NovelToon NovelToon
Satria Lapangan

Satria Lapangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: renl

Sinopsis Satria Lapangan
Pahlawan Lapangan adalah kisah tentang perjalanan Bagas, seorang remaja yang penuh semangat dan berbakat dalam basket, menuju mimpi besar untuk membawa timnya dari SMA Pelita Bangsa ke Proliga tingkat SMA. Dengan dukungan teman-temannya yang setia, termasuk April, Rendi, dan Cila, Bagas harus menghadapi persaingan sengit, baik dari dalam tim maupun dari tim-tim lawan yang tak kalah hebat. Selain menghadapi tekanan dari kompetisi yang semakin ketat, Bagas juga mulai menjalin hubungan yang lebih dekat dengan Stela, seorang siswi cerdas yang mendukungnya secara emosional.

Namun, perjuangan Bagas tidak mudah. Ketika berbagai konflik muncul di lapangan, ego antar pemain seringkali mengancam keharmonisan tim. Bagas harus berjuang untuk mengatasi ketidakpastian dalam dirinya, mengelola perasaan cemas, dan menemukan kembali semangat juangnya, sembari menjaga kesetiaan dan persahabatan di antara para anggota tim. Dengan persiapan yang matang dan strategi yang tajam,

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon renl, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 12

 Hari Ketiga setelah Libur Sekolah

Hari Senin pagi tiba, sinar matahari merembes melalui tirai jendela kamar Bagas, menyapanya dengan hangat. Meskipun tubuhnya sudah lebih baik, sisa-sisa rasa sakit di dada masih terasa saat ia menarik napas dalam. Bagas berdiri di depan cermin, menatap wajahnya yang sedikit lebih cerah dibanding dua hari lalu. Dengan senyum tipis, ia mengambil tas ranselnya dan menuruni tangga.

“Pagi, Ma,” sapanya ketika melewati ruang makan.

Ibu Bagas, yang sedang menyiapkan roti panggang, memandang putranya dengan khawatir. “Kamu yakin sudah siap ke sekolah, Gas? Masih ada waktu untuk istirahat kalau mau.”

Bagas mengangguk, memastikan. “Nggak apa-apa, Ma. Bagas sudah kangen sama suasana sekolah dan latihan basket. Lagipula, ini sudah terlalu lama.”

Di pintu, Mang Dadang sedang membersihkan sepeda motor. Ia melirik ke arah Bagas dan tersenyum lebar. “Den Bagas udah kelihatan segar lagi! Jangan lupa tetap jaga diri, ya.”

Bagas tertawa kecil. “Siap, Mang! Doakan Bagas biar lancar hari ini.”

**

Sesampainya di sekolah, suasana terasa lebih riuh dari biasanya. Sekelompok siswa bergerombol di koridor, membicarakan video viral perkelahian yang melibatkan Bagas beberapa hari lalu. Begitu ia berjalan melewati mereka, bisikan-bisikan langsung terdengar.

“Itu Bagas, kan? Yang kemarin viral gara-gara dihajar anak-anak kelas sebelah.”

“Iya, dia balik lagi. Katanya dia tetap mau ikut latihan buat turnamen basket.”

Meskipun komentar-komentar itu mengusiknya, Bagas menegakkan kepala dan melangkah dengan percaya diri. Di depan ruang kelas, Dito dan Dika sudah menunggunya dengan senyum lebar.

“Lo akhirnya datang juga, Gas!” seru Dika sambil menepuk pundaknya. “Sekolah ini rasanya sepi tanpa drama lo.”

Dito tertawa. “Benar, lo harus dengar cerita tentang guru olahraga yang ribut karena kita latihan terlalu bersemangat.”

Bagas mengangkat alis. “Serius? Lo semua latihan sampai bikin ribut guru?”

April tiba-tiba muncul di belakang mereka, dengan senyum penuh semangat. “Ya, lo kelewatan banyak hal, Gas. Dan gue punya kabar bagus—pelatih udah setuju buat lo balik ke latihan hari ini.”

“Bagas senang denger itu, Pril,” jawab Bagas, senyum lebarnya menunjukkan rasa lega.

**

Latihan sore itu terasa lebih intens dari biasanya. Seluruh tim—dari tim utama sampai lapis ketiga—sudah bersiap di lapangan. Pelatih masuk dengan clipboard di tangannya, wajahnya serius.

“Dengar semuanya! Turnamen se-Jakarta tinggal tiga minggu lagi. Gue nggak mau ada yang setengah hati di sini,” tegas pelatih. “Bagas, lo diizinkan ikut latihan, tapi jangan maksain diri. Kita nggak mau lo cedera lagi.”

Bagas mengangguk. “Siap, Coach.”

Latihan dimulai dengan pemanasan dan permainan kecil. Bagas, meskipun masih merasakan sedikit nyeri di dada, berusaha menunjukkan performa terbaiknya. April, yang menjadi kapten tim, memperhatikan gerak-gerik Bagas dan sesekali memberinya isyarat agar tidak terlalu memaksa.

