mampu berkata-kata. Suratmu… suratmu begitu indah, begitu tulus. Aku merasa… aku merasa sangat dicintai."
Naira tersenyum, air matanya menetes. "Aku senang kau menyukainya," katanya, suaranya bergetar.
"Suka? Lebih dari suka, Naira. Suratmu… itu seperti sebuah puisi, sebuah pengakuan cinta yang paling indah yang pernah kudengar. Aku merasa sangat beruntung memiliki kamu dalam hidupku." Nauval terdiam sejenak. "Aku mencintaimu, Naira. Lebih dari kata-kata yang mampu ku ungkapkan."
Percakapan mereka berlanjut hingga larut malam. Mereka membicarakan isi surat, membicarakan masa depan, membicarakan mimpi-mimpi mereka. Mereka membicarakan segalanya, dengan kejujuran dan ketulusan yang tak pernah pudar.
Malam itu, Naira tertidur dengan perasaan bahagia dan damai. Dia tahu bahwa cintanya kepada Nauval akan terus tumbuh, seiring dengan perjalanan hidup mereka bersama. Dia tahu bahwa dia telah menemukan cinta sejati, dan dia siap untuk menjalaninya dengan penuh keberanian dan harapan. Dia siap untuk membangun masa depan yang cerah bersama Nauval, pria yang telah mengubah hidupnya, pria yang telah menjadi cahaya dalam kegelapannya. Dan surat itu, surat kecil yang penuh cinta, menjadi saksi bisu perjalanan cinta mereka yang baru dimulai. Sebuah awal yang penuh harapan dan janji untuk masa depan yang indah.