Tidak ada seorang istri yang rela di madu. Apalagi si madu lebih muda, bohay, dan cantik. Namun, itu semua tidak berpengaruh untukku. Menikah dengan pria yang sedari kecil sudah aku kagumi saja sudah membuatku senang bukan main. Apapun rela aku berikan demi mendapatkan pria itu. Termasuk berbagi suami.
Dave. Ya, pria itu bernama Dave. Pewaris tunggal keluarga terkaya Wiratama. Pria berdarah Belanda-Jawa berhasil mengisi seluruh relung hatiku. Hingga tahun kelima pernikahan kami, ujian itu datang. Aku kira, aku bakal sanggup berbagi suami. Namun, nyatanya sangat sulit. Apalagi sainganku bukanlah para wanita cantik yang selama ini aku bayangkan.
Inilah kisahku yang akan aku bagi untuk kalian para istri hebat di luar sana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reinon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 Selingkuh
Hari pertama di rumah, Noel melakukannya dengan baik. Tidak ada keributan antara aku dan dia. Mungkin cara ini akan berhasil jika terus seperti ini. Semua berjalan lancar tanpa ada halangan. Mbok Darmi, Maya, dan pak Ujang juga tidak curiga akan kehadiran Noel.
Tentu saja karena dia laki-laki. Coba kalo Noel itu betina, sudah pasti jadi bahan kecurigaan dan gosip mbok Darmi dan Maya. Aku juga tidak akan menyalahkan mereka jika berpikiran begitu. Nyatanya, Noel memang pelakor berwujud laki-laki.
Sehari, dua hari, tiga hari, dan tepat satu minggu aku tinggal serumah dengan madu hitamku. Tidak ada gejala apa-apa antara Dave dan Noel. Saat ini aku sedang menikmati udara siang di hari awal akhir pekan.
Aku tidak terbiasa tidur siang karena bosan aku putuskan menghabiskan waktu di taman belakang. Cuaca juga bersahabat. Mentari sedang bersembunyi dibalik awan. Ponsel yang ku letakkan di atas meja bergetar.
Aku meraih dan langsung menjawab panggilan itu. "Assalamualaikum sayangku," sapaku lebih dulu.
* * *
Di sisi lain, Noel dan Dave sedang memperhatikan Ella yang saat ini sedang bersantai di taman belakang rumahnya melalui cctv. Saat Dave mendengar Ella berbicara mesra dengan seseorang melalui ponsel, dia langsung menutup laptop.
"Sudah ku katakan berulang kali tapi kau tidak pernah percaya. Sekarang terbukti kan!" Noel tersenyum senang karena Dave akhirnya menangkap basah istri tercintanya sedang berkomunikasi dengan seorang pria.
Dave bangkit dari kursi kebesarannya. Dia melonggarkan dasi yang terasa sangat mencekiknya saat ini.
"Semua wanita itu licik. Penuh tipu muslihat," Noel kembali menghasut Dave.
Dave masih setia dengan diamnya. Pria itu menatap keluar jendela. Banyak pertanyaan yang bermunculan di dalam benaknya. Apa mungkin Ella berpaling darinya? Apa istri satu-satunya itu sengaja mengajak Noel tinggal serumah bukan untuk memperbaiki kondisi dan keadaannya melainkan ada rencana lain? Siapa pria yang menghubunginya?
Tidak mendapat respon dari Dave, Noel memutuskan menggantikan kekasihnya duduk di kursi kebesarannya dan dengan sengaja membuka laptop. Cukup beberapa kali klik, Noel kembali di hadapkan dengan layar yang menampilkan beberapa ruangan di rumah, teras, bagian samping kanan dan kiri rumah, dan terakhir taman belakang.
Noel sengaja memperbesar volume agar Dave dapat mendengar percakapan istri tercintanya itu.
"Ok. Gue nanti ke hotel X. Eh, kamar nomor berapa?" tanya Ella.
Ucapannya berhasil menarik perhatian Dave.
"..."
"Iya Rei. Gue inget kok, tiga satu dua lantai lima," timpal Ella.
Dave bergegas menuju meja kebesarannya. Pria tampan itu segera mencatat nama dan kamar hotel yang disebut oleh Ella.
"Bingo!" seru Noel.
Serasa mendapat jackpot. Pria itu sangat yakin jika hal ini akan menjadi akhir rumah tangga kekasihnya. Tinggal dipoles sedikit maka Dave akan jatuh ke dalam pelukannya.
"Sial!" umpat Dave.
Noel bangkit lalu mengusap lengan Dave. Pria itu kini berperan menjadi seorang malaikat yang mencoba menenangkan hati Dave. Padahal tadi dia sendiri yang mengompori kekasihnya.
"Tenanglah! Aku tidak ingin kesehatanmu terganggu," ucap Noel lembut.
"Aku sudah memberikan segalanya untuknya. Dia satu-satunya wanita yang aku cintai," Dave berkata kesal.
"Semua pasti ada jalan keluarnya. Menurutku seperti ini juga bagus. Kau jadi tahu sifat asli Ella yang sebenarnya."
"Kau benar. Wanita sangat licik. Ella sungguh tega telah mengkhianati ku," kesal Dave.
Noel tersenyum lalu memberi merengkuh tubuh Dave ke dalam pelukannya.
"Kau tahu, aku tidak akan seperti itu. Hanya kau satu-satunya. Aku juga tidak akan pernah berpaling darimu," ucap Noel lancar.
