Yang baik hati boleh follow akun ig di bawah.
ig: by.uas
Tag: comedy, slice of life, sistem, Kaya raya, semi-harem.
Jadwal Update: Random—kalo mau upload aja.
Sypnosis:
Remy Baskara, pemuda sebatang kara tanpa pekerjaan, sudah lelah dengan hidupnya yang hampa. Saat hampir mengakhiri hidupnya, tiba-tiba sebuah suara menggema di kepalanya.
[Sistem "All In One" telah terikat kepada Host...]
Dengan kekuatan misterius yang bisa mengabulkan segala permintaannya, Remy bertekad mengubah nasibnya—membalas semua yang menindasnya dan menikmati hidup yang selama ini hanya ada dalam angannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bayu Aji Saputra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 20 - Musuh bokap Laila dateng lagi
Remy dan Laila berjalan pulang setelah jogging pagi yang penuh kejutan.
Matahari mulai naik, memancarkan kehangatan yang sempurna, seolah-olah dunia ikut menikmati momen santai mereka.
Di sepanjang jalan, Laila masih belum sepenuhnya selesai dengan rasa penasaran terhadap identitas Remy.
"Rem, lo aneh banget sumpah. Gue jadi ngerasa rumit banget ternyata hidup ini." kata Laila, memelototi pria yang berjalan santai di sebelahnya dengan sendal jepit usang.
Remy tertawa kecil. "Rumit apanya, simple gini. Lo aja yang bikin ribet dengan pertanyaan-pertanyaan yang nggak penting."
"Nggak penting gimana? Lo itu CEO Trinova, tapi kelakuan lo kayak bocah pengangguran. Nggak masuk akal sam sekali," balas Laila, setengah jengkel.
"Tapi seru, kan?" Remy menyesap kopi kalengannya yang entah sudah botol keberapa.
Laila hanya mendengus, tapi sebelum dia sempat membalas lagi, Remy tiba-tiba berhenti. Matanya menyipit, wajah santainya berubah serius.
"La, jalan terus. Jangan liat ke belakang," katanya pelan tapi tegas.
Laila langsung merasakan ada yang tidak beres. "Kenapa? Ada apa?"
"Percaya aja. Gue di belakang lo. Jalan cepet, tapi jangan panik," Remy melirik sekilas ke arah gang sempit di samping mereka, memastikan sesuatu.
Namun, sebelum Laila sempat bergerak, dua pria berbadan besar dengan baju hitam dan rompi tebal mendekat.
Salah satu dari mereka langsung menarik Laila ke dalam gang.
"Hei! Lepasin gue!" teriak Laila, mencoba melawan.
"Rem!" panggilnya panik.
Remy berbalik cepat, langkahnya berubah tenang tapi penuh ancaman. "Eh, eh, eh. Slow dulu, bos. Mau ngapain nih?"
Pria berbadan besar itu tertawa dingin. "Udah tau kan siapa kita? Jangan sok pura-pura, anak bawang kayak lo nggak bakal bisa nolongin cewek ini."
Laila melihat ke arah Remy, berharap dia segera bertindak.
Tapi pria itu langsung mendorong Laila ke dinding, dan beberapa orang bersenjata keluar dari balik bayangan gang, membuat suasana semakin tegang.
Ada puluhan orang, semuanya mengenakan pakaian taktis lengkap dengan senjata.
"Kita cuma pengen kirim pesan ke bapaknya. Sayangnya, nih cewek harus ikut menderita sedikit biar dia tau kita serius," kata salah satu pria dengan nada mengancam.
Remy menyeringai kecil, seperti tidak terpengaruh. "Pesan ke bapaknya? Gampang. Tapi nggak usah libatin dia. Gue aja gimana?"
Pria itu mendekat, menatap Remy dari ujung kepala sampai kaki. "Lo pikir lo siapa? Udah mati gaya gitu masih mau jadi pahlawan?"
Remy berbisik pelan kepada Laila. "Biar gue yang urusin. Lo lari aja."
Laila menatapnya tajam. "Lo serius? Mereka banyak, Rem! Mereka pake senjata!"
