Nindya seorang sekertaris yang sangat amat sabar dalam menghadapi sikap sabar bosnya yang sering berubah suasana hati. Hingga tiba-tiba saja, tidak ada angin atau hujan bosnya dan keluarganya datang ke rumahnya dengan rombongan kecil.
Nindya kaget bukan main saat membuka pintu sudah ada wajah dingin bosnya di depan rumahnya. Sebenarnya apa yang membuat bos Nindya nekat datang ke rumah Nindya malam itu, dan kenapa bosnya membawa orang tuanya dan rombongan?
Ayo simak kelanjutan ceritanya disini🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon VivianaRV, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22
Setelah berjalan mencari tempat makan, akhirnya Kaivan memberhentikan mobilnya ke restoran bintang lima yang berada di depan taman kota. Setelah mobil berhenti Kaivan melepas seatbeltnya lalu keluar, Nindya pun mengikuti Kaivan.
"Aa' serius kita makan disini?"
"Iya memang kenapa? Apakah kamu tidak suka dengan makanan yang ada disini?"
"Suka tapi kan harganya mahal semua" ucap Nindya dengan berbisik. Kaivan mendengar bisikan Nindya pun hanya mengulas senyum saja sambil terus berjalan masuk.
"Ayo cepat duduk" suruh Kaivan.
Kaivan segera mengangkat tangannya guna memanggil pelayan. Satu pelayan mendekati meja mereka.
"Ada yang bisa saja bantu?"
"Saya ingin memesan makanan, bisa berikan buku menunya" ucap Kaivan.
Pelayan dengan cekatan memberikan dua buku menu ke Nindya dan Kaivan. Baru membuka buku menu mata Nindya langsung terbelalak kaget melihat harga makanan yang tidak wajar. Nindya menggeser kursinya pelan mendekati Kaivan.
"Aa' kita ganti restoran saja yuk" bisik Nindya tepat ditelinga Kaivan.
Kaivan tidak mengindahkan sama sekali, dia terus sibuk membuka buku menu. Nindya merasa tidak dipedulikan pun kembali melihat-lihat buku menu siapa tahu ada makanan yang masih ramah dikantongnya.
"Saya pesan beef teriyaki dan minumnya jus lemon, kamu mau pesan makanan apa Nindya?"
"Saya pesan air mineral saja pak."
"Ok air mineral satu dan steak dengan tingkat kematangan medium."
"Baik tuan sudah saya catat semua pesanan anda, silahkan tunggu sebentar lagi pesanan anda akan segera datang" Kaivan mengangguk dan pelayan pun melenggang pergi menuju dapur.
"Kamu seharusnya jangan pesankan aku makanan Aa', harga makanan yang kamu pesan untuk saya sangatlah mahal."
"Saya tidak perduli" malas berdebat Kaivan mengalihkan perhatiannya ke telepon. Jadi meja mereka hening sampai makanan datang ke meja mereka.
"Ayo dimakan Nindya, aku tahu kamu sangat lapar jadi tidak usah malu dan sungkan hanya denganku."
"Siapa juga yang sungkan, ini juga aku akan makan" Nindya mengambil garpu dan pisau lalu mulai memotong daging. Saat makan pun hening kembali hanya terisi suara dentingan sendok saja.
Lima belas menit kemudian mereka berdua selesai makan, Kaivan segera membayar bills lalu mengantar Nindya sampai rumah. "Terima kasih ya Aa' makan malam hari ini."
"It's ok, sudah sana kamu keluar nanti orang tuamu khawatir menunggumu di rumah" ucap Kaivan dingin tidak ada romantisnya sama sekali.
"Ih gimana sih Aa' nih, katanya kita mulai dari awal tapi kenapa enggak ada romantis romantisnya sih."
"Lalu saya harus melakukan apa?"
"Ya Aa' harus cium kening atau membukakan pintu untuk saya, masa hanya berkata seperti itu."
"Kenapa kamu jadi minta aneh-aneh seperti ini sih Nindya? Saya tidak akan melakukan hal itu."
"Baik kalau begitu, kita tidak usah memulai dari awal saja" ucap Nindya ketus lalu keluar dari mobil dengan segera, Kaivan yang melihat itu pun menghela nafas panjang.
Kaivan keluar dari mobil dan menghentikan Nindya yang akan berjalan masuk ke halaman rumahnya. Kaivan memaksa Nindya masuk ke mobil lagi lalu menutup pintu. Setelah pintu ditutup Kaivan menunggu beberapa menit kemudian membuka pintu mobil untuk Nindya.
