Kesalah pahaman dua sahabat lama membuat putri salah satu di antara mereka harus menanggung derita. Ratia, putri dari keluarga Atmojo yang trus di kejar dan harus di habisi oleh keluarga Baskoro.
Ratia kecil terpaksa di sembunyikan di sebuah negara, di mana hanya kakeknya saja yang tau. Bertahun-tahun di cari, keberadaan Ratia tercium. Namun dengan cepat kakeknya menikahkan Ratia pada keluarga yang kaya dan berkuasa. Ternyata hal itu membuat Ratia semakin menderita, Aksara memiliki banyak wanita di hidupnya. Perlakuan tidak menyenangkan trus Ratia dapatkan dari suaminya itu. Dengan kecantikan dan kecerdasan yang dimiliki Ratia dia berhasil meluluhkan hati sang suami, namun Ratia terlanjur membenci suaminya Aksara. Rasa benci Ratia pada sang suami dan keluarganya membuat dia ingin mengakhiri hidup. Namun dengan segala cara Aksara mencegah hal itu, dan membuat Ratia luluh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rickaarsakha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
di Hadang
Meski sempat ingin di batalkan, pada akhirnya pernikahan Wira tetap terlaksanah. Bagaimanapun Wira mencintai calon istrinya, tidak mungkin ia membuat dua keluarga besar kecewa.
Di hari pernikahan Wira itu, semua terlihat bahagia. Keluarga Hadinata yang hadirpun semuanya tersenyum tanpa terlihat gurat kesedihan. Sementara keluarga Atmojo nampak begitu antusias menyambut semua tamu yang hadir.
Meski dengan sekuat tenaga Hanggoro dan Dewi bersikap seperti yang sudah di rencanakan, namun pada akhirnya buliran bening dari ujung mata mereka perlahan terjatuh. Kusuma yang memang sudah menduga hal itu terjadi, dengan cepat menghampiri keduanya.
"Kondisikan diri kalian!, jagan ada air mata sedikitpun. Mata-mata dari keluarga itu pasti berada disini." Ucap Kusuma sambil merangkul keduanya.
Rama yang tau kedua orang tuanya kesulitan menguasai diri dengan cepat menarik keduanya untuk bergabung di pesta yang meriah.
Pada akhirnya selama pesta pernikahan berlangsung, semua anggota keluarga berhasil menguasai diri dengan baik. Tidak ada kendala apapun yang membuat dan mengundang kecurigaan publik.
"Sukurlah acara sudah selesai" ucap kusuma setelah sampai di kediaman mereka.
Semua terlihat lelah, bukan hanya menguras tenaga namun juga energi yang habis untuk berpura-pura bahagia.
"Pak kusuma kami langsung pulang saja, jangan terlalu lama kita berkumpul" ucap Suharjo langsung berpamitan untuk pulang.
"Iya pak Harjo, hati-hati di jalan. Terimakasih banyak sudah hadir dan membantu kami" Setelah menyalami semua, Suharjo langsung pulang.
Ditengah perjalanan yang cukup jauh tiba-tiba mobil mereka dihentikan. Tampak tiga orang laki-laki bertubuh kekar dan wajah ketiganya hampir tertutup secara keseluruhan hanya menyisahkan kedua mata yang nampak mengintimidasi.
"Pak, siapa mereka?" Ucap ibu Ratri yang nampak begitu ketakutan. Suharjo hanya terdiam tubuhnya bergetar hebat, dia tentu saja tidak mampu untuk melawan. Tubuh rentanya bahkan tidak mampu hanya untuk bertanya pada ketiga laki-laki itu.
Pintu yang terkuncipun akhirnya dibuka dengan paksa. Dengan cepat Suharjo dan Istrinya di tarik paksa keluar, sopir merekapun dipaksa untuk berjongkok di luar mobil. Mereka dengan cepat masuk dan mengacak-acak mobil mencari sesuatu. Namun beberapa saat mereka kembali keluar, dan menembak kearah mobil.
Dengan keadaan mobil yang rusak parah membuat mereka tidak mampu melanjutkan perjalan. Sementara Suharjo dan istrinya begitu ketakutan, mereka bahkan tidak mampu hanya untuk berjalan ke arah jalan yang lebih terang. Wajah mereka pucat pasih, hanya terdiam tak mampu untuk melakukan apapun lagi. Naasnya lagi di sekitar lokasi kejadian, jaringan seluler tidak tersedia. Berjam-jam mereka menunggu kendaraan lain yang lewat, namun tak ada satupun yang melintas di jalan itu. Dengan terpaksa sang sopir meninggalkan Suharjo dan istrinya.
"Tuan dan nyonya masuk dulu kemobil, saya akan berjalan ke depan mencari bantuan" ucap sang sopir, karna tidak ada cara lain ia harus segera mencari cara agar bisa menelpon salah satu anggota keluarga.Untung saja tidak hampir satu jam sang sopir berjalan, hanphone miliknya berhasil menangkap jaringan. Dengan gemetar ia langsung menelpon seseorang. Sucipto, anak laki-laki Suharjolah yang dia hubungi pertama. Namun lagi-lagi nasib baik belum berpihak, hanya jawaban dari operator yang terdengar. Tidak hilang akal ia langsung menghubungi Hanggoro.
