Jia menemukan kembali arah hidupnya setelah dia bercerai dari Alex.
Namun siapa sangka, perceraian itu membuat Alex kehilangan pijakan kakinya.
Dan Rayden adalah bocah kecil berusia 4 tahun yang terus berharap mommy dan daddy nya kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AD BAB 5 - Pelukan Hangat Sang Anak
Setelah Alex pergi dari rumah ini, kendali di dalam rumah di ambil alih oleh Sofia.
Jia tidak bisa bergerak semau dia, karena sedikit saja bergerak Sofia akan langsung menatapnya tajam.
Jia hanya bisa duduk di kejauhan dan memperhatikan Rayden yang sedang mengikuti kelas belajarnya di rumah.
Jia tersenyum saat Rayden mengambil kesempatan untuk menatap sang ibu.
Jujur saja, di lubuk hatinya yang paling dalam, terkadang Jia tidak peduli jika dia harus menderita seumur hidup, asalkan dia bisa terus melihat tumbuh kembang Rayden seperti ini.
Kehidupan, pendidikan dan kesehatan Rayden akan terus terjamin hingga dia dewasa nanti.
Jia terus tersenyum, sampai seorang pelayan menghampiri dirinya.
"Nyonya, anda tadi belum sarapan, lebih baik anda makan dulu," ucap pelayan itu dengan menurunkan pandangannya, tidak berani bersitatap dengan sang Nyonya. Menatap mata majikan secara langsung adalah tindakan tidak sopan.
"Baik Bik, setelah ini aku akan ke meja makan."
"Maaf Nyonya, lebih baik sekarang saja, sebelum nyonya Sofia turun," ucap pelayan itu. Meski merasa lancang namun dia terpaksa mengingatkan, dia tidak akan sanggup saat melihat Jia mendapatkan tatapan tajam ataupun hinaan ketika Nyonya nya sedang makan.
Jia yang memahami ucapan pelayan itu pun menganggukkan kepalanya, lalu bangkit dan segera menuju meja makan.
Berbagai hidangan sudah tersaji di sana, tapi sungguh Jia tidak sedikitpun berselera. Dia hanya mengambil sedikit nasi dan juga sayur secukupnya.
"Makan juga dagingnya Nyonya, anda harus sehat," ucap pelayan itu, dia melayani Jia dengan baik, bahkan meletakkan seiris daging di dalam piring sang Nyonya. Bukan hanya sehat, pelayan itu juga berharap agar Jia bisa makan dengan lahap.
Dan Jia pun menerimanya.
Nasi itu baru habis setengah, namun Jia dan sang pelayan sudah mendengar suara Sofia yang turun ke lantai 1.
Jia tergesa menyelesaikan makanannya, bahkan mencuci piring kotornya sendiri.
Setiap hari selama 3 tahun ini Jia terus seperti, hidup dalam ketidaknyamanan.
Hanya Andreas yang memperlakukannya dengan baik, namun setelah Andreas meninggal, tidak ada lagi yang peduli padanya.
"Jia!" panggil Sofia dari ruang tengah.
Dengan tergesa Jia menghampiri, tangannya masih basah belum sempat ia keringkan.
"Iis, tanganmu itu jorok sekali. Pergilah ke kamar Rayden, ambil buku menggambarnya."
Ina yang mendengar itu sungguh merasa tidak enak hati, dia ingin berkata bahwa dia saja yang mengambil buku itu, namun tidak punya cukup keberanian untuk buka suara.
Dia hanya menatap iba pada Jia, memohon maaf dari tatapannya itu.
"Iya, Ma," jawab Jia patuh.
Dengan sedikit berlari Jia naik ke lantai 2 dan menuju kamar sang anak. Tangannya yang basah ia keringkan di bajunya sendiri.
Turun dengan membawa buku gambar itu dan menyerahkannya kepada sang anak. Sofia sudah tidak ada lagi di sana.
"Terima kasih Mommy, sebenarnya aku bisa mengambilnya sendiri, tapi Oma melarang," ucap Rayden, dan Jia tersenyum seraya mengusap puncak kepala sang anak dengan sayang.
Jia sangat bersyukur Rayden memilki hati yang lembut, meski dia dididik dengan begitu keras.
"Tidak apa-apa sayang, Mommy juga tidak melakukan apa-apa, Mommy senang membantu mu."
Rayden tersenyum, dia bahkan langsung memeluk ibunya erat. Ingin sang ibu tahu bahwa dia sangat menyayanginya, ingin sang ibu tahu bahwa Rayden kini belajar dengan keras agar kelak bisa melindungi sang ibu. Ingin sang ibu tahu jika dia selalu menuruti Oma agar Oma nya tidak selalu memarahi sang ibu.
Pelukan sang anak yang terasa begitu hangat bagi Jia.