“Awas, Gas, jangan dipaksa!” seru April saat melihat Bagas melompat untuk merebut bola.

“Tenang aja, Pril. Gue baik-baik aja,” jawab Bagas sambil tersenyum lebar, meskipun wajahnya berkeringat deras.

Di tengah latihan, Dito dan Dika memperhatikan dinamika yang terjadi di antara Bagas dan April. “Kayaknya mereka bener-bener udah klik lagi, ya?” bisik Dika.

Dito mengangguk setuju. “Ini kesempatan terakhir mereka buat main bareng sebelum April lulus. Gue harap mereka bisa bawa tim ini sampai final.”

Latihan selesai saat matahari hampir terbenam. Bagas dan April duduk di bangku tepi lapangan, memandang lapangan yang kosong dan terkena sinar jingga matahari sore.

“Gue senang lo balik, Gas,” kata April tiba-tiba. “Gue nggak bisa bayangin main tanpa partner gue.”

Bagas menoleh, menatap April yang kini tersenyum tipis. “Gue juga senang bisa balik. Kita harus bawa tim ini menang, Pril. Ini buat lo, buat tim, dan buat semua yang percaya sama kita.”

April mengangguk, menatap langit yang mulai gelap. Di dalam hatinya, ia tahu bahwa perjalanan mereka kali ini bukan hanya soal menang atau kalah, tapi soal persahabatan, kebersamaan, dan warisan yang akan mereka tinggalkan di sekolah ini.

Hari pertama latihan di tim basket resmi berakhir, dan suasana di lapangan perlahan mulai sepi. Para pemain mulai berganti pakaian, sementara pelatih masih berdiskusi dengan asisten pelatih mengenai hasil latihan hari itu. Bagas duduk di bangku lapangan, menyeka keringat dari wajahnya. Meskipun baru pertama kali kembali berlatih setelah cedera, ia merasa sangat puas dengan hasilnya. Namun, tubuhnya masih sedikit terasa pegal, dan rasa sakit di dada belum sepenuhnya hilang.

April yang sedang berbincang dengan teman-temannya melirik ke arah Bagas dan berjalan mendekatinya. "Lo gak mau barengan pulang, Gas?" tanyanya sambil mengaitkan tas di bahunya.

Bagas tersenyum, meskipun sedikit terengah. "Nggak, Pril. Bentar lagi bokap gue jemput, kok. Lo aja duluan," jawabnya, mencoba menolak ajakan April dengan lembut.

"Ya udah, ati-ati ya. Jangan terlalu capek-capek!" ujar April dengan khawatir, lalu melambaikan tangan dan melangkah menuju mobilnya, sebuah Avanza putih yang sudah terparkir di depan gerbang sekolah.

Bagas melangkah pelan menuju tempat parkir di luar sekolah. Ketika baru saja melangkah keluar, ponsel di saku celananya berdering. Dengan cepat ia mengambilnya dan melihat nama yang tertera di layar. Raja.

Dengan penasaran, Bagas mengangkat video call dari Raja. Layar menampilkan wajah temannya yang selalu tampil misterius dengan masker yang menutupi mulut dan hidung serta mantel sweater yang menutupi kepala—penampilan khas Raja.

“Ada apa, Ja?” ujar Bagas, sambil menyapa.

Raja, yang tidak pernah berbicara secara langsung, langsung menggunakan bahasa isyarat. Tangan Raja bergerak cepat, memberi isyarat bahwa ia ingin bertemu dengan Bagas di tempat biasa.

Bagas melihat gerakan itu dan mengangguk, menandakan bahwa ia mengerti. “Ayo, kita ketemu di sana,” jawab Bagas, mengatur langkah menuju tempat yang sudah mereka sepakati sebelumnya.

Tak lama setelah itu, percakapan mereka berlanjut. Raja kembali menggunakan bahasa isyarat, menggerakkan tangannya seolah sedang melempar bola basket, mengisyaratkan bahwa dia ingin berlatih lagi.

“Ayo, Gas, kita latihan lagi?” ujar Raja, gerakan tangannya menunjukkan semangat tinggi.

Bagas tersenyum tipis, meskipun sedikit terkejut. "Aku baru saja selesai latihan, Ja, besok aja," jawabnya dengan lembut.

Namun, Raja tidak berhenti di situ. Ia memperagakan teknik baru yang ia pelajari, gerakan yang cepat dan gesit, seolah sedang mengajarkan teknik baru dalam basket jalanan. Bagas yang mengerti, langsung menyadari teknik tersebut.

“Lo nemuin teknik baru?” tanya Bagas, seolah terkesima.

Raja mengangguk, dan dengan gerakan tangan yang lebih rumit, ia menunjukkan sebuah teknik lompatan dan lemparan bola yang dilakukan dari sudut yang sangat tak biasa. Gerakan ini akan sangat berguna ketika menghadapi lawan yang lebih tinggi atau lebih kuat.

