Berjuang sendirian sejak usia remaja karena memiliki tanggungan, adik perempuan yang ia jaga dan ia rawat sampai dewasa. Ternyata dia bukan merawat seorang adik perempuan seperti apa yang dirinya sangka, ternyata Falerin membesarkan penghianat hidupnya sendiri.
Bahkan suaminya di rebut oleh adik kandungnya sendiri tanpa belas kasihan, berpikir jika Falerin tidak pernah memperdulikan hal itu karena sibuk bekerja. Tapi diam-diam ada orang lain yang membalaskan semua rasa sakit Falerin. Seseorang yang tengah di incar oleh Faldo, paparazi yang bahkan sangat tidak sudi menerima uangnya. Ketika Faldo ingin menemui paparazi itu, seolah dirinya adalah sampah yang tidak pantas di lihat.
Walaupun Falerin terkesan selalu sendiri, tapi dia tidak sadar jika ada seseorang yang diam-diam melindunginya. Berada di saat ia membutuhkan pundak untuk bersandar, tempat untuk menangis, dan rumah yang sesungguhnya. Sampai hidupnya benar-benar usai.
"Biarin gw gantiin posisi suami lo."
Dukungannya ya guys
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Angel_Enhy17, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
⋇⋆CHAPTER 21 : PERHATIAN LEBIH⋆⋇
Setelah pertemuan itu di lakukan dan dia bisa berhasil mendapatkan investasi yang memuaskan, sebagai seorang teman lama? Benarkah? Harka melakukan segalanya agar ia bisa di lihat sebagai seorang pria. Tapi apakah ia mampu mendapatkan semua itu? Jaedan benar, Harka hanya seorang pria keras kepala yang masih menuntun perasaan lamanya sampai detik ini. Merelakan segalanya hanya untuk mendamping perempuan yang ia cintai, melakukan segalanya untuk melindunginya. Kurang apa pria itu sekarang?
Baru ia pulang ke rumah tepat di pukul 2 pagi, dia mendapati apartemennya yang sepi seperti tidak ada kehidupan sama sekali. Ia melangkah ke arah dapur, tapi ia terkejut ketika menemukan seseorang yang justru bukannya dia tidur, dia malah memasak.
"Apa yang kamu lakukan? Kenapa tidak tidur saja?"
Harka bukan menemukan Galen yang belum tidur, tapi Falerin. Wanita itu justru menyibukkan diri dengan alat masak dan bahan makanan yang ada di kulkas. Dia tidak bisa tidur sejak tadi, atau bahkan saat ia di bawa ke apartemen Harka. Ada perasaan tidak enak padahal Galen sudah meyakinkannya, Harka tidak masalah dengan semua itu. Apa lagi Falerin di sana juga atas perintah Harka, bagian mana yang harus tidak enak hati?
"Aku pikir kamu belum makan, kamu pasti lelah menggantikan aku sebagai direktur. Maafkan aku-"
"Tidak, jangan katakan itu. Cepat duduk, biar aku yang melanjutkan masakan mu itu," Harka melipat lengan kemejanya sampai siku, dia menarik Falerin untuk duduk di kursi tunggu atau lebih tepatnya di meja makan.
Harka berakhir memaksakan untuk melanjutkan masakan itu, diam-diam pria itu tersenyum. Pertama kalinya ia mendapatkan perhatian yang seperti ini, apa lagi dari Falerin seperti sekarang. Apakah ia harus bersyukur dengan semua ini? Pria berumur 25 tahun itu terus berkutat dengan dapur, bahkan cara memotong segala bahan makanan dengan sangat cepat dan tepat membuat Falerin kagum. Ia merasa kalah dengan teknik memasak Harka yang terlalu lihai itu.
"Kamu pandai memasak ya, aku tidak pernah tahu itu... " Harka tersenyum, dia menaruh makanan yang sudah matang di atas piring dan beberapa mangkuk. Ia membuat sup daging, ada beberapa sayur di sana yang terpotong kecil agar mudah di cerna saja. Pria itu menyajikan segala makanan yang dia buat selama 20 menit itu di atas meja, aromanya yang sangat menyebar ke seluruh apartemen.
Falerin cukup kagum dengan kemampuan Harka, ia bisa melihat jika ternyata kakak kelasnya itu bisa memasak se lihai dan pandai. Apakah itu alasannya bahan makanan di kulkas sangat banyak? Ia pikir Harka selama ini menyewa koki atau membeli makanan di luar seperti dirinya. Falerin tidak terlalu ada banyak waktu untuk sekedar memasak, jika ia libur saja itu pun waktu yang bisa dia buat tidur.
"Jaedan yang mengajari aku, dia sebenarnya cocok menjadi koki tapi karena keluarganya dia harus jadi pemimpin di perusahaan teknologi seperti sekarang, makan ini. Katakan apakah ini cocok dengan lidah mu atau tidak?"
Falerin di sajikan makanan di piringnya, Harka menyiapkan semuanya. Terbalik, seharusnya Falerin yang melakukannya karena dia tahu Harka pasti lelah setelah seharian mengurus segala kesibukan artis-artis baru yang akan segera di publik. Wanita itu semakin tidak enak hati, tapi dia melihat tatapan Harka yang ada di depannya sekarang, menatapnya dengan tatapan sangat berharap di sana.
Falerin perlahan menyendok makanan itu, dan akan masuk ke dalam mulutnya. Namun, Harka justru menahan tangannya. Falerin reflek berhenti bahkan ketika ia belum menyuap satupun makanan di depannya, ada apa?