Lidah pria itu bagai tak bertulang. Dia mengambil kesempatan emas ini untuk memicu kekesalan Dave pada Ella serta mengambil kesempatan untuk dirinya.
"Aku akan menyelesaikan ini, Noel. Malam ini juga aku akan menyelesaikannya. Akan ku buat Ella menyesal telah mengkhianati ku. Jangan harap dia bisa bertemu dengan Carla!"
"Aku dengan senang hati akan merawat Carla seperti putriku sendiri. Gadis kecil itu sangat cantik dan lucu," ucap Noel dengan polosnya.
Dave mengurai pelukan Noel lalu melangkah keluar ruangan.
"Kau mau kemana?" tanya Noel bingung.
Dave tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Noel. Dia mengangkat tangan kirinya ke udara dengan secarik kertas yang diapit antara telunjuk dan jari tengah. Senyum senang merekah di bibir lelaki betina itu. Tidak mau menunggu lebih lama lagi, dia bergegas menyusul Dave.
"Aku ikut!" teriaknya.
* * *
Aku mencoba menghubungi Dave beberapa kali tapi ponsel suamiku itu seolah tak ada denyutnya. Dari tadi statusnya memanggil. Tak kehilangan akal, aku menghubungi suamiku melalui panggilan ber-pulsa. Aku malah disambut oleh suara operator wanita. Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau diluar jangkauan. Silahkan tinggalkan ...
Aku langsung memutus panggilan tak ingin berlama-lama mendengarkan ocehan si operator cantik. Cukup tiga kali aku mencobanya. Terakhir, aku mengirim pesan singkat pada Dave. Setidaknya suamiku tahu bahwa aku akan pergi.
Aku bergegas menuju tempat janjian. Rei ingin aku menjemputnya di hotel. Dari sana kami akan menuju sebuah tempat makan yang lagi hits di pusat ibu kota negara. Waktu yang dibutuhkan dari rumah ke hotel sekitar empat puluh lima menit. Kendaraan di jalan raya saat ini cukup lengang. Mungkin aku bisa sampai lebih cepat.
* * *
"Sial!" umpat Dave.
"Dave! Tidak baik mengumpat terus," protes Noel.
"Aku tidak membawa ponsel," jawab Dave sambil mengatur napas.
"Untuk apa?" tanya Noel.
"Bukannya setiap orang tidak pernah jauh dari ponsel," balas Dave.
"Pakai ponselku saja jika kau mau menghubungi Ella," tawar Noel.
"Sudahlah. Aku ingin segera tiba di sana," jawab Dave sambil menyetir mobil perlahan keluar area parkiran perusahannya.
"Oh! Kau ingin merekamnya saat mereka tertangkap basah di hotel," Noel bersenandung senang.
"Tenang saja, honey! Aku akan menjadi kameramen mu hari ini," timpalnya bersemangat.
Dave sendiri tidak tahu mengapa dia membutuhkan ponselnya. Ada yang kurang saat ponselnya tertinggal.
Di arah lain jalan raya, kendaraan roda empat yang dikemudikan Ella telah membawanya ke halaman parkir mobil hotel.
Keluar dari mobil aku bergegas menuju kamar yang disebutkan oleh Rei tadi. Rasanya tak sabar untuk bertemu. Banyak hal yang ingin aku tanyakan padanya. Baru saja aku berhenti di depan lift, Rei keluar dari kotak besi itu tepat saat pintu lift terbuka.
"Ya ampun!" seruku.
"Ella!" seru Rei.
"Ih, kok bisa bersamaan sih! Gue baru aja mau naek ke lantai lima. Lha! Elu udah turun duluan," ucapku tak percaya dengan kebetulan kami.
"Gue kan cenayang. Jadi, udah tau elu bakalan nyampe," balas Rei sambil menggoda.
"Weh, Dasar! Katanya ngga boleh percaya yang gitu-gituan."
"Khusus gue beda dong," balas Rei sambil terkekeh.
"Udah ah! Kita langsung jalan aja yuk!" ajakku.
"Okay," jawab Rei.
Aku dan Rei melangkah bersama menuju pintu keluar hotel. Kaki kami terus melangkah menuju parkiran mobil. Usai membuka kunci mobil, Rei masuk lebih dulu. Saat aku hendak menyusul Rei masuk ke mobil, tiba-tiba ada seorang pria tampan yang menegur kami.
"Jadi pergi?" tanya pria itu.
Aku sedikit terkejut melihatnya. Aku berusaha mengingat siapa pria yang menegurku.
"Jadi dong," jawab Rei dari balik kaca mobil.
"Hati-hati ya!" seru pria itu.
"Astaga, kak Rein!" seruku sambil menepuk kening.
"Apa kabar Ella?" tanya pria itu yang tak lain adalah suami Rei.
"Alhamdulillah baik kak," jawabku.
"Pinjam Rei dulu ya kak," timpal ku.
"Iya. Ingat! Balikinnya jangan lewat dari durasi ya."
"Ish papa, emangnya non barang," balas Rei sambil mencubit pipi suaminya.
Aku memberi kesempatan kedua suami istri itu berpamitan sebelum kami menjelajahi ibu kota.
Di seberang jalan, Dave geram melihat istrinya terlihat sangat akrab dengan istrinya. Meski mereka berjarak, tetap saja keakraban itu tidak pudar.
"Astaga, pria itu tampan juga," ucap Noel.
"Jangan memanasi ku, Noel!" geram Dave.