Ayla tidak pernah menyangka bahwa hidupnya akan berubah karena sebuah kalung tua yang dilihatnya di etalase toko barang antik di ujung kota. Kalung itu berpendar samar, seolah memancarkan sinar dari dalam. Mata Ayla tertarik pada kilauannya, dan tanpa sadar ia merapatkan tubuhnya ke kaca etalase, tangannya terulur dengan jari-jari menyentuh permukaan kaca yang dingin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Worldnamic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22: Jaringan Terungkap
Malam itu, suasana di Istana Eradel terasa semakin menegangkan setelah pertemuan yang terjadi di ruang rahasia. Ketiga sahabat itu—Ayla, Kael, dan Arlen—berkumpul di kamar Ayla setelah pertempuran dengan pria misterius yang menghilang dalam bayangan hitam. Meskipun mereka telah berhasil mengalahkan musuh itu, mereka tahu bahwa pertarungan yang sebenarnya baru saja dimulai.
Kael duduk di tepi ranjang, masih mengusap luka-lukanya, sementara Arlen berdiri di dekat jendela, memandang ke arah istana dengan tatapan yang penuh perhitungan. Ayla duduk di kursi, berusaha menenangkan diri setelah pertempuran yang menegangkan.
"Siapa pria itu?" tanya Ayla dengan suara pelan, namun penuh rasa ingin tahu. "Dan bagaimana bisa dia begitu kuat?"
Arlen menoleh dengan ekspresi serius. "Pria itu adalah bagian dari jaringan Noir yang lebih besar. Nama yang disebutkan tadi, Noir, adalah organisasi yang sudah lama berada di bayang-bayang dunia ini. Mereka menyusup ke banyak tempat, termasuk istana ini."
Kael mengerutkan kening. "Tapi siapa yang bisa menjadi kaki tangan Noir di dalam istana? Aku tidak percaya ada orang yang bisa mengkhianati kita seperti itu."
Ayla menatap mereka berdua dengan cemas. "Jika Noir sudah begitu dalam menyusup ke istana, kita harus berhati-hati. Mereka bisa berada di antara kita tanpa kita tahu."
Arlen mengangguk pelan. "Itulah yang saya takuti. Ada banyak orang di sini yang tampaknya tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Namun, yang lebih mengkhawatirkan adalah, mereka memiliki lebih banyak kekuatan dari yang kita duga. Itu sebabnya kita harus segera mencari tahu siapa yang terlibat."
Ayla menggigit bibirnya, berpikir keras. "Tapi bagaimana kita bisa melacak mereka tanpa diketahui?"
"Langkah pertama adalah mencari tahu siapa yang paling mungkin terlibat," jawab Kael. "Kita harus mencari petunjuk lebih jauh, mungkin melalui orang-orang yang dekat dengan raja atau pejabat tinggi lainnya. Mereka mungkin punya informasi lebih."
Namun, sebelum mereka bisa melanjutkan pembicaraan, suara ketukan halus terdengar di pintu. Ayla segera berdiri dan membuka pintu. Seorang pelayan muda berdiri di ambang pintu, tampak terburu-buru.
"Tuan dan Nona, ada sesuatu yang perlu Anda ketahui," ujar pelayan itu dengan suara gemetar. "Ada orang yang baru saja ditemukan di ruangan bawah tanah istana. Mereka… mereka mengatakan mereka tahu tentang rencana Noir."
Ketiganya saling berpandangan, naluri mereka mengatakan bahwa ini adalah kesempatan yang tidak boleh dilewatkan. "Bawa kami ke sana," kata Arlen dengan tegas.
Pelayan itu mengangguk dan memimpin mereka melalui lorong-lorong gelap istana menuju ruang bawah tanah yang terletak di bagian terdalam istana. Udara di sana terasa lembap dan dingin, dan semakin dalam mereka berjalan, semakin tebal rasa ketegangan yang menyelimuti mereka.
Sesampainya di ruang bawah tanah, mereka melihat seorang pria tua terbaring lemah di sebuah meja kayu. Tubuhnya tampak kurus dan lelah, dan matanya yang sayu tampak penuh kecemasan. Di sampingnya, sebuah catatan kecil tergeletak, dengan simbol-simbol yang tampaknya menunjukkan peta dan rencana-rencana tersembunyi.
