Saat sedang menata hati karena pengkhianatan Harsa Mahendra -- kekasihnya dengan Citra -- adik tirinya. Dara Larasati dihadapi dengan kenyataan kalau Bunda akan menikah dengan Papa Harsa, artinya mereka akan menjadi saudara dan mengingat perselingkuhan Harsa dan Citra setiap bertemu dengan mereka. Kini, Dara harus berurusan dengan Pandu Aji, putra kedua keluarga Mahendra.
Perjuangan Dara karena bukan hanya kehidupannya yang direnggut oleh Citra, bahkan cintanya pun harus rela ia lepas. Namun, untuk yang satu ini ia tidak akan menyerah.
“Cinta tak harus kamu.” Dara Larasati
“Pernyataan itu hanya untuk Harsa. Bagiku cinta itu ya … kamu.” Pandu Aji Mahendra.
=====
Follow Ig : dtyas_dtyas
Saran : jangan menempuk bab untuk baca y 😘😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CTHK 31 ~ Jodoh Pilihan Bunda (1)
“Mas Pandu.” Dara beranjak duduk dan memastikan penampilannya masih sama sebelum ia tidur. Khawatir terjadi sesuatu dan tidak tidak menyadari.
“Sudah bangun? Ini masih pagi.”
“Ngapain disini?” tanya Dara mengabaikan pertanyaan pria yang masih berbaring miring menghadapnya. Apa tidurnya begitu nyenyak sampai tidak menyadari kehadiran pria itu bahkan menatap sekeliling kamar memastikan memang benar berada dikamarnya.
“Tidur,” jawab Pandu.
“Maksud aku, ngapain tidur di sini. Ini masih kamarku.”
Pandu meregangkan otot tubuhnya dan menggeliat pelan lalu beranjak duduk. “Dekat kamu tidur aku nyenyak. Kamu juga sama.”
“Ih, cepat keluar.” Dara mendorong tubuh Pandu agar beranjak dari ranjang.
“Aku kuat Ra. Nggak akan cepat keluar, mau bukti?”
“Dih, c4bul. Sana pergi, kalau ada yang lihat Mas disini bisa bahaya.”
“Malah aku berharap ada yang lihat, lalu kita dinikahkan karena dianggap berbuat asusil4.”
“Mas!” pekik Dara lalu mengajak Pandu menuju pintu.
Baru akan memutar kunci, terdengar ketukan dari luar. Dara dan Pandu saling tatap, lalu panik. Siapa pula yang datang sepagi ini, apa memang keberadaan Pandu sudah diketahui.
“Dara.”
“Bunda,” ujar Dara lirih.
Tidak mungkin menyembunyikan Pandu di lemari apalagi di kolong ranjang. Toilet, hanya tempat itu harapannya. Dara menarik tangan Pandu menuju toilet.
“jangan berisik, aku akan matikan lampunya.”
“Sebentar.” Pandu menahan tangan Dara yang akan keluar.
“Apa lagi, jangan rusak nama baikku dengan kita berada di dalam kamar hanya berdua saja.”
Pandu tersenyum lalu mencium bibir Dara sekilas membuat gadis itu mendadak terpaku. “Kenapa diam? Mau lagi?”
“Ish,” keluh Dara lalu memukul lengan Pandu dan mematikan lampu. Agak berlari menuju pintu. “Iya, Bun.”
“Lama sekali.” Kemala mengeluh karena cukup lama berdiri dan mengetuk pintu kamar, tidak biasanya Dara begitu. Mengira karena kamar yang terlalu luas berbeda dengan kamar yang ada di rumah lama mereka.
“Maaf, aku baru bangun.” Dara lalu menguap dan menggaruk kepalanya.
“Bunda mau bicara,” ujar Kemala lalu Dara bergeser mempersilahkan wanita itu untuk masuk lalu menutup kembali pintu kamarnya.
Berharap Pandu tidak membuat gaduh dan Kemala tidak akan melakukan sidak memeriksa kamarnya. Melirik ke arah toilet, Dara melihat pintu kamar tidak sepenuhnya tertutup. Ibu dan anak itu duduk bersisian di tepi ranjang. Kemala merasa perlu bicara dari hati ke hati dengan putrinya, bukan hanya karena kejadian semalam, tapi juga hal lain.
“Kamu nyaman tinggal di sini?”
“Hm, biasa saja. Tidak penting juga Bun, karena bukan masalah tempatnya. Justru aku yang tanya, apa bunda bahagia bersama Papa Surya?” tanya Dara. “Kalau mungkin, janganlah Bunda sibuk dengan butik. Fokus saja sebagai istri Papa Surya. Masalah CItra, biarkan dia bekerja dan penuhi kebutuhannya sendiri. Dia sudah dewasa dan bukan lagi tanggung jawab Bunda.”
