Karena dikhianati, aku trauma terhadap wanita. Ditambah anakku yang masih bayi membutuhkan bantuan seorang 'ibu'. Apa boleh buat, kusewa saja seorang Babysitter. masalahnya... baby sitterku ini memiliki kehidupan yang lumayan kompleks. Sementara anakku bergantung padanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septira Wihartanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pijatan
Kayla selesai memberi makan Aram lalu sempat tersenyum ke arah Altan, Altan hanya mengerling padanya sambil keluar dari ruanganku.
“Kalian sadar kan kalau saya dengar semua pembicaraan,” desis Kayla sambil menepuk-nepuk punggung Aram dengan lembut. Si Jagoan kecilku butuh bersendawa untuk mengeluarkan gas di perutnya. Aku berdiri dan mengambil alih pekerjaan menggendong Aram.
Aram sepertinya sedang bersemangat, ia menendang-nendang tapi wajahnya serius karena masih ada gas terjebak. Tangannya ia masukkan ke mulutnya yang kecil, sambil menyandarkan kepalanya di bahuku ia pun bersendawa.
Tapi ia tetap stay di posisinya semua.
Aku tak pernah menggendongnya dalam posisi setenang ini.
Dulu ia selalu ribut dan menangis.
Masa-masa ini akan selalu kuingat, saat Aram nyaman dalam gendonganku.
Air putih telah membuat usus Aram rusak dan metabolismenya terganggu. Perut kembung, Diare, Kekurangan gizi, Intoksikasi air. Karena di tempat setan itu, aku tak akan pernah tahu Aram diberikan air yang semacam apa.
Berkat Kayla... dan pengorbanannya. Aram dapat sehat seperti ini.
“Aku sadar, nggak tahu kalau Altan.”
“Apa maksud kamu membiarkanku mendengar?” tapi wajah Kayla terkesan menggoda.
“Tak ada maksud tertentu.” Desisku sambil menyeringai.
“Hm...” gumam Kayla sambil berjala ke arah sofa, tapi aku menarik tangannya, menghentikannya.
Kenapa?
Karena saat ia berjalan dan bermaksud memunggungiku, aku melihat tolehan wajahnya, dengan senyum yang berbeda dan binar mata yang menunjukkan sinyal-sinyal godaan... ke arahku.
Aku yakin benar mimik seperti itu adalah saat seorang wanita menunjukkan ketertarikan secara seksual. Dan aku sudah sering mendapatkan perlakuan itu, berkali-kali.
Untuk yang satu ini, aku tidak akan melewatkan kesempatan begitu saja. Karena hubunganku dengannya saat di kantor adalah hubungan pasangan, saat kembali ke rumah kami menjadi orang lain, profesional.
“Eeeeh, tunggu mau ke mana?!” desisku sambil menarik tangannya mendekat.
Aku meraih pinggulnya yang cukup setangkup saja tanganku sudah memenuhi setengah pinggangnya.
“Mau duduk lah,” katanya.
Aku merapatkan tubuhnya ke tubuhku, sengaja ekstra erat, ikat pinggangku menempel di perutnya.
“Siapa yang izinin kamu duduk?”
Ia menatapku dengan muram, lalu menatap mataku. “Untuk aku yang baru, yang lepas bebas karena kematian orang tua sudah menyadarkanku, aku tidak butuh berbagai Izin atas kendali tubuhku sendiri.”
Oh tidak...
Aku salah bicara.
Niatnya aku ingin balas menggodanya dengan mendekatkan tubuhnya padaku, berusaha menguasainya, mengikatnya, dan ia malah terikat masa lalu.
Aku benar-benar lupa kalau Angga adalah laki-laki yang otoriter.
Masa aku juga memperlakukannya demikian?!
Jangan sampai suasana hari ini jadi canggung juga.
Jadi aku tersenyum dan mengelus dagunya yang mungil. “Kamu benar.” Desisku. “Aku hanya ingin kamu berada sangat dekat denganku, sampai-sampai aku lupa kalau kamu bukan milikku.”
Ia terlihat menelaah kalimatku, sedikit mempertimbangkan ucapanku dengan memiringkan kepalanya.
“Jadi... apa maumu... Tuan Besar?” desisnya sambil mengalungkan kedua tangannya ke pinggangku.
Wah, kami berbaikan dengan cepat.
“Sekarang waktunya ‘maunya kamu’, Nyonya Besar.”
“Biar kutebak, mau-ku, asal jangan jauh-jauh darimu?”
“Kamu pintar...” desisku sambil mengelus pipinya.
Moment ini benar-benar kumanfaatkan.
“Aku ingin dimanja... aku tidak pernah dimanja. Terakhir kali aku dimanjakan, saat 12 tahun, oleh orang tuaku.”
Hm...
Saat wanita mengucapkan kalimat ini, yang pertama terlintas memang beban untuk mengeluarkan uang bagi kesenangan seorang wanita.
Tapi berikutnya, saat wanita sudah puas dimanjakan oleh uang, waktunya timbal balik. otak laki-laki langsung dipenuhi berbagai fantasi liar berbahaya yang tentu saja berhubungan dengan aktivitas seksual.