"Ada apa?"
"Tuan, kami di hadang beberapa orang dan mobil kami di rusak" ucap sang sopir, setelah menjelaskan lebih lanjut, tanpa banyak bertanya lagi Hanggoro langsung mengutus beberapa orang untuk segera ke lokasi. Sementara sang sopir di perintah untuk menunggu di tempat.
"Ada apa mas?"
"Keluarga Baskoro benar-benar keterlaluan. Aku akan membalas semua ini!" Hanggoro langsung berlari keluar. Sementara sang istri masih terpaku, dia bahkan belum mendapat penjelasan apapun.
"Bagaimana bu apa sudah lebih baik?" Tanya hanggoro setelah berhasil menjemput kedua mertuanya beserta sopir mereka. Namun sang mertua hanya menggelang, ketakutan masih tergambar jelas di wajah tua mereka. Sementara sang sopir, hanya duduk terdiam belum ada tanda-tanda ia mampu bercerita lebih banyak.
"Hanggoro apa Dewi dan pak Kusuma udah tau akan hal ini?" Tanya Cipto yang baru saja sampai.
"Ayah sama sekali belum tau mas, aku takut jika ayah akan menggalami hal buruk"
"Sebaiknya di sembunyikan saja!" Ucap Cipto dengan wajah tak kalah penuh amarah.
"Apa yang tujuan mereka sebenarnya?"
"Aku yakin mas, mereka berpikir ayah dan ibu membawa Ratia di mobil itu. Mereka pasti sudah membuti sejak dari hotel. Ayah dan ibu juga sempat, mampir kerumah sebentar"
"Tapi kenapa mereka sampai merusak mobil, bahkan mobil itu sampai tak bisa di pakai lagi"
"Sepertinya mereka kesal karna tidak menemukan Ratia di sana"
Di tengah ketegangan yang belum mereda ketukan di pintu terdengar begitu keras.
Cipto gegas berjalan untuk membuka pintu.
"Pak Kusuma kenapa anda bisa sampai di sini?" Baru saja ia dan Hanggoro berencana menyembunyikan hal ini. Namun tiba-tiba saja orang yang di maksud datang menyusul.
"Di mana pak Harjo?" Mata Kusuma memerah, raut wajah tak bersahabat begitu nampak.
"Mereka ada di ruang makan pak!" tanpa menjawab ia langsung melangkah dengan cepat.
"Ayah?" Hanggoro yang begitu terkejut melihat kedatangan sang ayah tak mampu bertanya banyak, bagaimana sang ayah bisa menyusul.
"Bagaimana pak, apa ada yang terluka?" Nada bicara Kusuma terdengr lembut namun wajah penuh amarah itu sangat terlihat jelas.
"Kami baik-baik saja pak, tidak terluka sedikitpun"
"Baguslah, saya sangat takut jika kalian bertiga terluka" amarah di wajah Kusuma perlahan memudar seiring helaan nafaa yang sudah mulai teratur.
"Apa ada yang mereka katakan?"
"Tidak ada pak mereka hanya diam, dan menembak kebagasi mobil beberapa kali. Dan ban depan juga mereka tembak" kali ini sang sopir keluarga Hadinatalah yang menjawab.
"Saga takut pak, jika keluarga itu trus mengganggu orang tua saya!"
"Saya mengerti hal itu Cipto, mulai besok beberapa orang akan tetap menemani pak Harjo di rumah. Saya tidak mau ada yang terluka lagi"
"Tapi pak, saya rasa itu tidak perlu mereka pasti tidak akan mencari Ratia ke sini lagi" ucap ibu Ratri.
"Tidak bisa bu, kita jangan sampai lengah lagi. Kita tidak pernah tau apa yang akan mereka lakukan di kemudian hari"
"Yang di katakan pak Kusuma benar bu" Cipto memang sangat takut atas kejadian tadi. Di sebuah kursi Hanggoro hanya terdiam, memikirkan bagaimana menuntut balas atas apa yang mereka lakukan pada mertuanya.
"Hanggoro!" Panggilan ayahnya sukses membuatnya tersentak.
"Iya yah, ada apa?"
"Kita tidak bisa trus menghindar dan membiarkan mereka trus melakukan hal semacam ini!"
"Lalu apa yang harus kita lakukan yah?" Hanggoro ingin tau rencana apa yang ada di pikiran ayahnya, dia tidak mau apa yang ia lakukan tempo hari membuat Ratia semakin menderita.
"Minta keluarga Suseno membantu kita lagi"
" Apa ayah tidak salah, ini berbahaya untuk Ratia kedepan"
"Lakukan apa yang ayah katakan!!" Dada Hanggoro sesak, apa yang ayahnya lakukan sangat tidak masuk akal dan berbahaya.
double up