Bagas melihat dengan seksama, mencerna setiap detail gerakan Raja. Setelah beberapa saat, ia berbicara lagi, “Gue ngerti sedikit, tapi akan coba di latihan nanti.”

Raja menyentuh bibirnya, memberi isyarat bahwa ia ingin menjelaskan lebih lanjut. Melalui bahasa isyarat, ia memperagakan cara teknik tersebut bisa digunakan dalam pertandingan nyata, memberikan tekanan pada lawan yang lebih tinggi dengan cara yang tak terduga.

Bagas merespons dengan senyuman, “Gue juga dapet teknik baru dari pelatih tadi. Pasti bisa dipakai nanti buat lewatin lawan yang lebih kuat. Terima kasih, Ja.”

Setelah percakapan itu, Raja memberi tanda untuk mengakhiri obrolan mereka. Dengan gerakan tangan, Raja menyarankan agar mereka melanjutkan latihan besok. Bagas mengangguk, memahami isyarat tersebut.

Percakapan mereka berakhir, dan Bagas pun menutup ponselnya. Ia melanjutkan langkahnya menuju tempat parkir, tetapi pikirannya masih terfokus pada percakapan tadi. Bagas selalu merasa kagum dengan kemampuan Raja untuk mengkomunikasikan hal-hal yang rumit lewat bahasa isyarat. Meski tak ada suara, Raja selalu bisa menyampaikan pesan dengan cara yang mudah dimengerti.

**

Setelah beberapa saat, jemputan Bagas akhirnya datang. Bagas memasuki mobil dan beranjak pulang. Dalam perjalanan yang memakan waktu sekitar 20 menit, ia mulai merenungkan semua yang telah terjadi hari itu—dari latihan pertama kembali, sampai percakapan yang baru saja ia lakukan dengan Raja.

Sesampainya di rumah, Bagas melangkah masuk dengan tubuh yang sedikit lelah. Ia menyandang tas di bahunya, berjalan ke ruang makan, tempat Ayah dan Ibunya sedang menikmati makan malam.

"Bagas udah pulang?" tanya Ibunya, sambil mengatur piring-piring di meja makan.

"Udah, Ma. Latihan pertama berjalan lancar," jawab Bagas, sambil mencuci tangan di wastafel.

Ayah Bagas, yang sedang duduk di meja makan, mengangkat wajahnya dan tersenyum. "Gimana, Gas? Kamu baik-baik aja, kan? Jangan dipaksakan kalau masih sakit," katanya dengan nada khawatir.

Bagas duduk di kursi, menarik napas dalam-dalam. “Gak apa-apa, Pa. Masih sedikit sakit, tapi latihan tadi buat Bagas ngerasa lebih baik. Bagas juga harus siap untuk turnamen nanti,” jawab Bagas, sambil memandang Ayah dan Ibunya.

Ibunya menyodorkan segelas air putih kepadanya. "Kalau memang mau ikut turnamen, kamu harus benar-benar jaga tubuhmu. Jangan sampai ada yang memperburuk kondisimu."

"Tenang, Ma. Bagas akan jaga diri," jawab Bagas, perlahan meminum air tersebut.

Makan malam berlangsung dengan percakapan ringan, namun pikiran Bagas terus menerus terfokus pada persiapan turnamen yang semakin dekat. Ia tahu bahwa kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya akan segera datang.

Setelah makan malam, Bagas masuk ke kamar dan berbaring di tempat tidurnya. Meskipun tubuhnya mulai pulih, pikirannya terus terfokus pada latihan dan persiapan turnamen yang akan datang. Ia tahu bahwa ini adalah kesempatan besar—kesempatan terakhir untuk membuktikan dirinya dan membawa tim basket SMA mereka ke tingkat nasional.

Tiba-tiba, ia teringat percakapan dengan Raja tadi. Teknik baru yang diajarkan oleh Raja membuatnya semakin bersemangat. Meski tidak bisa berbicara, Raja adalah orang yang paling memahami dirinya. Itu sebabnya, Bagas merasa yakin bahwa mereka bisa menghadapi apapun yang datang di depan mereka, baik di lapangan basket maupun dalam hidup mereka.

Malam itu, Bagas memejamkan mata dengan perasaan penuh harapan, siap menghadapi tantangan besar yang menantinya.

1
Aimee
Baca ini karena lihat cover sama sinopsisnya, eh mau lanjut... sesimple itu
Dragon 2345: makasih kakak Uda mampir,
total 1 replies
Cute/Mm
Keren abis nih karya, besok balik lagi baca baruannya!
Dragon 2345: aman kak makasih dah mampir, tmbah semangat aq buat up makasih sekali lagi support nya
total 1 replies
Celeste Banegas
Tersentuh banget dengan kisah ini.
Dragon 2345: makasih kakak sudah mampir,
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!