Bagaimana perasaanmu jika teman kecilmu yang dahulunya cupu, kini menjadi pria tampan, terlebih lagi ia adalah seorang CEO di tempatmu bekerja?
Zanya andrea adalah seorang karyawan kontrak, ia terpilih menjadi asisten Marlon, sang CEO, yang belum pernah ia lihat wajahnya.
Betapa terkejutnya Zanya, karena ternyata Marlon adalah Hendika, teman kecilnya semasa SMP. Kenyataan bahwa Marlon tidak mengingatnya, membuat Zanya bertanya-tanya, apa yang terjadi sehingga Hendika berganti nama, dan kehilangan kenangannya semasa SMP.
Bekerja dengan Marlon membuat Zanya bertemu ayah yang telah meninggalkan dirinya sejak kecil.
Di perusahaan itu Zanya juga bertemu dengan Razka, mantan kekasihnya yang ternyata juga bekerja di sana dan merupakan karyawan favorit Marlon.
Pertemuannya dengan Marlon yang cukup intens, membuat benih-benih rasa suka mulai bertebaran dan perlahan berubah jadi cinta.
Mampukah Zanya mengendalikan perasaannya?
Yuk, ikuti kisah selengkapnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Velvet Alyza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Reuni
Zanya dan Khaifa berjalan memasuki aula setelah sebelumnya mereka mengisi buku tamu, hari ini mereka mendatangi undangan pernikahan teman seangkatan mereka semasa SMA.
"Zanya!" Panggil seorang pemuda.
Zanya menoleh, lalu mengingat-ingat siapakah orang itu.
"Eh, ada Khaifa juga!" ujar pemuda itu lagi.
"Eh, Gusta!" seru Khaifa.
Zanya tertegun, oh ternyata Gusta, teman satu kelasnya saat SMA. Pemuda itu sangat berbeda, dulu ia termasuk anak bandel di sekolah, tapi sekarang ia terlihat sangat dewasa.
"Zanya, boleh minta nomor hp kamu gak?" tanya Gusta.
"Oh, boleh..." Zanya mengambil ponsel Gusta yang telah Gusta sodorkan, lalu ia mengetik nomornya.
"Gak sekalian nomor hp Khaifa?" tanya Zanya.
"Dia udah punya nomor gue, kan dia dokter juga, sering ketemu gue. Sekarang dia lagi PPDS" Ujar Khaifa.
"Oohh...!" hanya itu yang keluar dari mulut Zanya, ia tidak menyangka, siswa yang dulunya bandel dan seperti tidak serius dalam belajar justru menjadi dokter dan sekarang sedang mengambil spesialis.
Bertemu teman-teman semasa sekolah membuat Zanya merasa nostalgia, merindukan saat-saat terakhir kebersamaannya dengan sang ibu yang masih sehat, pasalnya saat kelulusan, sang ibu mulai sakit-sakitan.
"Za, kayaknya si Gusta suka sama elu deh..." Ujar Khaifa sembari menyetir.
"Mulai deh, sok tau...!" Protes Zanya.
"Eh, gak percaya...! Mata dia tuh selalu menatap elu dengan penuh kagum." Seloroh Khaifa.
"Eh iya, gue drop elu di depan aja atau masuk parkiran nih?" Tanya Khaifa setelah mobil yang dikendarainya sudah dekat di Great building.
"Drop di depan aja deh!" Jawab Zanya.
"Gomawo! (terimakasih)" ucap Zanya ketika ia hendak turun dari mobil Khaifa.
Setelah Zanya turun, mobil Khaifa melaju pergi. Dan Zanya berjalan menuju lift eksklusif.
***
"Pak, Anda mau pesan makan malam?" tanya Radit.
Marlon menggeleng. "silahkan kamu makan sendiri aja, aku ada perlu sebentar." ujarnya sambil mengetik sesuatu di ponselnya.
"Baik, Pak. Kalau Anda butuh sesuatu silahkan telepon saya, karena Zanya libur hari ini, saya akan standby, tidak kemana-mana." Ujar Radit.
