Mencintai seseorang merupakan suatu fitrah yang berasal dari diri sendiri. Bentuk ungkapan kasih sayang terhadap lingkungan, benda maupun antar manusia. Tidak ada yang melarang jika kita mencintai orang lain, namun apa jadinya jika perasaan itu bersemi dan melabuhkan hati kepada seseorang yang sudah memiliki pasangan?
Ameera Chantika, seorang mahasiswa semester akhir berusia 21 tahun harus terjebak cinta segitiga dimana ia menjadi orang ketiga dalam sebuah hubungan rumah tangga. Ia mencintai seorang pria bernama Mark Pieter.
Akibat sebuah kecelakaan, memaksa gadis itu menerima pertanggung jawaban dari Mark seorang pria yang sudah merenggut kesuciannya. Hingga suatu hari Ameera mendapati sebuah kenyataan pahit yang membuatnya harus ikhlas menjadi istri kedua tanpa dicintai suami.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon senja_90, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
INGIN BERADA DI DEKATMU
Kehamilan merupakan sebuah anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada seorang wanita dan menandakan bahwa sebentar lagi ia akan menjadi orang tua dan merupakan momen paling ditunggu oleh pasangan yang sudah menikah. Kebahagiaan itupun tengah Ameera rasakan, walaupun kehadiran bayi dalam kandungannya itu bukan hasil buah cintanya bersama suami melainkan hasil perkosaan yang dilakukan atasannya kepada dirinya namun gadis itu ikhlas menerima anugerah yang dititipkan oleh Tuhan kepadanya. Ia merawat dan menjaganya dengan sepenuh hati melebihi apapun di dunia ini.
Ini merupakan kehamilan pertama bagi Ameera, membuatnya kewalahan karena hampir setiap pagi mengalami morning sickness, seluruh tubuhnya lemah akibat banyaknya cairan yang keluar saat ia muntah. Gejala morning sickness muncul saat kehamilannya memasuki usia kandungan empat minggu, terjadi hanya dipagi hari saja, jika siang atau malam hari, mual dan muntah tidak akan dirasakan olehnya dan ia bisa melakukan aktivitas seperti biasa.
Akibat terlalu sering mengalami morning sickness, membuat tubuh Ameera melemah dan Bunda Meta memutuskan untuk tinggal bersama putrinya di rumah kontrakan yang disewa oleh Mark. Bunda Meta ingin membantu Ameera melewati fase mual muntah pada trimester kehamilan, dengan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki wanita paruh baya itu berharap bisa meringankan penderitaan putrinya.
Pagi itu seperti biasa, Ameera berlari ke arah kamar mandi untuk memuntahkan cairan bening dari dalam perutnya.
Oek
Oek
"Meera!"
Bunda Meta memijat pundak putrinya.
"Bagaimana, sudah baikan?" Tanya Bunda Meta setelah Ameera memuntahkan semua isi perutnya. Hanya ada cairan bening saja yang keluar dari dalam perut gadis itu.
"Masih mual bun," ucap Ameera lirih.
Bunda Meta dibantu ART Ameera memapah tubuh gadis itu ke atas ranjang.
"Saya buatkan jahe hangat ya non?"
"Biar saya saja bi. Bibi tolong ambilkan minyak angin untuk Ameera." pinta Bunda Meta.
"Baik nyonya."
Bi Mirna berjalan menuju kotak obat yang terletak di dekat dapur. Wanita itu mencari minyak angin disana, setelah menemukan barang yang dicari ia mengoleskan minyak tersebut ke perut dan leher Ameera.
"Meera, diminum dulu wedang jahenya selagi hangat."
Ameera meniup gelas cangkir dan meneguknya secara perlahan.
"Kamu istirahat sebentar jangan banyak bergerak," Bunda Meta menarik selimut hingga menutupi kaki dan setengah tubuh putrinya.
"Terima masih bunda."
"Masih ada satu jam untukmu beristirahat."
Perlahan-lahan Ameera memejamkan matanya dan ia tertidur.
Hampir satu jam Ameera tertidur saat membuka mata, jam dinding menunjukan pukul setengah delapan. Ia bergegas ke kamar mandi untuk membasuh wajah.
"Kamu sudah bangun?" Bunda Meta membawa satu potong roti dan segelas susu khusus ibu hamil untuk Ameera.
"Baru saja bun."
"Sarapan dulu, agar tubuhmu kuat," Bunda Meta menaruh piring dan gelas ke atas meja makan.
"Meera minum susu saja bun, perut masih tidak nyaman."
Ameera meneguk susu sampai habis.
"Apa Mark tidak menginap disini?"
"Jarang bun tapi Ameera bisa memakluminya kok," Ameera mencoba tersenyum dan menyembunyikan kesedihannya.
Sejujurnya Ameera sangat merindukan suaminya namun ia sadar dengan statusnya saat ini. Ia hanya istri siri yang tidak diinginkan suami dan bahkan pernikahan mereka hanya untuk status agar kelak anaknya terlahir bukan sebagai anak haram.
"Ya sudah bun, Meera berangkat kerja dulu. Assalamu a'laikum," Ameera mencium tangan Bunda Meta.
Dua puluh menit wanita itu berjalan kaki, kini ia sudah berada di kantor tempatnya magang.
"Selamat pagi," sapa security yang berjaga.
"Selamat pagi juga pak."
"Neng Ameera terlihat pucat, apakah sedang kurang enak badan?"
"Cuma kurang istirahat saja pak. Ameera ke dalam dulu ya."
Ameera meninggalkan pak security, ia menuju lantai delapan.
