Seorang remaja benama Freis Greeya hari memikul takdirnya sebagai penerus dari WIND. Untuk menghentikan pertumpahan saran dan pemberontakan yang dilakukan Para Harimau.
Ini adalah kisah cerita perjalanan Freis Greeya dalam memenuhi takdirnya sebagai seorang WIND, Sang Pengendali Angin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MataKatra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keputusan Thaos Greg
Bulan ke 3, Tahun 1248
Thaos sedang berjalan menuju ruang pertemuan yang telah ia tentukan, untuk memberikan jawaban yang telah ia janjikan kepada Frank. Selama tiga hari ini dia telah berpikir matang akan keputusan yang ia ambil, dengan menimbang segala resiko yang menunggu di kemudian hari. Yang nantinya bukan hanya berdampak pada dirinya, tapi juga pada seluruh Ras Harimau yang ada di desa ini.
Tidak beberapa lama kemudian, ia telah sampai pada ruangan yang telah di tentukan. Saat ia memasuki ruangan itu, terlihat olehnya Frank yang telah duduk di sana menantinya.
“Maaf, apa Anda menunggu lama?” katanya.
“Tidak, Tuan,” jawab Frank, “saya sendiri kelihatannya datang terlalu awal.”
“Baiklah.”
Lalu Thaos meletakkan tubuhnya di kursi yang berhadapan dengan Frank. kemudian Ia menatap mata Frank dalam-dalam. Terlihat jelas di kedua matanya raut wajah Frank yang begitu penuh harap akan jawaban yang akan di keluarkannya. Tentu saja lelaki itu berharap mendapat jawaban yang baik dari dirinya.
“Harusnya Anda mengerti, keputusan ini bukanlah keputusan yang mudah bagi saya. Karena keputusan saya ini akan mempengaruhi seluruh keluarga yang melangsungkan kehidupannya dengan damai di desa ini. Saya mengerti benar, seharusnya saya bertanggung jawab akan penyimpangan yang di lakukan oleh Ras saya di luar sana. Tapi, Anda tentulah mengerti bahwa saya, bukan, tapi kami sendiri jugalah korban dari mereka. Kami juga merupakan salah satu korban dari ketamakan Lott Greg.”
Ia berhenti sejenak sambil memperhatikan Frank yang memperhatikan perkataannya dengan sungguh-sungguh.
“Tapi setelah pembicaraan panjang saya dengan para kepala pasukan saya, dan juga putri tercinta saya. Tidaklah baik bagi kami jika harus terus menutup mata kami akan keadaan yang terjadi di luar sana. Tidaklah pantas bagi kami untuk terus membebalkan hati kami akan segala tangis dan duka yang terjadi akibat ulah dari Ras kami. Karena itu…” ia kemudian menghela nafas sejenak sebelum melanjutkan perkataannya, “kami rasa sudah sepantasnya, kami menawarkan bantuan kami kepada Kerajaan Kokki’al jika mereka benar-benar membutuhkan kami...
“Karena seperti yang telah saya ucapkan sebelumnya, tidak pantaslah bagi kami untuk terus membebalkan diri dan menutup mata dari segala tangis dan duka yang terjadi di luar sana. Kami menginginkan sebuah masa depan yang baik untuk penerus-penerus kami saat ini, anak-anak di desa ini."
Thaos berkata sambil melihat keluar, ke arah anak-anak yang sedang bermain di luar.
“Tapi biarkan kami menyiapkan semuanya terlebih dahulu sebelum ikut serta dalam penyerangan ke The Tiger Kingdom. Selain itu bisakah Anda memberitahu saya tentang situasi dan keadaan di luar sana?”
“Tentu... tentu, Tuan,” jawab Frank kepadanya, “dengan senang hati akan saya jelaskan semuanya. Saat ini Ras Half-Blood Rubah sedang berperang dengan prajurit dari The Tiger Kingdom, untuk mengusir mereka dari Kerajaan Kokki'al. Sedangkan Ras Elang saat ini tengah melakukan perlawanan melawan Ras Harimau dengan di pimpin oleh, Rivian Aaron. Yang dari beberapa kabar yang saya dengar telah beberapa kali berhasil memukul mundur para prajurit The Tiger Kingdom yang berusaha menginvasi wilayahnya. Menurut kabar yang saya dengar, ia mampu menembakkan anak panahnya dengan tepat dari jarak lima kilometer. Itulah yang membuat para pasukan The Tiger Kingdom hingga kini tidak dapat menembus barisan pertahanan pemanah milik Kerajaan Nos’aetos, yang semuanya merupakan Ras Half-blood Elang...
"Dan setelah mendengar rencana penyerangan Raja Lorrias Eleor dari Kerajaan Kokki’al, sepertinya para Ras Elang tertarik untuk ikut andil dalam rencana penyerangan The Tiger Kingdom yang akan datang. Oleh sebab itu, dengan keikut-sertaan Tuan tentu akan semakin memperkuat barisan petarung jarak dekat di kubu kita.”
“Aku harap kehadiran kami dapat membawa kebaikan bagi persekutuan Anda,” katanya menanggapi Frank.
