DIBUANG ANAKNYA, DIKEJAR-KEJAR AYAHNYA?
Bella tak menyangka akan dikhianati kekasihnya yaitu Gabriel Costa tapi justru Louis Costa, ayah dari Gabriel yang seorang mafia malah menyukai Bella.
Apakah Bella bisa keluar dari gairah Louis yang jauh lebih tua darinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ria Mariana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Beberapa saat kemudian.
Bella melangkah keluar dari salon dengan senyum kecil yang tak bisa ia sembunyikan. Ia merapikan ujung rambutnya yang masih terasa asing di tangannya, lurus dan halus, tak lagi keriting seperti biasanya. Kacamata yang biasa bertengger di hidungnya pun sudah diganti dengan lensa kontak.
Di depan salon, Louis sedang berbicara dengan seseorang di telepon, wajahnya serius seperti biasa. Bella menatapnya sejenak, menunggu dengan sabar sampai percakapan suaminya selesai. Namun, begitu Louis menoleh ke arahnya, langkahnya terhenti sejenak. Mata Louis sedikit membesar, tapi ekspresinya tetap datar. Dia berusaha menyelesaikan teleponnya dengan cepat.
"Ya, nanti aku hubungi lagi. Ada urusan mendadak," ucap Louis singkat sebelum menutup teleponnya. Matanya tak lepas dari Bella, yang perlahan mendekat dengan senyum ragu-ragu.
"Louis, aku..."
Bella mulai bicara, namun Louis mengangkat satu alisnya, menatapnya dari atas ke bawah.
"Kamu berubah," ucap Louis.
"Menurutmu bagaimana?" tanya Bella canggung.
Louis mendekat, mengamati Bella lebih dekat. "Tidak jelek."
"Tidak jelek saja? Hanya itu?"
"Kamu kelihatan berbeda dan aku suka, tapi jangan berharap aku akan memujimu lebih dari ini," kata Louis.
"Huh! Kanu tidak perlu berkata apa-apa, yang penting aku tahu kamu suka," jawab Bella sambil tersenyum malu.
Louis hanya mengangguk pelan, berusaha tetap tenang meski di dalam hatinya, ia benar-benar terkesan. Bella yang biasanya sederhana kini tampil dengan percaya diri. Tapi sebagai pria yang jarang menunjukkan ekspresinya, Louis hanya bisa menatap istrinya dengan ekspresi wajar tanpa berlebihan.
"Sudah, ayo pulang. Hari sudah mulai gelap," ajak Louis sambil berjalan mendahului Bella.
Namun sebelum ia sempat melangkah terlalu jauh, Bella meraih tangannya.
"Louis, terima kasih."
"Sama-sama."
Di dalam mobil, suasana awalnya terasa hening. Hanya suara mesin mobil yang berderum pelan, namun di tengah ketenangan itu, Louis tak bisa menahan diri untuk terus melirik Bella dari sudut matanya. Ia berusaha fokus pada jalanan, tapi tampilan baru Bella seolah menarik perhatiannya seperti magnet.
Bella yang duduk di sebelahnya bisa merasakan tatapan-tatapan curi-curi itu. Ia tersenyum kecil.
"Kira-kira, kalau Gabriel lihat aku sekarang, dia pasti menyesal gak ya?" tanya Bella.
"Gabriel?"
"Ya, dulu dia sering bilang aku tidak bisa tampil cantik kalau tanpa kacamata dan rambut keriting."
"Oh, kamu berharap Gabriel melirikmu lagi?" tanya Louis.
"Tentu saja tidak, tapi jujur saja pasti dia akan menyesal kalau melihatku sekarang," kata Bella.
Louis diam lagi, lalu melirik Bella sekali lagi, kali ini sedikit lebih lama. Dalam hatinya, ia merasa aneh, seolah tak suka membayangkan Bella dan Gabriel pernah bersama sebelumnya.
"Kamu tidak perlu peduli apa yang dia pikirkan," gumam Louis.
"Cemburu, ya?" tanya Bella.
"Tidak, aku cuma berpikir jika dia bodoh karena tidak melihat kecantikanmu dari dulu," ucap Louis.
Senyum Bella melebar merasakan nada tersembunyi di balik kata-kata Louis. Meski pria itu jarang menunjukkan perasaannya, Bella tahu apa yang ia rasakan.
"Tapi aku tidak peduli lagi soal Gabriel. Sekarang yang penting cuma kamu. Dan aku senang kalau kamu suka penampilanku sekarang," kata Bella.
"Aku tidak pernah bilang aku tidak suka, kan?" tanya Louis.
"Berarti kamu suka?"
Louis mengangguk pelan, meski wajahnya tetap serius. "Ya, aku suka, tapi jangan terlalu besar kepala."
Bella tersenyum kecil, lama-lama sifat Louis menggemaskan.
Beberapa saat kemudian.
Begitu mobil berhenti di garasi, Louis segera keluar dan masuk ke dalam rumah dengan langkah cepat. Telepon di tangannya kembali berbunyi lalu membuatnya langsung sibuk lagi dengan obrolan pentingnya.
Bella berjalan masuk perlahan, melepas sepatunya dan meletakkannya rapi di rak. Ia kemudian duduk di sofa ruang tamu, merasa nyaman dan sedikit lelah karena berjam-jam di salon. Saat ia hendak meregangkan tubuhnya, suara pintu kamar yang terbuka membuatnya menoleh.