Marlon mengangguk, dan Radit pun pergi dari kediaman Marlon. Marlon menunggu beberapa saat, kemudian mendekati pintunya dan melihat dari lubang intip pintu. Setelah Marlon melihat Radit masuk ke kediamannya, ia pun berlari ke kamarnya, mengambil boneka kucing yang tadi ia beli, kemudian membuka pintunya untuk keluar. Bersamaan dengan Marlon membuka pintu, Radit juga keluar dari kediamannya, membuat Marlon terkejut dan segera menutup pintunya kembali.
"Hampir aja...." Marlon memegang dadanya yang kembang kempis karena terkejut. "Mau kemana lagi sih dia? Katanya mau standby, kenapa malah keluyuran." Marlon kembali mengintip dari pintunya. Dilihatnya Radit menuju lift, sepertinya pemuda itu hendak makan malam. Setelah Radit masuk ke lift, Marlon keluar lagi dari kediamannya.
***
Zanya menerima pesan dari Marlon. "Kamu di mana?" tanya bosnya itu dalam pesannya.
Zanya pun membalas. "Di wisma, Pak. Kenapa?"
Tak lama balasan dari Marlon pun masuk lagi. "Jangan kemana-mana, ya. Aku mau datang."
Zanya tertegun, memangnya dia mau apa? Pikirnya.
Tok, tok, tok!
Terdengar suara ketukan di pintu Zanya. Ah, sepertinya itu dia, pikir Zanya. Zanya pun segera membukakan pintu, dan benar saja, Marlon berdiri di depan pintu sambil tersenyum. Zanya tertegun, senyuman apa itu? Kenapa terlihat aneh? Pikirnya.
"Kamu gak persilahkan aku masuk?" tanya Marlon.
Zanya tersadar. "Oh, iya... Silahkan, Pak!" ujarnya tergagap.
Setelah Marlon masuk, Zanya menutup pintu sambil mengernyitkan dahi, ada apa? pikirnya. Zanya berbalik dan terperanjat melihat boneka yang dipegang oleh Marlon. Zanya mengernyit, apa-apaan ini? Tanyanya dalam hati.
"Ini, boneka untuk kamu." Marlon memberikan boneka itu kepada Zanya.
Zanya menerima boneka yang Marlon berikan. "Ini guling, Pak..." Ujar Zanya.
"Asal kamu tau, aku milih boneka ini dengan penuh pertimbangan. Karena mayoritas orang indonesia suka tidur pakai guling, maka aku beli yang ini, boneka dengan dua fungsi." Ujar Marlon bangga.
Zanya tersenyum bingung. "Tapi, dalam rangka apa?" tanyanya.
Marlon menoleh. "Bukannya kamu bilang kamu iri sama teman kamu yang dapat hadiah boneka besar dari papanya?" tanyanya.
Zanya tersadar, dan tertawa terbahak-bahak. "Itu kan yang saya inginkan dari seorang ayah, Pak... Bukan dari seorang bos." ujarnya.
"Jangan anggap dari bos, anggap dari teman kamu. Gak ada salahnya kan, memberi hadiah kepada seorang teman?" ujar Marlon dengan senyuman bangga.
Zanya mengangguk sambil tersenyum geli. "Ngomong-ngomong, terimakasih, Pak!" ucapnya.
Marlon mengangguk sambil tersenyum bangga. Zanya pergi ke kamarnya untuk menyimpan boneka guling berbentuk kucing itu.
"Sebagai gantinya, kamu traktir aku, ya!" ujar Marlon.
Zanya tertawa geli. "Anda mau makan apa, Pak?" tanyanya.
"Karena penghasilan kamu cuma sedikit, aku akan menyesuaikan, gimana kalau mie pangsit yang waktu itu aku ajak kamu ke sana?" jawab Marlon.
"Setuju!" seru Zanya, ia pun segera mengambil tasnya.
***
Zanya berjalan sambil tersenyum-senyum, Marlon berjalan di sebelahnya ikut tersenyum. Mereka meninggalkan parkiran kedai mie pangsit, berjalan menyusuri gang kecil menuju tempat mereka memarkir mobil.
"Sesenang itukah kamu dapat boneka?" tanya Marlon.
"Lebih ke lucu sih, Pak..." Jawab Zanya sambil tersenyum geli.