"Apa yang terjadi padanya?" tanya Kael dengan nada tegas.
Pelayan itu menjelaskan dengan ragu, "Dia ditemukan dalam kondisi terikat, dan dia mengatakan bahwa dia adalah bagian dari kelompok yang pernah bekerja untuk Noir. Namun, dia tampaknya sudah dibuang oleh mereka karena tidak lagi berguna."
Ayla mendekat, matanya terpaku pada catatan itu. "Apa ini?" tanyanya, menyentuh lembaran kertas itu dengan hati-hati.
Arlen membungkuk dan memeriksa catatan tersebut. "Ini adalah peta dari beberapa lokasi di luar Eradel. Ada tanda-tanda merah yang menunjukkan tempat-tempat yang telah disusupi oleh Noir."
Pria tua itu membuka matanya dan menatap mereka dengan lemah. "Mereka… mereka sudah berada di seluruh dunia ini. Dan mereka tidak akan berhenti sampai mereka menguasai semuanya. Istana ini… adalah hanya permulaan."
Kael mengepalkan tinjunya. "Jika mereka sudah begitu jauh, kita tidak bisa menunggu lagi. Kita harus menghentikan mereka, sekarang juga."
Ayla menatap pria itu dengan serius. "Siapa yang ada di balik semua ini? Siapa pemimpinnya?"
Pria tua itu mengangkat tangannya dengan susah payah, menunjuk ke arah peta yang tergeletak di meja. "Peta itu… menunjukkan tempat-tempat yang paling penting bagi mereka. Mereka memulai dari sana… dan sekarang mereka sudah hampir berhasil."
Arlen menatap peta itu dengan cermat. "Kami harus segera ke sana," katanya. "Jika kita bisa menghancurkan tempat-tempat itu, kita mungkin bisa menghentikan Noir."
Dengan tekad yang lebih kuat dari sebelumnya, mereka bertiga bergegas untuk merencanakan langkah selanjutnya. Tapi dalam hati mereka, mereka tahu ini hanya awal dari perjuangan panjang melawan kekuatan gelap yang semakin mendekat.
"Jangan khawatir, Ayla," kata Kael dengan penuh keyakinan. "Kami akan menghadapinya bersama. Kita tidak akan membiarkan Noir menang."
Ayla hanya bisa mengangguk, meski rasa takut dan kecemasan masih membayanginya. Namun, di tengah semua itu, ada satu hal yang pasti—perjuangan mereka baru saja dimulai.
Setelah memutuskan untuk segera melangkah, ketiganya—Ayla, Kael, dan Arlen—bersiap untuk menghadapi ancaman Noir yang semakin nyata. Mereka tahu, meskipun mereka baru saja menemukan petunjuk pertama, perjalanan mereka untuk menghentikan jaringan ini baru saja dimulai. Istana Eradel yang sebelumnya terasa aman, kini berubah menjadi tempat yang penuh dengan bayangan bahaya.
Ayla memandangi peta yang terletak di meja. Tanda-tanda merah yang tersebar di berbagai titik memberikan petunjuk tentang tempat-tempat yang menjadi sasaran Noir. Beberapa di antaranya tampak sangat dekat, sedangkan yang lainnya berada di daerah yang jauh, bahkan di luar kerajaan.
“Ada beberapa lokasi yang harus kita prioritaskan,” ujar Arlen dengan suara rendah, matanya menganalisis peta dengan seksama. “Lokasi ini—” dia menunjuk dengan jari ke salah satu titik di peta, “—adalah pusat dari semua rencana mereka. Jika kita bisa menghancurkan tempat ini, kita mungkin bisa menggagalkan sebagian besar operasi Noir.”
Kael mengangguk, matanya berbinar dengan tekad. “Kita harus pergi ke sana segera. Setiap detik yang terlewat bisa berakibat fatal.”