"Makanya lo lari. Gue gak mau tanggung jawab kalau lo kenapa-kenapa," kata Remy sambil berdiri dan menatap para pria itu yang mulai mendekat.
Laila menggeleng. "Gue gak bakal ninggalin lo sendirian."
Remy menatapnya serius. "La, gue gak lagi negosiasi. Gue bodyguard sementara lo, inget? Kalau gue bilang lari, lo lari."
Sebelum Laila bisa membalas, Remy mendorongnya pelan ke arah jalan lain. "Cepet! Jangan liat ke belakang!"
Laila akhirnya berlari meninggalkan Remy, meski hati kecilnya penuh keraguan.
Sementara itu, Remy menghadapi pria-pria bersenjata itu sendirian.
"Anjir, nyari ribut pake bawa senjata begini? Apa gak ada kerjaan lain?" sindir Remy sambil memasang kuda-kuda.
Dia hanya bersenjatakan sendal jepit yang salah satu talinya hampir putus.
Salah satu pria besar maju, memutar tongkat besinya dengan angkuh. "Kita gak punya urusan sama lo, bocah. Cuma cewek itu yang kita cari."
Remy mengangkat bahu. "Kalau gitu, lewatin gue dulu."
Pria itu tertawa, lalu menyerang dengan ayunan tongkat ke arah kepala Remy.
Dengan refleks cepat, Remy merunduk dan melancarkan tendangan rendah ke lutut pria itu.
Tapi dia terkejut ketika tendangannya tidak menghasilkan efek apa-apa.
"Anjing, dia pake armor?" gumam Remy, matanya menyipit.
Pria itu hanya tertawa, menyerang lagi. Kali ini Remy berguling ke samping, menghindari pukulan mematikan.
Sementara itu, pria-pria lain mulai mengepungnya.
"Bakal lama nih selesainya," Remy bergumam sambil mengencangkan cengkeraman pada sendal jepitnya. "Ayo, siapa dulu yang mau maju?"
Pertarungan berlangsung sengit. Meski Remy memiliki kecepatan dan kelincahan, para pria itu jelas terlatih, dan armor mereka membuat serangan Remy hampir tidak efektif.
Remy mencoba segalanya—menyerang sendi, mata, bahkan mencoba menggunakan benda di sekitar sebagai senjata improvisasi. Tapi jumlah mereka terlalu banyak.
"Bangsat!" umpatnya, menendang tongkat dari salah satu pria.
Tapi sebelum dia sempat melancarkan serangan susulan, pukulan keras dari belakang menghantam punggungnya, membuatnya jatuh tersungkur.
Dengan napas terengah-engah, Remy berusaha bangkit.
Darah mengalir dari sudut bibirnya, tapi dia tetap menunjukkan senyumnya yang khas. "Kalian... pake armor. Curang banget, bos."
Pria besar yang tadi berbicara maju, mengayunkan tongkatnya. "Bacot, kalah kalah aja."
Tapi sebelum tongkat itu menghantam, Remy berteriak ke arah jalan di mana Laila berlari tadi. "LAILA! TERUS LARI! GUE TAHAN MEREKA!"
Laila, yang ternyata tidak lari terlalu jauh, berhenti di ujung jalan dan menoleh. Matanya berkaca-kaca, tapi dia tahu Remy serius.
"Rem!" teriaknya.
Tapi dia tahu, satu-satunya hal yang bisa dia lakukan sekarang adalah mencari bantuan.
Akhirnya, dengan berat hati, Laila berlari meninggalkan Remy.
Remy tersenyum kecil. "Bagus, La. Paling nggak satu hal beres hari ini."
Remy bangkit perlahan, menepuk-nepuk debu dari kaosnya. Matanya yang biasanya santai kini menajam seperti mata elang, mengamati setiap musuh di sekitarnya.
Bibirnya melengkung dalam senyum kecil, tapi bukan senyum santai seperti biasanya. Kali ini, itu senyum dingin.
"Gue mulai serius loh," ujarnya seolah mendeklarasikan kemenangan. "Mending lo sekarang pada kabur, biar nyawa lo selamat."
[Mendeteksi keinginan host... Berhasil menjadi manusia dengan keahlian petarung jalanan terhebat dalam sejarah umat manusia.]