Santi sigadis kecil yang tidak menyangka akan menjadi PSK di masa remajanya. Menjadi seorang wanita yang dipandang hina. Semua itu ia lakukan demi ego dan keluarganya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lianali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
“Ting… Ting…” suara tutup priuk yang diangkat kemudian dijatuhkan membuyarkan lamunan Santi.
Ternyata nasinya sudah mendidih. Jadi air nasinya mengakibatkan tutup priuk itu naik turun, sehingga bergesekan dengan bibir priuk yang menyebabkan bunyi nyaring.
Santi meraih sidu, kemudian mengaduk-aduk nasinya. Ia merasa nasinya kelebihan air, sehingga ia mengurangi airnya. Kemudian ia mengecilkan apinya, dengan cara mengurangi kayu bakarnya. Tidak lama kemudian nasinya masak. Kini lanjut ia memasak Indomie telor. Ini adalah masakan yang gampang tapi jarang di makan di dalam keluarga ini.
Padahal harganya juga terbilang murah, bahkan jauh lebih murah harga Indomie telur daripada harga rokoknya Burhan, ayah mereka.
Suara tawa adiknya masih terdengar di ruang tengah yang membuat Santi ikut tersenyum tersenyum di dapur. Tidak lama kemudian masakan sederhananya tetapi terasa mewah bagi mereka siap di hidangkan.
Santi menggelar tikar Kumal yang beberapa benarnya sudah terurai dan ada bagian yang bolong, di dapur. Ia meletakkan enam piring di sana, dua cuci tangan, enam sendok makan, nasi yang ditaruh di dalam baskom besar, Indomie telor yang juga di taruh di dalam baskom besar. Hari ini Santi dan adik adiknya akan makan besar, mereka tidak akan kelaparan hari ini.
“Dek, sudah mainnya ya, nanti di lanjut lagi sekarang kita makan” Santi memanggil adik-adiknya.
“Horee,” adiknya bersorak bahagia. Mereka langsung mematikan Barbienya dan berlari ke dapur.
Sedangkan Lili membawa boneka Barbienya ikut serta makan dengan dirinya.
Santi yang melihat itu membiarkan saja, asallah dia senang apapun itu tidak masalah. Batin Santi. Tidak lupa Santi mengunci pintu tengah, takut ada anak nakal yang mencuri mainan adik adiknya.
Setelah semua pintu di kunci. Santi pun menyusul adiknya di ke dapur.
Ini baru jam setengah satu siang, jadi adiknya Riski belum pulang dari sekolah, padahal ia ingin makan bersama-sama dengan kelima adik-adiknya.
“Mbak, mbak dapat dari mana sih uang sebanyak itu, tadi kata Sisil mbak beli boneka mahal banget,” tanya Ridho.
“Sudah lah do, kamu makan saja, anak kecil enggak perlu tau.”
“Ridhokan sudah besar mbak, sudah kelas 6 SD.”
“Kelas enam masih anak-anak, sudah lanjut makan,” ujar Santi.
“Iya deh mbak,”
“Cepat makan nasimu, nanti sore atau besok kita ke pasar buat beli sepatumu,”
“Beneran mbak??”
“Iya bener.”
“Janji?”
“Janji, ya sudah jangan banyak tanya, makan saja, terus jangan melawan-lawan sama mbak, harus nurut apa kata mbak.”
“Siap.“
*****
Tepat pukul 1.30 Riski sampai di rumah.
“Riski pulang,” ucapnya seraya mengetuk pintu. Santi lupa pintu tadi ia kunci, Santi yang ikut bermain dengan adiknya pun langsung membukakan pintu.
“Baru pulang kamu Ki?” Santi berbasa-basi.
“Iya mbak.”
“Sepatumu mana?” Santi melihat Riski sudah bertelanjang kaki.
Dengan malas Riski pun mengeluarkan sepatunya dari dalam tas sekolahnya, dan mengangkatnya menunjukkannya kepada Santi. Tinggi mereka sama.
“Nih, sepatu Riski rusak, jadi Riski masukin ke dalam tas aja, mana tahu nanti bisa di jahit atau di lem,” sahut Riski dengan malas.
Sepatunya bukan hanya rusak tetapi hancur akibat pemakaiannya. Seharusnya Riski membuangnya saja di jembatan, sama seperti yang dilakukan oleh Ujang dan Ridho adiknya. Tapi tampaknya Riski tidak tega melakukan hal yang sama terhadap sepatunya.
“Mainannya banyak banget mbak, pinjam dari mana? Ada yang sedekah mainan atau gimana nih?” ujar Riski meletakkan sepatunya yang rusak di sembarang tempat.
“Sepele, ini mbak Santi yang beliin tau, enak aja bilang sedekah apalagi pinjam,” ujar Ridho.
Riski langsung menatap Santi yang sedang menutup pintu, dan merapikan sepatu hancur milik Riski. “Beneran mbak, ini semua mbak yang beliin, mbak dapat uang dari mana?” tanya Riski penasaran bercampur tidak percaya. Kaget.
“Nanti mbak ceritain, kamu ganti baju dulu terus malam sana Ki,” ucap Santi, Santi yakin Riski pasti mengerti akan keputusannya.