"Silahkan keluar" ucap Kaivan dengan berusaha menampilkan senyum manisnya.
Nindya menahan senyum melihat Kaivan yang melakukan itu dengan terpaksa. Walaupun begitu Nindya keluar dari mobil masih dengan menampilkan raut wajah biasa saja.
"Apa maksudnya ini?"
"Melakukan sesuai dengan keinginanmu" hingga Nindya melototkan matanya saat tiba-tiba saja Kaivan mencium dahi Nindya.
Nindya sampai mengerjapkan matanya beberapa kali sangking kagetnya. Dia tidak menyangka Kaivan akan melakukan semua yang dikatakannya tadi. Nindya kira Kaivan akan bersifat cuek dan membiarkan Nindya keluar dari mobil dan pergi begitu saja. Tapi yang Nindya dapat malah di luar dari ekspetasinya.
"Sudah sana masuk dan langsung tidur agar badanmu tidak capek" Nindya hanya bisa mengangguk kaku lalu dengan pelan jalan masuk ke area rumahnya tanpa melihat ke belakang.
Hingga saat sudah masuk ke dalam rumah, Nindya langsung menutup pintu kencang lalu menguncinya. Nindya memegangi dadanya yang berdetak kencang.
"Nak kamu sudah pulang?" tanya Leli saat melihat keberadaan putrinya yang tengah menyenderkan tubuhnya di pintu.
"Ekhm...sudah bu" ucap Nindya sedikit tergagap.
"Kamu kenapa? kamu sedang sakit nak kok muka kamu merah begitu?" Leli segera mendekati Nindya dan mengecek suhu tubuh Nindya dengan meletakkan punggung tangannya ke dahi Nindya.
"Suhunya normal, kamu kenapa nak?" Nindya melepaskan punggung tangan ibunya agar tidak bertengger di dahinya.
"Aku tidak papa bu, aku baik-baik saja tidak ada yang perlu dikhawatirkan."
"Lalu kenapa muka kamu bisa merah begitu? Ouh...ibu tahu kamu sedang alergi ya?"
"Astaga ibu aku tidak elergi dan tidak kenapa-napa, mungkin mukaku merah karena terkena angin malam. Sudah ya bu aku mau ke kamar mau langsung tidur karena sudah capek."
"Iya sana tidur, eh tapi masa hanya terkena angin malam bisa merah gitu ya mukanya? Alah sudahlah tidak usah dipikirkan."
Leli melanjutkan langkahnya ke dapur untuk mengambil minum dan tidak terlalu mengambil pusing dengan muka merah Nindya. Leli percaya saja apa yang dikatakan oleh Nindya tadi.
Sedangkan Nindya langsung membanting tubuhnya ke atas ranjang. Dia menutup wajahnya dengan bantal sambil berguling-guling tidak jelas.
"Astaga benarkah wajahku memerah? Berarti tadi pak Kai melihat rona merah pada wajahku ini? Akh...malu banget."
Nindya terdiam lalu tersenyum tidak jelas dan berguling-guling lagi. Rasanya dia sangat malu dan tidak percaya bercampur menjadi satu.
"Aku besok harus bagaimana saat bertemu dengan pak Kai? Huft...aku besok harus tetap bersikap profesional walaupun terjadi kejadian tadi."
Nindya bangkit dan menuju kamar mandi, dia melihat wajahnya dipantulan kaca. Memang wajahnya masih merona merah, Nindya menepuk kedua pipinya.
"Sadar Nindya kamu tidak boleh terbawa suasana hanya karena sedikit perhatian dari pak Kai, kamu harus tetap jual mahal dan berperilaku seperti biasanya seperti tidak terjadi apa-apa."
Setelah berhasil menenangkan dirinya sendiri, Nindya segera mencuci muka, sikat gigi dan membasuh kakinya sebelum tidur. Tidak lupa juga Nindya melakukan kegiatan skincare rutinnya. Nindya naik ke atas ranjang lalu menyelimuti dirinya sendiri dan mulai memejamkan mata.
Disisi lain, Kaivan juga salah tingkah sendiri karena melakukan hal diluar prediksinya. Sampai rumah Kaivan langsung masuk rumah dan menjeburkan dirinya ke dalam kolam tanpa melepaskan pakaian kantornya terlebih dahulu dengan upaya agar dirinya sadar.
"Astaga Kaivan apa yang kamu lakukan malam-malam seperti ini?" tanya Bara kaget melihat tingkah anaknya berenang di malam hari dengan suhu udara dingin.