Gabriel muncul dari kamar, mengenakan kaos santai dan celana pendek. Wajahnya terlihat mengantuk, namun begitu matanya menangkap sosok Bella yang duduk di sofa, matanya langsung membelalak.
"Bella? Kamu sungguh Bella Louisa? Yang dulu culun berkacamata?" tanya Gabriel.
"Iya, aku habis dari salon," jawabnya singkat.
Gabriel berjalan mendekat, tatapannya terus menelusuri Bella dari ujung rambut hingga ujung kaki.
"Kamu jadi cantik banget, tapi aneh juga sih. Kamu sekarang kelihatan berbeda," kata Gabriel.
Bella hanya mengangguk pelan, tak tahu harus berkata apa. Saat itu, Gabriel tiba-tiba duduk di kursi di depannya, menatap Bella dengan ekspresi serius.
"Kamu dibayar berapa?" tanya Gabriel.
Bella mengerutkan kening, bingung dengan pertanyaan itu. "Maksudmu?"
"Dibayar berapa kamu sampai mau nikah sama ayahku?"
"Gabriel, aku...," Bella mencoba memulai, tapi Gabriel memotong.
"Jangan bilang kamu menikah sama dia karena cinta. Itu tidak masuk akal. Ayahku tua, kaya, dan yah, jelas kamu bisa dapat lebih dari ini, kan? Apalagi sekarang kamu cantik," kata Gabriel.
Bella menunduk, merasa tersudut. Dia tak ingin menjawab, merasa tak perlu menjelaskan apa-apa pada Gabriel.
Gabriel tertawa kecil, melihat Bella yang diam. "Lihat kan? Kamu tidak bisa jawab. Aku tahu ini semua soal uang."
"Aku menikah dengan Louis bukan karena uang dan aku tidak perlu membuktikan apa-apa padamu," ucap Bella.
Gabriel menyipitkan mata, masih dengan senyum sinisnya.
"Oh, come on, Bella. Semua orang tahu alasan kenapa perempuan seperti kamu nikah sama pria kaya. Aku cuma mau tahu, berapa banyak ayahku bayar kamu?"
Bella diam lagi, mencoba menahan emosinya. Namun sebelum ia sempat berkata lebih jauh, Louis muncul di ambang pintu, masih dengan telepon di tangannya. Mata Louis berpindah dari Bella ke Gabriel, lalu kembali ke Bella.
"Ada apa di sini?" tanya Louis.
Gabriel hanya mengangkat bahu dan bangkit dari tempat duduknya.
"Tidak ada, cuma ngobrol sama Bella. Aku penasaran aja, ayah, kamu kasih apa ke dia sampai dia mau nikah sama kamu?"
"Gabriel, jangan bicara seperti itu," ucap Louis.
"Oke, oke. Aku cuma bercanda kok. Santai aja, Ayah."
Dengan senyum mengejek, Gabriel berjalan meninggalkan ruang tamu dan kembali ke kamarnya. Louis menghela napas panjang, lalu menutup teleponnya dan berjalan mendekati Bella.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Louis.
"Aku baik-baik saja."
"Sementara waktu dia akan tinggal di sini. Aku harus memantau anak itu," ucap Louis.
Bella mengerutkan kening. "Bagaimana mungkin aku bisa tinggal satu rumah dengan mantan pacarku?"
"Aku mengerti perasaanmu, tapi hanya rumah ini yang aman dari ibunya. Rumah ini punya hak kepemilikan penuh di bawah namaku, dan ada beberapa legalitas yang membuatnya tidak bisa begitu saja masuk ke sini dan membawa Gabriel pergi. Giselle tidak bisa menuntut atau memaksa Gabriel pergi jika dia tinggal di sini. Ini satu-satunya tempat di mana aku bisa melindunginya dari pengaruh ibunya," kata Louis.
"Kalau begitu bagaimana kalau aku tinggal di rumahmu yang lain saja? Mungkin aku bisa pindah sementara waktu sampai semua ini selesai," ucap Bella.
"Kamu mau tinggal di mansion dekat hutan dan pantai yang pernah kamu datangi sebelumnya?" tanya Louis.
Bella langsung menggeleng cepat. "Tidak! Aku tidak mau ke sana lagi. Tempat itu sangat menyeramkan. Jauh dari mana-mana, sunyi, dan ya, tidak, terima kasih."
Louis tersenyum tipis, hampir tertawa kecil melihat ekspresi Bella yang jelas-jelas tidak ingin kembali ke mansion itu.
"Aku hanya bertanya. Aku tahu kamu tidak suka suasana di sana. Namun, satu-satunya pilihan yang paling aman untuk Gabriel adalah dia tetap di sini, dan aku ingin kamu juga di sini. Aku akan pastikan jika Gabriel tidak akan berani menyentuhmu lagi. Anak itu sudah kuberi pelajaran," jelas Louis.
Louis mendekat lalu berbisik di telinga Bella. "Kamu juga kuberi peringatan, jangan mendekati atau menaruh perasaan lagi kepadanya. Jika kamu melakukannya maka aku tak segan memberimu 5 ronde tanpa jeda."
Bella menelan ludahnya kasar, 1 ronde saja sudah membuatnya gelojotan sampai meminta ampun apalagi 5 ronde.