Yaya_ gadis ceria dengan sejuta rahasia.
Ia selalu mengejar Gavin di sekolah,
tapi Gavin sangat dingin padanya.
Semua orang di sekolah mengenalnya sebagai gadis tidak tahu malu yang terus mengemis-ngemis cinta pada Gavin. Namun mereka tidak tahu kalau sebenarnya itu hanya topengnya untuk menutupi segala kepahitan dalam hidupnya.
Ketika dokter Laska memvonisnya kanker otak, semuanya memburuk.
Apakah Yaya akan terus bertahan hidup dengan semua masalah yang ia hadapi?
Bagaimana kalau Gavin ternyata
menyukainya juga tapi terlambat mengatakannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Yaya duduk dibangkunya yang sengaja dibalik menghadap Gavin dan Bintang. Wajahnya terlihat ceria menatap Gavin, sayangnya cowok itu malah menatap keluar jendela seperti biasanya. Yaya tersenyum, tidak masalah, yang penting ia masih bisa melihat wajah tampan itu. Menatap Gavin selalu membuat dia merasa lebih baik.
Di sebelah Gavin, ada Bintang yang juga setia menatap wajahnya keheranan. Lebih tepatnya, melihat perban dibagian kiri kepala Yaya.
"Kenapa tuh kepala? Lo habis digebukin? Ato jangan-jangan tuh perban boongan doang buat nyari perhatian Gavin?" tanya Bintang dengan ekspresi percaya tidak percaya menatap Yaya. Ia menyipitkan matanya. Akal cewek ini terlalu banyak soalnya. Bisa saja kan dirinya sudah kasihan melihat kondisinya yang terlihat sakit, eh ternyata malah kena tipu, kan nggak asyik.
Yaya balik menatap jengkel ke Bintang. Memangnya cowok itu nggak bisa bedain apa mana yang luka beneran dan mana yang boongan. Buat apa juga dia cari perhatian Gavin dengan cara kayak gitu? Kayak nggak ada cara lain aja.
"Bintang, temen kamu lagi sakit kok malah dikatain bohong sih." gerutu gadis itu jengkel. Tatapannya seolah-olah memperingatkan Bintang supaya cowok itu diam saja.
"Habisnya ekspresi lo nggak keliatan kesakitan gitu." Bintang masih tetap curiga. Masalahnya walau wajah Yaya sangat pucat, ia terlihat kuat dan ceria seperti biasanya. Terang saja Bintang curiga.
Cowok itu memajukan kepalanya bermaksud mau memeriksa luka Yaya beneran atau tidak tapi malah keduluan sama Yasmin yang tiba-tiba datang dan menyentuh bagian kepala gadis itu yang diperban. Bukan hanya menyentuh, Yasmin menekannya kuat-kuat hingga Yaya meringis kesakitan. Rasanya sangat perih. Luka itu masih basah, jelaslah sakit.
"Aauuww..." ringis Yaya kuat, ia melemparkan tatapan sarkasnya ke Yasmin. Gavin yang dari tadi menatap keluar pun menoleh kedepan. Tatapannya tetap datar. Ia cukup kaget melihat wajah pucat Yaya tapi pura-pura tidak peduli.
"Alah nggak usah acting lo. Ketauan banget lo tuh cuman acting doang tahu nggak!" tukas Yasmin sambil berkacak pinggang didepan Yaya.
Yaya menahan nafasnya berusaha tidak melabrak Yasmin didepan Gavin. Ia tidak mau nama baiknya tercoreng didepan pria yang disukainya. Apalagi Gavin sedang menatapnya sekarang. Yaya memutar otaknya, daripada menanggapi Yasmin yang nggak bakalan pernah ada ujungnya, mendingan cari perlindungan ke Gavin. Mungkin saja karena ia terluka pria itu akan bersikap sedikit lebih lembut padanya.
Yaya tertawa dalam hati. Tangannya terangkat memegangi kepalanya yang diperban dan menatap Gavin manja.
"Gaviiinn, kepala aku sakit nih karena sih Yasmiinnn..." lapornya manja sambil mengerucutkan bibirnya menatap Gavin. Gavin mendesah malas tidak mau menanggapi gadis itu, ia lebih terkesan dingin dan memilih membaca buku pelajaran ditangannya. Bintang di sebelahnya hanya menatap gadis itu takjub sedang Yasmin menatapnya ilfeel.