"Memang selama ini kalau teman kamu ngasih hadiah biasanya berupa apa?" tanya Marlon.
"Teman saya yang selalu ngasih hadiah cuma Khaifa, dia biasanya ngasih hadiah sesuai kebutuhan saya. Misal, waktu saya keterima kerja, dia menghadiahi sepatu, tas ini juga hadiah dari dia, sendal kamar bentuk kelinci yang waktu itu juga hadiah dari dia." Jawab Zanya.
"Sepertinya barang yang kamu punya hampir semuanya hadiah dari teman kamu itu, ya?" ujar Marlon.
"Iya, begitulah, Pak... Saya jarang membeli barang, karena uang saya habis untuk bayar hutang. Prioritas saya saat ini adalah melunasi hutang." jawab Zanya.
"Kenapa kamu bisa punya hutang yang begitu banyak?" tanya Marlon.
Zanya menghela napas. "Panjang ceritanya, Pak..." Jawabnya sambil tersenyum hambar.
Marlon tidak bertanya lebih lanjut, mungkin itu adalah hal yang Zanya tidak ingin ceritakan. Dari arah belakang mereka tiba-tiba ada motor melaju dengan kecepatan tinggi, Marlon reflek menarik Zanya ke pinggir, sehingga membuat tubuh Zanya merapat ke tubuhnya.
Zanya tersentak oleh suara motor, dan tubuhnya tiba-tiba hilang keseimbangan, untung tangan Marlon menariknya, sehingga ia tidak terjatuh. Namun, kini kepalanya menempel di dada Marlon, dan ia baru sadar bahwa tangannya tadi reflek berpegangan pada pinggang Marlon.
Zanya segera melepas pegangannya dari pinggang Marlon, dan Marlon melepaskan tangannya dari bahu Zanya. Suasana di antara mereka pun menjadi canggung.
"Ah... Udaranya agak dingin, ya..." Ujar Zanya untuk menghilangkan suasana canggung itu.
Marlon segera melepas hoodienya, lalu menyampirkannya di bahu Zanya.
"Gak usah, Pak... Nanti Anda masuk angin." Tolak Zanya sambil melepaskan hoodie itu.
"Pakai aja, aku kegerahan." Jawab Marlon.
"Anda sering nonton drama, gak? Adegan seperti ini sering dilakukan oleh tokoh utama pria ke tokoh utama wanita. Si ceweknya kedinginan, terus si cowoknya ngasih jaket atau jas, seperti yang Anda lakukan barusan. Bedanya, Anda kegerahan." Ujar Zanya.
"Jadi kamu sengaja bilang kedinginan, supaya kamu bisa ngerasain jadi tokoh utama di drama?" Ledek Marlon.
"Ih, bukan seperti itu..." Zanya salah tingkah.
"Kamu mau apalagi, supaya bisa ngerasain jadi tokoh utama wanita di drama? Nanti aku penuhi. Supaya kamu gak kebanyakan menghayal jadi tokoh utama wanita." Ujar Marlon.
Zanya tertawa. "Sebenarnya saya udah jadi tokoh utama di drama, Pak. Karena biasanya tokoh utama itu hidupnya susah, penuh rintangan dan masalah. Dan saya udah mengalami semua kesusahan itu." Jawabnya.
"Jadi, drama kamu ini akan jadi happy ending atau sad ending?" tanya Marlon.
"Hmmm... Kita liat aja nanti, Pak." Jawab Zanya sambil tertawa.
***
Zanya selesai mandi, dan bersiap tidur. Ia tersenyum boneka kucing berbaju pink di kasurnya.
"Dasar bodoh, udah dewasa masih aja gak bisa milih hadiah..." Ujarnya
Lalu Zanya menghempaskan tubuhnya di kasur dan memeluk boneka itu. Zanya merasa ada sesuatu yang mengganjal di boneka itu, ia mengernyitkan dahi, lalu merogoh saku baju boneka itu, dan menemukan sebuah kertas pembungkus kecil.
Dengan penuh penasaran Zanya membuka kertas pembungkus itu. Matanya membulat, menatap benda yang ada di dalamnya.