Kini, apa yang mungkin akan kulakukan untuk memanjakannya?
“Tolong lebih spesifik apa yang dimaksud dengan ‘dimanja’, aku bukan cenayang.” Desisku. “Tahu tidak, Wanita dengan tebak-tebakannya hanya membuat hari-hariku semakin kacau. Sudah menyebalkan, sok jadi yang paling cantik pula. Dikira aku punya sistem telepati kali ya?! Aku tidak sepengertian itu.”
“Ih, cara bicara kamu itu...” Kayla menyentuh bibirku. “Bossy.”
“Jadi, Nyonya... kamu butuh bantuan apa dariku?”
“Kasih sayang, Pelukan hangat, kecupan manis, dan mungkin... pijatan lembut, kakiku agak pegal, hehe.”
“Tiga di depan sudah kuberikan, dan kalau aku melakukan yang keempat, aku tidak yakin akan bisa menahan diri atau tidak.”
Terdengar cekikikan dari arah Kayla. “Kamu bisa kok, aku percaya kamu.”
Astaga punggungku langsung berasa berat.
“Tapi, aku serius minta dipijat, aku tidak biasa pakai sepatu ber-hak tinggi.” Bisik Kayla.
Kurang ajar... kupikir dia tertarik padaku. Keki bener aku.
Aku menoleh ke samping, Aram sudah tertidur di bahuku. Belakangan ia sering sekali tertidur, bisa jadi karena ia masih bayi, atau mungkin juga melunasi jam tidurnya yang sangat minim yang sejak ia dilahirkan.
Aku letakkan dengan hati-hati Aram di strollernya.
Si Pangeran kecilku mengulet sebentar, lalu mengangkat tangannya, dan tepar.
Kini saatnya aktivitasku berdua bersama Kayla.
Aku berlutut di depannya, kulepas sepatunya. Dan kuletakkan kakinya di sebelah pahaku.
Bagian jari merah, tanda ia merasa sesak dengan sepatunya. Kupijat dengan selembut mungkin.
Jariku menelusuri setiap kulit di telapaknya.
Ia bukan jenis manusia yang bisa gelian di bagian telapak kaki.
Ku elus perlahan bagian tumit, sambil kutekan jempolku sedikit di bagian ibu jari.
“Apa sih, sayang...” desis Kayla.
Dia memanggilku ‘sayang’.
“Siapa tahu kamu lagi kesurupan...” candaku.
Kakinya ia panjangkan sampai menyentuh perutku.
“Kalau iya, bagaimana?” bisiknya sambil menatapku sendu. “Mau mengusirku?”
“kumanfaatkan dengan baik proses kesurupanmu dengan menikmati setiap jengkal tubuh kamu. Setelah aku puas, kuusir. Kamu tidak akan ingat apa saja yang telah kulakukan padamu.” Kataku sambil tersenyum menakut-nakutinya.
“Oke.”
Sial...
Apa maksudnya dengan ‘Oke’?! Itu bisa berarti banyak hal.
Amat sangat banyak hal.
Belum selesai aku berpikir, jari kakinya sudah menekan perutku, lalu perlahan naik sampai ke abs-ku, dan ke arah dadaku.
Dan aku bisa melihat, di balik roknya, ia tidak mengenakan apa pun.
Semua polos tanpa penghalang.
“Cari mati, kamu.” Desisku sambil menatap ke dalam roknya.
“Takut nyeplak ke rok, saya harus berpenampilan sesempurna mungkin, kan?”
“Ada teknologi cidi yang pinggirannya sangat tipis sampai tidak akan berbayang di rok ketat.”
“Belum beli.” Jawabnya pendek.
“Dan kamu tidak keberatan aku melihat semuanya?”
“Kamu kan sudah melihat semuanya. Ada CCTV di kamar mandiku. Ingat?” kakinya naik ke bahuku dan sedikit mendorong tubuhku. Tanda kalau ia kesal denganku.
Aku telah melanggar privasinya.
Tanganku menangkap pangkal kakinya dan mendekatkannya ke pipiku.
Wangi...
Lotion apa yang ia pakai... harumnya lembut dan mewah.
Aku pun mengecup jempol kakinya, jari tengahnya, berlanjut ke arah pinggir kakinya.
Ia hanya mengamatiku dengan matanya yang sendu.
BRAKK!!
Altan masuk ruanganku. Aku berdecak kesal.
Kayla menarik kakinya.
Pemuda itu meletakkan alat pijat kaki milik Pak Zulfikar di sebelah kami.
“Silakan loh Kak Kayla kalau mau pakai. Kasihan Pak Zaki sudah ngomel-ngomel dari pagi masa harus pijetin kakak jugaaaa.” Kata Altan sambil tersenyum.
“Pergi lu bocil...” aku menendang bokong Altan sampai ia tersingkir keluar ruangan, dan kukunci pintuku.
maaf y Thor bacanya maraton tp untuk like dan komen ngak pernah absen kog 😁😁😁,,,,