"Dasar lebay." katanya sebelum berbalik ke bangkunya.
"Yaya, lo jago banget akting deh." ucap Bintang angkat suara. Yaya menatapnya bingung. Bintang menambahi.
"Gue hampir percaya tahu nggak kalo kepala lo itu luka beneran."
Yaya mendelik ke cowok itu,
"Aku nggak akting, ini luka beneran!" tukasnya sarkas lalu berbalik kedepan dengan jengkel membelakangi mereka. Heran deh, mereka tidak bisa lihat apa kalau kepalanya benar-benar terluka.
"Yeh, dia lanjutin lagi aktingnya."
Yaya masih bisa mendengar ucapan Bintang bersamaan dengan masuknya bu Shinta guru bahasa inggris mereka. Gadis itu memutuskan tidak peduli dan membenamkan wajahnya ke atas meja. Entah kenapa ia mulai merasa pusing.
Hampir setengah jam bu Shinta mengajar dan semakin lama kepala Yaya semakin terasa sakit. Oke, dia akui sekarang dirinya tidak kuat lagi. Semalam ia bisa menahan semua rasa sakitnya, tapi hari ini tampaknya tidak bisa lagi. Yasmin menekannya terlalu keras dan lukanya belum kering karena baru semalam. Sepertinya sekarang luka itu terbuka. Ia merasa mulai ada yang menetes dari kepalanya. Gadis itu meringis pelan, menahan rasa sakit yang tidak mau hilang, malah makin menjadi.
Ia menutup matanya dengan kepala yang tetap terbenam di atas meja. Yaya tak bisa lagi mendengar suara bu Shinta dan teman-temannya yang lain, tubuhnya mulai menggigil. Tangannya gemetaran, ia tidak punya kekuatan lagi untuk bicara sekarang.
"Yaya, kamu tidur lagi?"
teriakan bu Shinta dari depan kelas tak lagi di dengarnya. Seluruh tubuhnya sangat kesakitan sampai-sampai ia tidak mampu bicara atau mendengar apapun lagi.
"Yaya, bangun kamu!"
"YAYA!"
Suara bu Shinta makin menggelegar di seluruh kelas bersamaan dengan penghapus papan tulis yang terbang mengenai Yaya tapi gadis itu masih tidak bergerak sama sekali. Mereka tidak tahu kalau ia tidak merasakan apapun. Seisi kelas melirik Yaya termasuk Gavin. Cowok itu awalnya tidak peduli tapi tak lama kemudian ia kembali memperhatikan gadis itu dari belakang. Keningnya berkerut menatap gadis itu, badannya seperti bergetar. Ada yang tidak beres. Cowok itu terus mengamati Yaya dari belakang, mencari-cari apa yang salah.
Jantung Gavin berdebar keras. Ia tidak tahu kenapa, tapi tiba-tiba ia merasa takut dan panik. Ia berdiri dari bangkunya dan dengan sekali melangkah sudah berada di sebelah gadis itu, memeriksa keadaannya. Saat tangannya meraih kepala Yaya untuk menghadapnya, mereka semua kaget bukan main melihat seluruh wajah Yaya yang sudah basah dengan darahnya.
Kelas tiba-tiba riuh Bintang ikut berdiri dari bangkunya. Ia kaget bukan main. Bu Shinta hampir pingsan. Ia ingat sudah melempari siswinya itu dengan penghapus papan tulis tadi. Dia pikir Yaya memang ketiduran.
Tanpa aba-aba Gavin mengangkat tubuh Yaya, menggendongnya dan berlari keluar kelas dengan wajah panik. Bintang dan Yasmin ikut berlari keluar mengikuti Gavin. Ketakutan dan rasa bersalah terlihat jelas di wajah Yasmin. Ia sungguh berpikir Yaya hanya berakting tadi. Ia pikir perban itu sengaja Yaya buat untuk mendapat perhatian Gavin.
Gavin berlari cepat ke UKS. Sialan, kenapa dia jadi panik begini? Bukannya ia sudah memutuskan untuk tidak peduli pada gadis itu lagi?
"DOKTER!"