Berawal dengan niat baik untuk menolong membuatnya harus berurusan dengan seorang pria asing yang tanpa Marissa ketahui akan merubah hidupnya 180 derajat. Terlebih setelah insiden satu malam itu.
Kira-kira seperti apa tanggapan pria asing yang bernama Giorgio Adam setelah mengetahui kebenaran dari insiden malam itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nathasya90, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
LATIHAN PERNAPASAN
"Tentu saja, siapa yang tidak mengenal seorang Giorgio Adam, Ceo sekaligus pemilik dari AG Company," jawab Marissa dengan jawaban paling aman.
Mendengar itu membuat Dimi menghela napas panjang mendengar jawaban diplomatis dari Marissa. Ia bukan tidak tahu siapa itu Giorgio Adam, tapi bukan itu poin yang dimaksud, dan Marissa jelas tahu arah pertanyaannya itu.
"Ya.. kau benar. Siapa yang tidak mengenal, tuan Adam. Tapi entah kenapa aku merasa jika pria itu begitu posesif padamu. Seolah-olah pria itu sudah lama mengenalmu hingga memiliki hak atas dirimu," ungkap pria itu jujur. Akhirnya ia mengutarakan apa yang mengganjal dihati dan pikirannya sejak tadi.
Marissa tidak menanggapi apa yang diucapkan oleh Dimi karena beranggapan itu adalah sebuah pernyataan yang tidak membutuhkan suatu jawaban dari siapapun kecuali dirinya sendiri.
Dan setelah itu suasana di dalam mobil menjadi sunyi setelah pernyataan Dimi.
Di sepanjang perjalanan Marissa tidak mengalihkan tatapannya ke arah jendela, melihat kendaraan yang berlalu lalang hingga tidak terasa mereka sudah sampai di RG Company.
Mereka lalu turun dan berjalan masuk ke dalam perusahaan. Nampak beberapa karyawan menunduk sopan saat melihat Ceo mereka datang.
Dimi dan Marissa naik di lift khusus yang diperuntukan bagi Ceo termasuk tamu penting.
"Setelah ini apakah ada jadwal lain?" tanyanya seraya menatap wajah cantik Marissa.
Dimi tidak tahu apa yang sedang wanita itu pikirkan karena saat di mobil pun hanya diam saja dan tidak berkomentar atau merespon apa yang ia ucapkan di mobil.
Marissa menatap ke arah Dimi yang sedang menatapnya dengan intens. Bersyukur di dalam lift itu hanya ada mereka saja, jika tidak.. bisa dipastikan jika mereka akan menjadi bahan gunjingan dengan judul 'Sekretaris Menggoda Ceo Tampannya'.
"Berhentilah menatapku seperti itu, Dimi. I'm fine!" tegur Marissa yang jengah diperhatikan sejak awal mereka masuk ke dalam lift.
"Dan sejak awal aku sudah mengatakan jika aku ingin bekerja secara profesional denganmu bukan? Aku tidak ingin hubungan pribadi kita mempengaruhi keprofesionalan saat kita bekerja," sambung wanita itu dengan tanpa ekspresi.
"Baiklah, aku minta maaf. Aku sudah terbiasa melindungi mu dulu, jadi mengalir begitu saja tanpaku buat-buat seperti saat ini," Dimi dengan cepat menjelaskan dan meminta maaf, ia tidak ingin Marissa menjaga jarak dengannya.
"Ya, aku tahu. Terima kasih untuk semuanya," balas Marissa tersenyum hangat.
"Jadi ...?"
Kening Marissa berkerut. Tidak tahu makna kata 'jadi'.
"Meeting nya, Marissa. Jadwalnya apakah ada meeting atau tidak."
"Oh.. jadwal. Maaf maaf, aku sampai lupa. Tidak ada meeting lagi karena meeting hari ini sudah di reschedule ke jam sepuluh besok pagi. Hanya ada beberapa laporan yang harus Anda tanda tangani," ucap Marissa dengan formal.
Dimi tertawa keras mendengar ucapan Marissa yang tiba-tiba berubah menjadi formal padanya.
"Begitu cepat peralihan mu dari sahabatku menjadi sekretarisku," kekeh Dimi kemudian tersenyum.
Marissa mengangkat kedua bahunya ke atas kemudian keluar saat pintu lift terbuka.
"Kau masih tak banyak berubah, Isa," batin Dimi menatap punggung wanita yang telah lama mengisi relung hatinya.
*
*
Marissa yang baru saja keluar dari ruangan Dimi setelah memberikan laporan hasil meeting mereka tadi bersama AG Company mendengar ponselnya bersuara tetap saat dirinya masuk ke dalam ruangannya.
Keningnya berkerut melihat isi chat yang ternyata dari Giorgio, pria yang membuatnya geleng-geleng kepala.
'Kau sudah pulang kan?'
'Keluar sekarang atau aku akan menyeret mu keluar dari ruanganmu sekarang juga!'
"Astaga ... dua pesan dengan dua puluh panggilan tak terjawab!" gumam Marissa saat melihat layar ponselnya.
"Aku harus bersiap sekarang juga." Tentunya ia tidak mau sampai Giorgio benar-benar merealisasikan ancamannya. Dengan cepat Marissa merapikan meja kerjanya kemudian mengambil ponsel serta handbag yang dia pakai pagi ini.
"Kau sudah mau pulang?!" tanya Dimi yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan Marissa .
"Ya, pekerjaanku sudah selesai. Apakah ada pekerja lain? Jika iya, aku akan mengerjakan di rumah saja," jawab Marissa .