"Berdoa sebelum makan, aku tahu kamu tidak terbiasa tapi mungkin sekarang bisa di biasakan, bisa?" Tertegun? Tentu saja, Falerin tidak pernah mendapatkan komentar itu di orang-orang sekitarnya, baru Harka yang mengingatkannya.
"Maafkan aku, aku tidak-"
"Tidak apa-apa, aku akan bantu... " Harka tersenyum di sana, dia akan berusaha memperbaiki segalanya yang kurang dari Falerin. Sebisanya dan semampunya selama ia masih berdiri di sebelah wanita itu.
Harka melihat wanita di sampingnya mulai berdoa sebelum makan, di sana ia hanya menatap secara tersenyum dan kemudian ikut berdoa di sana. Suasana meja makan yang mendadak sangat nyaman di lihat, ketika kelopak matanya terbuka dan memperlihatkan Harka masih menutup matanya. Falerin sadar, jika pria di depannya sangat mendidiknya dengan baik. Apakah masih belum sadar?
"Apakah aku boleh makan?" Tanyanya, membuat Harka membuka kedua matanya dan tersenyum lagi.
"Tentu saja, makan sampai kamu puas dan setelah ini aku tidak mau melihat mu berkeliaran, tidur." Ucapnya seperti tuntutan, tapi wanita di depannya tidak merasa seperti itu.
Justru apa yang Harka katakan seperti perintah demi kebaikan, Falerin tidak tidur selama dia sampai di apartemen Harka. Jadi mungkin Harka mau Falerin istirahat secara maksimal selama masa istirahatnya, semua pekerjaannya bisa di gantikan oleh Harka. Jangan khawatir soal apa pun, Harka tidak akan merebut apa pun. Harka bisa membangun apa yang dia mau dengan mudah, dia sudah sukses sebenarnya dan cukup membuat satu gedung dengan hasil kerjanya sendiri. Jadi tidak ada yang perlu di khawatirkan.
Setelah makan malam itu, mereka berdua sama-sama terdiam. Sedangkan Harka yang sibuk menata piring-piring kotor di sana, Falerin hanya diam saja di sana karena suruhan Harka. Pria itu tidak mau membuat Falerin kelelahan, padahal tujuannya itu membuat dia istirahat bukan justru mengerjakan pekerjaan rumah, kalau istri tidak masalah tapi kalau bisa jangan.
"Kenapa masih diam saja? Pergi ke kamarmu,"
"Aku mau menunggu mu, apa aku bisa membantu sesuatu? Aku bosan, aku tidak bisa tidur," ucap perempuan itu seraya memainkan jarinya, sudah seperti di marahi suami.
"Belum mengantuk?"
"Hum... " Jawabannya hanya menggelengkan kepala saja, suara deheman kita bisa di dengar olehnya. Tapi itu saja tidak akan cukup Harka selesai membersihkan peralatan makan itu dan segera menghampiri Falerin.
"Lalu bagaimana agar kamu tidur?"
"Tidak ada obat tidur? Aku biasanya minum itu, apa tidak ada di sini?"
"Di sini manusia normal, justru di sini orang-orang tukang tidur jadi tidak perlu obat. Bagaimana jika minum susu?" Harka hendak mengambil susu di dalam kulkas tapi di tahan.
"Aku sudah makan malam, apa harus minum susu juga? Berat badan ku bisa bertambah-"
"Biarkan saja, agar dia bisa melihat jika kamu mampu hidup dengan baik tanpanya. Apa masalahnya? Jangan urus berat badan mu, kurus atau gendut itu sudah biasa lagi pula akan tetap hidup. Jangan berpikiran yang aneh, minum susu mu dan tidur." Harka terlalu tegas, dia mengambil segelas susu dan menyuruh Falerin meminumnya.
Setelah itu dia mengantar Falerin ke kamarnya, lalu di mana Harka akan tidur? Dia ada ruangan pribadi, dia bisa tidur di sana untuk beberapa hari ke depan, ia rasa itu bukan masalah besar, tapi bagi Falerin itu masalah besar.
Ketika keduanya sampai di dalam kamar Harka, keduanya nampak saling terdiam. Harka menuntun Falerin pergi ke tempat tidurnya, membaringkan badannya ke atas ranjang yang begitu nyaman. Melihat semua barang yang tersusun rapi nampak begitu nyaman, Harka memiliki kepribadian yang perduli dengan sekitarnya jadi tidak heran.
"Tidur, jika butuh sesuatu panggil saja aku... " Ucapnya dengan senyuman tulus, setelah itu dia hendak keluar dari kamarnya sendiri. Namun, sebuah tangan yang menggenggam pergelangan tangannya yang membuatnya harus terdiam di sana, menoleh ke arah belakang dan mendapati Falerin menatapnya.
"Kamu tidur di mana? Aku tidur di sofa saja-"
"Tidak, jangan... Aku tidur di ruangan ku sendiri, jangan khawatir. Tidurlah dengan nyaman, maka aku juga bisa tidur dengan nyenyak, right?" Seraya mengucapkan semua itu, dengan begitu yakin dia mengusap rambut panjang itu yang mulai terasa kusut. Ia tidak suka ini, ia harus memberikan perhatian lebih.
"Tidurlah, aku akan selalu ada untuk mu. Jangan lupa berdoa ya... " Harka melepaskan genggaman Falerin dan keluar dari kamarnya, meninggalkan Falerin di sana seorang diri dengan segala renungannya.
Kenapa dia bisa sebaik ini dengan ku? Ucapnya dalam hati, sekaligus keheranan dengan sikap Harka yang kelewat perhatian dengannya.