Setelah sampai di meja kerja, gadis itu menarik napas panjang kemudian menghembuskannya secara perlahan. Semenjak hamil, ia jadi lebih cepat lelah, baru berjalan sepuluh langkah sudah membuatnya kecapekan. Paru-parunya seakan tak cukup untuk menampung oksigen bagi tubuhnya.
"Hufh, lelah sekali," Ucap gadis itu lirih.
"Meera!" Joe menyentuh pundak Ameera.
"Eh, Tuan Joe."
"Morning sickness lagi?" Tanya Joe dengan suara lirih.
"Ya begitulah tuan."
"Jika merasa tidak enak badan, kamu boleh pulang semua pekerjaan, saya yang urus."
"Baik tuan, terima kasih."
Kemudian Ameera melanjutkan mengetik laporan hasil rapat dengan klien.
***
Malam harinya, saat Ameera tengah tertidur pulas di kamarnya, tiba-tiba saja gadis itu terbangun. Entah mengapa, malam itu ia ingin sekali berada disamping suaminya.
Wanita itu melirik ke arah jam dinding, jam menunjukan pukul sepuluh malam. Lama Ameera menimang, akhirnya ia menyerah dan memutuskan menghubungi suaminya.
Mark
📲 Halo Meera, ada apa?
Terdengar suara pria diseberang. Mark berbicara dengan nada suara serak khas orang bangun tidur.
Ameera
📲 Halo tuan, bisakah anda kerumah sekarang? Tiba-tiba saja saya ingin ditemani anda, mungkin bawaan si baby yang menginginkan didekat papanya.
Mark
📲 Baik, kamu tunggu. Aku kesana sekarang.
Ameera
📲 Saya tunggu!
Kemudian Ameera mematikan sambungan telpon. Ia menunggu kedatangan Mark.
Hampir satu jam gadis itu menunggu kedatangan suaminya. Ia membolak balikan lembaran majalah fashion diatas meja namun Mark tak kunjung menampakan batang hidungnya.
|| Mansion Keluarga Pieter ||
"Kamu mau kemana sayang?" Tanya Stevanie.
Wanita itu terbangun akibat mendengar suara lemari terbuka, ia duduk menyenderkan tubuhnya di headboard ranjang.
"Aku akan ke kontrakan Ameera, ia memintaku menemaninya malam ini," Mark mencari kunci mobil di dalam laci.
"Kenapa tiba-tiba?"
"Mungkin hormon ibu hamil, menyebabkan Ameera ingin berada di dekatku."
"Aku pergi dulu sayang, kamu istirahatlah. Sampai jumpa besok malam."
Mark mencium kening istrinya. Saat jemari pria itu membuka pintu, tiba-tiba saja Stevanie berteriak.
"Aw!"
Stevanie menyentuh perutnya.
Mark berlari menghampiri istrinya.
"Vanie, kamu kenapa?"
"Aduh sayang, perutku sakit sekali."
"Sayang, kita ke rumah sakit ya," Mark membantu membaringkan tubuh istrinya.
"Tidak perlu sayang, aku hanya butuh istirahat saja. Kamu jangan pergi, temani aku disini," Stevanie memelas.
"Baik sayang, aku tidak akan kemana-mana. Istirahatlah."
Mark menarik selimut sehingga menutupi bagian kaki dan setengah badan istrinya. Pria itu mengeluarkan ponselnya dan mencari nama Ameera.
Tut
Tut
Dua kali nada dering, akhirnya sambungan telfon terhubung.
Mark
📲 Halo Meera, maaf aku tidak bisa kesana karena perut Stevanie tiba-tiba sakit.
Ameera
📲 Iya tuan tidak apa-apa.
Mark
📲 Ya sudah, aku tutup dulu. Selamat malam.
Diam-diam Stevanie menguping pembicaraan antara suaminya dengan madunya via sambungan telfon. Dalam hati wanita itu berkata "untungnya Mark percaya jika perutku sakit, kalau tidak bisa-bisa malam ini ia tidur dirumah kontrakan bersama jal*ng itu!"
Sementara itu di rumah kontarakan, Ameera masih duduk dengan kaki terjulur lurus ke depan, matanya terpejam dan tangannya mengusap lembut perutnya.
Sejujurnya, jauh dilubuh hati Ameera, sebenarnya gadis itu kecewa karena Mark lebih mementingkan istri pertamanya. Akibat pengaruh kadar estrogen dan progesteron yang lebih tinggi menyebabkan perubahan suasana hati pada ibu hamil sehingga cenderung mudah marah dan mudah bersedih. Tanpa meminta izin kepada sang empunya, air mata Ameera meluncur dan membasahi pipi gadis itu.
"Kamu lebih mementingkan Nyonya Stevanie daripada menuruti keinginan bayimu, tuan."
Bunda Meta terbangun dari tidur, kantung kemihnya penuh menyebabkan wanita paruh baya itu ingin pergi ke kamar mandi, membuang hajat. Saat ia membuka pintu kamar, mata bulatnya menangkap sosok gadis cantik tengah tertidur diatas sofabed .
Sebagai seorang ibu, Bunda Meta prihatin dengan keadaan rumah tangga putrinya. Ia meneteskan air mata melihat betapa malangnya nasib Ameera. Saat putrinya tengah mengandung justru Mark tak ada disamping Ameera, menemani dan memberikan perhatian pada putrinya membuat wanita itu terisak.
"Malang sekali nasibmu, nak. Semoga saja kamu kuat menghadapi cobaan ini," ucap Bunda Meta.
"Selamat Menikmati"