"Hem, pulanglah. Semua pekerjaan sudah ter-handle dengan baik. Dan ya, terima kasih untuk kerja kerasmu hari ini. Aku benar-benar bangga padamu. Penampilan perdanamu tadi pagi sangat-sangat mengagumkan," puji Dimi seraya memberikan dua jempol ke arah wanita itu.
"Terima kasih. Kita semua sudah bekerja keras hari ini. Sampai jumpa, Dimi!" seru wanita itu lalu pamit dan berjalan keluar dari ruangannya.
"Hati-hati!" pekik pria itu dan Marissa menjawab dengan lambaian tangan ke atas tanpa berbalik ke arah pria itu.
TING!
Marissa sudah sampai di lantai dasar, tepatnya di lobby. Dan melihat Roby, sekertaris Giorgio tengah berdiri di depan mobil sedan sport berwarna merah yang tadi mereka naiki saat makan siang bersama.
Dengan cepat berjalan ke luar dan menghampiri Roby yang sudah menunggunya lama.
"Pak Roby, maaf sudah menunggu lama, aku harus menyelesaikan pekerjaanku dulu sebelum pulang. Ayo cepat kita pulang, bos mu itu sudah merengek dari tadi," ajak Marissa yang hendak masuk ke dalam mobil namun dihentikan oleh pria itu.
"Marissa, tunggu! Bukan mobil ini tapi yang hitam itu!" Seru Roby menunjuk mobil merah tepat di belakang mobil Ferarri hitam yang biasa dipakai Giorgio .
Wanita itu menautkan alisnya menatap mobil hitam yang ada di belakang.
"Tapi itu mobil siapa? tanya Marissa heran.
"Itu mobil barunya. Baru saja dia menggantinya," jelas pria itu dengan singkat dan padat.
"APAA!!" pekik wanita itu terkejut.
"Cepatlah ke sana, sudah satu jam dia menunggu!" seru Roby memberitahu.
"Benarkah?"
"Iya, jadi cepatlah sebelum dia mengamuk lagi padaku." Marissa yang mendengar ucapan Roby seketika menelan saliva dengan berat. Kemudian berjalan menuju mobil hitam yang tidak kalah mewah dan mahal dari mobil sebelumnya.
Marissa lalu membuka pintu mobil dan menampilkan wajah Giorgio datar tanpa ekspresi. Wajah pria itu tampak tidak bersahabat kali ini, mungkin karena sudah menunggu selama satu jam lamanya, pikir Marissa.
"Hai, Sayang. Maaf ya sudah membuatmu lama menunggu, tadi aku harus—" kata Marissa yang hendak memberi penjelasan namun dipotong oleh pria itu.
"Masuk!" ketus Giorgio tanpa mengalihkan pandangannya ke arah Marissa .
Tidak ingin membuat Giorgio semakin kesal akhirnya Marissa menurut dan masuk ke dalam mobil dan duduk di sisi sebelah kanan pria itu.
"Apa yang kalian bicarakan tadi?" tanya Giorgio .
"Bicara? Siapa? Aku?" tunjuk wanita itu pada dirinya sendiri.
"Ya, tentu saja kau. Kau kira aku akan memperhatikan orang lain begitu? Kurang kerjaan sekali!" gerutu pria itu karena mendengar jawaban annoying wanita itu.
"Ooh.. yang sama pak Roby itu? Aku hanya bertanya mobil merah itu siapa yang punya karena tadi dia menyuruhku masuk ke sana tadi. Kupikir siapa, ternyata kau."
"Maksudmu? Kau memangnya pikir ini mobil siapa?" tanya pria itu menaikkan satu alisnya.
"Ya mana aku tahu, bukankah mobil warna merah banyak yang memakainya? Jadi tentu saja aku harus bertanya sebelum masuk ke dalam mobil. Kecuali kalau kau memiliki mobil yang beda dari yang lain, mungkin aku tidak akan bertanya lagi," papar wanita itu mengedikkan bahu.
"Jadi kau ingin mobil dengan warna yang belum orang miliki! Begitu?" tanyanya serius.
"Ya, apakah bisa?" Marissa asal menjawab karena pada dasarnya ia hanya bercanda dan hanya ingin mencairkan suasana tegang di wajah pria itu.
Giorgio tidak menjawab dan malah menarik dagu wanita itu lalu menciumnya dengan cepat. Lama kelamaan ciuman tersebut melembut hingga membuat Marissa terbawa arus dan mengalungkan lengannya di leher pria itu.
Ciuman itu terhenti saat wanita itu hampir kehabisan napas.
"Napas mu sungguh pendek. Apa kau bisa berenang?"
"Berenang? Kenapa? Apa hubungannya dengan ciuman?" tanya wanita itu polos.
Ingin rasanya Giorgio menerkam wanita itu sekarang juga. Namun sangat disayangkan mereka masih berada di depan perusahaan milik Ceo keras kepala itu.
"Loh kok malah melamun?"
"Tentu saja berhubungan, karena jika kau suka berenang kau pasti bisa mengatur napas dan itu akan membuat durasi ciuman kita semakin lama dan panjang," Marissa yang mendengar penjelasan pria itu hanya bisa geleng-geleng kepala saja. Bisa-bisanya semua masalah selalu berujung pada hal mesum seperti ini.
"Pulang dari sini kita langsung berenang," sambung pria itu.
"Dasar pria mesum!" Marissa mengumpat dalam hati. Marissa yakin100 persen jika nanti saat berenang pasti berujungnya dengan bercinta di dalam air.
TERIMA KASIH DAN SUKSES SELALU BUAT KITA SEMUA 🫶🏼