“Tentu saja, Tuan,” kata Frank mengiyakan Thaos. Kemudian ia melanjutkan perkataannya, “bagi saya ini adalah sebuah kabar baik yang membahagiakan.”
Setelah terdiam beberapa saat, diliputi oleh rasa penasaran yang besar, Thaos akhirnya bertanya pada Frank.
“Jika saya boleh tahu, kenapa anda yang merupakan orang yang berasal dari luar Prosdimos bersedia menyukarkan diri Anda dengan perkara ini? Perkara yang berada di luar kewajiban Anda.”
Frank menjawab pertanyaannya dengan sebuah senyuman kecil, “Karena di sini saya bertemu dengan seorang gadis kecil, yang begitu ceria, yang harus kehilangan kedua orang tuanya tepat di kedua matanya. Gadis kecil yang ingin saya lindungi dengan kedua tangan saya. Dan saya ingin memberikan tempat tinggal untuknya, tempat untuk berteduh. Jika suatu saat nanti saya harus melanjutkan perjalanan saya kembali dan meninggalkannya disini. Gadis kecil yang telah menjadi bagian dalam hidup saya, yang sudah saya anggap seperti putri saya sendiri.”
Mendengar jawaban itu Thaos pun mengangukkan kepalanya kecil. Ia dapat memamahi alasan dari Frank. Ia pun akan melakukan apapun untuk putri yang dicintainya, Anya.
Setelah itu, pertemuannya dengan Frank dilanjutkan dengan membahas rencana-rencana selanjutnya yang harus di siapkan untuk ikut serta dalam rencana penyerangan terhadap The Tiger Kingdom milik Raja Lorrias Eleor dari Kerajaan Kokki’al. Pembicaraan itu terus berlangsung hingga malam tiba.
***
Dan akhirnya pembicaraannya dengan Thaos Greg berakhir sudah. Frank benar-benar bersyukur atas keputusan yang telah diambil oleh Thaos Greg. Saat ini ia sedang berjalan menuju ruangan tempat keberadaan Raya dan Elise.
Setibanya disana, ia melihat Raya yang sedang duduk berdua bersama Elise yang sepertinya sedang menanti kedatangannya.
“Bagaimana?” Elise menyergapnya dengan sebuah pertanyaan, “apa jawaban yang diberikan olehnya?”
Ia menjawab pertanyaan Elise dengan senyuman menghiasi wajahnya, “Ya, mereka bersedia ikut membantu dalam penyerangan yang akan datang.”
Terlihat raut wajah puas terpancar di wajah Raya dan Elise. Ia pun menceritakan semua yang ia bicarakan dengan Thaos kepada kedua perempuan itu.
“Benar-benar seorang lelaki yang bijak,” ujar Elise menanggapi ceritanya, “ia menyadari betul segala risiko yang harus ia dan seluruh penduduk di desa ini hadapi. Dan ia berusaha mencari jalan untuk meminimalisir segala risiko yang akan terjadi. Ia benar-benar melangkah dengan sangat hati-hati.”
“Benar,” jawabnya, “sungguh beruntung para penduduk disini memiliki pemimpin sepertinya.”
Frank pun menepuk pundak Elise dan kemudian membelai rambut Raya.
“Baiklah, sekarang lebih baik kita istirahat terlebih dahulu. Karena kedatangan kita telah membuahkan hasil yang baik, malam ini kita dapat tidur dengan tenang.”
“Kalau begitu, aku akan kembali ke kamarku, Paman… Bibi…” pamit Raya.
“Ya, Raya. Selamat malam!”
“Ya, Paman.”
***
Saat ini Zeff sedang melakukan patrolinya mengelilingi hutan di sekitar desa. Hari ini adalah hari dimana Tuan Thaos memberikan jawabannya atas ajakan utusan dari Kerajaan Kokki’al.
Dan baginya, apapun keputusan Tuannya, dengan senang hati ia akan mengikutinya. Karena apapun keputusan yang diambil Tuannya pastilah telah melalui segala pertimbangan yang matang.
Ia dapat sedikit menebak apa jawaban yang akan diberikan oleh Tuan Thaos tentang permohonan dari Frank. Sudah pasti Tuannya akan menerima permintaan itu.
Jika benar begitu, sudah tentu dia akan berusaha lebih giat berlatih untuk mengasah kemampuannya, menyiapkan dirinya dalam penyerangan ke The Tiger Kingdom nantinya.
Saat ia tiba di perbatasan hutan itu, Zeff merasa ada yang mengikutinya dibelakang. Dia terus berjalan tetapi suara gesekan daun-daun yang samar itu semakin terdengar jelas. Dengan sigap ia memasang kuda-kuda tombaknya dan melompat kedepan sambil membalikkan tubuhnya ke belakang. Tapi tangan itu, tangan yang berbentuk cakar harimau itu terlihat jauh lebih sigap darinya. Memburunya dan mencengkram kepalanya dengan sangat kuat. Dan mengakhiri hidupnya
****
“Telah bulat hati dan jiwa ini,
Untuk melangkah di atas tebing itu lagi,
Untuk meraih masa depan,
Dan hidup tanpa dihantui penyesalan.”
😂
😂