“Iya, bunda ngerti. Citra tidak mau bekerja, dia ingin segera menikah.”
Yang Dara tahu, Citra sedang hamil jadi wajar ingin cepat menikah. Dia tidak tahu kalau kehamilannya hanya sandiwara agar Harsa mau menikah dengannya.
“Jadi karena itu, Bunda desak aku untuk menikah. Pake acara jodoh-jodohan segala.”
Kemala menghela pelan lalu mengusap punggung tangan Dara yang ada di atas pangkuannya. Sudah lama dia tidak dekat begini dengan putri kandungnya sendiri. Selain Dara memang sibuk dan memilih pulang ke kosan, dia sendiri juga sibuk dengan usaha butiknya.
“Sebenarnya tidak perlu dijodohkan kalau kamu kekasih atau calon suami kamu untuk bertemu Bunda.”
“Ck, aku sudah bilang kalau kami sudah putus.” Dara bicara sambil mengalihkan pandangannya, tidak ingin memperlihatkan apa yang dirasakan pada Kemala.
“Nanti siang, jangan sampai tidak datang ya. Bunda juga belum pernah bertemu dengan Karyono, tapi keluarganya baik dan mapan. Semoga kalian cocok.” Dara hanya bergumam pelan merespon permintaan Kemala, padahal dia sudah berencana hanya menemui pria itu lalu mengatakan ia tidak suka dan tidak sreg dengan pria itu.
“CItra menyukai seseorang dan dia ingin Bunda bicarakan serius dengan Papi Jaya juga Mas Surya,” ungkap Kemala. Tentu saja dipikiran Dara yang dimaksud pasti Harsa. “Dia bilang kamu sedang dekat dengan Pandu, apa benar?”
“Hah.”
“Citra menyukai Pandu, jadi ….”
“Tunggu!” Dara terkejut mendengar ucapan Kemala, sedangkan di dalam toilet Pandu mengumpat pelan mendengar ucapan Bunda Dara. Meskipun ia tahu dari gerak-gerik CItra, tapi tidak sedikit pun tertarik. “Citra menyukai Mas Pandu? Lalu bagaimana dengan Mas Harsa?”
“Memang Harsa dengan CItra kenapa?” Kemala bertanya balik.
“Tidak tahu, biar Citra saja yang menjelaskan. Jadi maksud Bunda, gimana? Minta aku jauhi Mas Pandu?”
“Kalau memang Pandu juga ada hati dengan CItra, kamu harus mundur sayang. Bukan karena Bunda membela CItra, daripada kamu kecewa.”
“Bunda bilang langsung ke Mas Pandu agar jangan menggangguku, jangan minta aku menjauhinya. Kalau memang Mas Pandu suka dengan CItra, ya silahkan saja,” tutur Dara dengan nada suara agak tinggi agar Pandu mendengarnya.
“Ya sudah, nanti Bunda tanyakan dulu dengan Pandu.” Kemala sudah berdiri, lalu mengusap kepala Dara. “Bunda sayang kamu, semoga kamu dapat pria yang bisa membimbing dan membahagiakan kamu.” Dara hanya tersenyum membalas harapan yang Kemala sampaikan.
Setelah mematikan Kemala sudah menjauh dari kamarnya, Dara segera menutup pintu lalu berlari ke toilet.
“Mas,” panggilnya setelah menghidupkan lampu toilet.
“Hm.” Pandu masih berdiri di tempatnya sambil bersedekap. “Jangan mengganggumu. Kapan aku mengganggumu?” tanya Pandu seolah ia baru saja amnesia dan Dara hanya mencebik kesal.
“Keluar dari kamarku!”
“Nanti siang aku jemput untuk temui pria pilihan Bunda kamu. Kita lihat, apa aku layak dibandingkan dengan si Katro.”
“Kalau ternyata dia lebih tampan dan kinyis-kinyis, goodbye Mas Pandu,” ujar Dara lalu tergelak.
Lihat saja nanti, pasti aku balas.
\=\=\=\=
Cie Panda makin cie cie 🐼😍😍🥰
bener 2 meresahkanb dara fdan pandu
terbucin bucinlah kamu..
pegalan katacdisetiap kalimatmya teratur dan ini udah penulis profeaional banget , aku suka npvel seperti ini simple yo the point dan tak bertele tele..aku suka🥰🥰💪