Ayla merasakan rasa cemas kembali merayap di dalam hatinya, tetapi ia berusaha untuk tetap tenang. Ia tahu ini adalah momen penting, bukan hanya bagi dirinya, tapi juga bagi keselamatan seluruh kerajaan. “Kita harus berhati-hati. Noir sudah menyusup ke mana-mana, dan mereka bisa tahu kalau kita mulai bergerak.”
Arlen menatap Ayla dengan intens. “Itulah kenapa kita harus bertindak cepat dan tak terduga. Kita tidak akan memberitahu siapapun tentang rencana ini. Hanya kita bertiga yang tahu.”
Setelah membuat keputusan tersebut, mereka segera meninggalkan ruang bawah tanah dan bergegas menuju kamar mereka untuk mempersiapkan perjalanan yang akan membawa mereka keluar dari istana. Meskipun malam masih larut, ketiganya tahu mereka tidak bisa menunda lagi. Jika mereka ingin menggagalkan rencana Noir, mereka harus melakukannya sekarang juga.
Malam itu, Ayla merasakan ketegangan yang luar biasa. Ia berjalan cepat mengikuti Kael dan Arlen yang sudah lebih dulu melangkah. Hati Ayla terus bertanya-tanya, siapa lagi yang terlibat dalam konspirasi ini? Dan bagaimana mereka bisa menghadapi musuh yang tampaknya sudah menguasai begitu banyak tempat di kerajaan ini?
Sesampainya di gerbang istana, mereka bertiga bertemu dengan penjaga yang sudah mereka beri isyarat sebelumnya untuk memberi jalan. Tanpa sepatah kata pun, mereka melangkah keluar menuju hutan yang membatasi istana, tempat yang mereka rencanakan untuk beristirahat sementara.
Ketika mereka tiba di perbatasan hutan, Ayla berhenti sejenak untuk menarik napas dalam-dalam. Cahaya rembulan yang memantul di atas pepohonan memberi sedikit ketenangan, tetapi hatinya masih dipenuhi kecemasan. “Apa yang akan kita lakukan jika kita menemukan lebih banyak pengkhianat di sepanjang perjalanan?”
Kael menoleh padanya dan memberi senyum tipis. “Kita hadapi satu per satu. Kita sudah siap menghadapi apapun yang ada di depan.”
Arlen menambahkan, “Kita akan terus bergerak maju. Tidak ada jalan mundur. Kita tidak sendirian dalam perjuangan ini. Ada lebih banyak orang yang akan bergabung dengan kita jika kita berhasil menggagalkan rencana Noir.”
Ayla mengangguk, meski hatinya masih diliputi keraguan. Namun, bersama Kael dan Arlen, dia merasa sedikit lebih tenang. Mereka berdua sudah melalui banyak hal bersama, dan Ayla tahu bahwa mereka akan saling melindungi apapun yang terjadi.
Sebelum mereka melangkah lebih jauh, Arlen berhenti dan menatap mereka berdua dengan serius. “Ayla, Kael. Kita harus waspada. Noir bukan hanya organisasi biasa. Mereka bisa berada di mana saja. Siapapun yang kita temui dalam perjalanan ini, kita tidak bisa menganggap mereka sebagai teman sebelum kita yakin mereka benar-benar berada di pihak kita.”
Ayla merasakan ketegangan yang meningkat. “Kita akan hati-hati. Kita harus memastikan bahwa tidak ada yang tahu tujuan kita.”
Dengan langkah yang lebih mantap, mereka melanjutkan perjalanan mereka menembus hutan. Langit malam semakin pekat, dan udara terasa semakin dingin. Mereka tahu, perjalanan ini akan penuh dengan tantangan dan bahaya yang tak terduga. Namun, tekad mereka untuk melindungi kerajaan dan menggagalkan Noir jauh lebih besar.
Malam itu, perjalanan mereka menuju lokasi yang disebutkan dalam peta dimulai. Mereka melewati hutan lebat, berlari melintasi jalan setapak yang tidak dikenal, dan berharap mereka bisa sampai di sana tanpa terlalu banyak perhatian. Ayla merasakan getaran aneh di udara, seakan ada sesuatu yang mengawasi mereka. Namun, ia tidak mengatakannya. Malam itu, hanya ketiga mereka yang tahu betapa besar taruhannya.