Pernikahan Arika dan Arian adalah pernikahan yang di idam-idamkan sebagian pasangan.
Arika begitu diratukan oleh suaminya, begitupun dengan Arian mendapatkan seorang istri seperti Arika yang mengurusnya begitu baik.
Namun, apakah pernikahan mereka akan bertahan saat sahabat Arika masuk ke tengah-tengah pernikahan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon skyl, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
~Part 22 ~Dia benar-benar meninggalkan ku
Arian tak sanggup melihat kepergian Arika. Sehingga pagi-pagi sekali dia sudah berangkat kerja.
Arika terbangun, dan sudah tak melihat Arian. Ia bangun, Arika melihat kertas terselip di bagian nampan makanan yang disiapkan Arian.
Arian sudah menyiapkannya sarapan, susu dan menyampaikan pesan terakhir sebelum dirinya pergi.
Arika mengambil kertas itu dan membacanya dengan sedetail mungkin. Dan tak terasa air matanya kembali jatuh.
"Sayang, jika kamu sudah bangun dan melihat kertas ini tolong kamu baca samapi akhir, ya? Arika aku sangat mencintaimu, aku memang pembohong, tapi untuk mencintaimu, aku benar-benar mencintaimu tanpa batas. Aku sengaja meninggalkan rumah sangat pagi, aku tak sanggup melihat kepergianmu, aku takut tak bisa mengendalikan diriku. Kamu bisa pergi setelah sarapan, jaga dirimu baik-baik dan ingat aku ada di sini menunggu kepulanganmu. Aku memberimu waktu tak terbatas untuk menenangkan diri, tapi kamu juga tepati kesepakatan kita, kamu akan kembali. See you and i love you sayangku, cintaku dan semestaku."
Arika menghapus air matanya dan menghembuskan napas perlahan.
Ia mulai membereskan pakaiannya, memasukan pakaiannya ke koper. Dan dia terhenti saat mendapatkan pakaian yang sangat suaminya sukai saat ia memakainya, ia berpikir untuk tidak membawanya.
Arika menyimpan dress itu ke dalam lemari dan yang lain dia masukan ke dalam kopernya.
Ia menghela napas panjang, setelah itu dia membersihkan dirinya. Dan memakan sarapan yang suaminya buatkan.
Dirinya makan sarapan itu dengan keadaan air mata yang terus jatuh membasahi pipinya.
...----------------...
Arika melangkah keluar rumah, ia menatap bangunan itu, rumah yang mereka tinggali selama tiga tahun.
Rumah yang menjadi saksi cinta mereka. Rumah yang meninggalkan sejuta bahkan ribuan kenangan.
Dengan langkah berat dia memasuki taksi, dan taksi pun melaju meninggalkan tempat itu.
Arika menghapus air matanya, sopir taksi yang melihatnya jadi merasa iba tetapi tidak berani untuk bertanya apapun.
Perjalanan mulai jauh, dan Arika hanya mampu melamun. Hingga tak terasa taksi itu berhenti.
"Nona?"
Arika masih saja melamun menatap keluar jendela mobil.
"Nona?" tanya sopir itu lagi membuat Arika tersentak dan menoleh. "Kita sudah sampai di bandara."
Arika mengangguk, ia turun dari mobil dan menghela napas panjang. Ia membayar taksi dan mulai mendorong kopernya untuk menunggu penerbangan.
"Ayo memulai hidup baru, lupakan yang berlalu."
...----------------...
Arian berusaha untuk mengalihkan dirinya ke pekerjaan agar tak memikirkan Arika terus-menerus. Namun, itu hanya membuatnya pusing.
Dia melepaskan kacamatanya, dan menghapus air matanya.
Ia mulai mengambil ponselnya dan menelpon asisten rumah tangga yang biasa membereskan rumahnya jika dirinya dan Arika tak ada di rumah.
"Bibi sudah berada di rumah?"
"Iya Tuan, ada apa?"
"Apa Arika masih ada di rumah, Bik?"
"Nyonya sudah tidak ada, Tuan."
"Baiklah, terima kasih." Arian memutuskan panggilan, ia duduk di sofa menatap ke atas.
"Dia sudah benar-benar pergi. Dia meninggalkanku, semuanya sudah terjadi. Apa yang saya takuti sudah terjadi," ucap Arian mengusap air matanya.
"Arika, kamu akan abadi sayang. Abadi dalam hati ini. Aku akan terus menunggu kepulanganmu sayang."
Pintu ruangannya terbuka, terlihat wanita cantik membawa paperbag.
"Mas Ari?"
Arian menoleh dan melihat Ema. Ia menegakan badannya.
"Kamu kenapa?" tanya Ema.
"Dia udah benar-benar pergi, Ema. Dia meninggalkanku," ucap Arian menunduk.
Ema terdiam, apakah Arika pergi? Bukannya ini yang ia inginkan? Kenapa hatinya sesak mendengarnya.
"Ari-ka pergi, mas?"
Arian mengangguk. Hatinya sangat sakit melihat lelaki yang sangat dia cintai malah menangisi wanita lain dan wanita itu adalah sahabatnya.
Ema langsung membawa Arian ke dalam pelukannya. Arian menangis sejadi-jadinya dalam pelukan wanita yang sudah dianggap temannya sendiri.
"Biarkan dia pergi. Dia merasakan begitu sakit, kamu harus mengikhlasnya pergi. Ini salah kita, kita yang membuat kesalahan, mas."
Arian mengangguk. Ema menghapus air mata suaminya.
"Kamu pasti belum sarapan kan?"
"Dari mana kamu tau?"
"Tentu aku tau, Arika tidak ada di rumah kalian. Dan kamu lagi sedih makanya kamu tidak akan mengingat kesehatanmu. Aku tau itu, dari masa kita masih pacaran dulu kamu sudah begitu," omel Ema.
"Aku jadi mengingat Arika saat kamu marah-marah begini, Ema. Dia juga suka marah-marah saat aku melupakan kesehatanku."
Ema hanya mampu melihatkan senyumannya, walaupun rasanya sangat sakit mendengarnya.
"Iya-iya, ini kamu makan dulu biar kamu kenyang dan lupakan semuanya sesaat."
"Baiklah. Kamu juga sudah makan? Jangan sampai membuat anakku kenapa-napa."
"Aku sudah makan, mas." Ema tersenyum. "Kamu hanya memikirkan anakmu, bukan aku. Bodohnya aku malah berharap kamu bisa mencintaiku lagi, padahal cintamu itu untuk Arika yang sudah benar-benar meninggalkanmu. Ari, lihat aku sebentar saja aku juga secinta itu sama kamu jauh dari cintanya Arika. Aku mengandung anakmu, seharusnya aku yang kamu cintai dan perjuangkan bukan Arika," batinnya.
Malam hari, Arian pulang ke rumah. Rumah tersebut benar-benar sepi tak ada lagi teriakan dari sang istri yang menyambut kepulangannya.
Tak ada lagi, seorang wanita yang berlari memeluknya saat dia sudah terlihat di pintu masuk rumah.
Arian membuka pintu kamar. Ia kembali merasakan sesak saat semuanya benar-benar kosong. Skincare dan make-up istrinya yang biasa tertata rapi di meja hias kini sudah tidak ada.
Ia membuka lemari sang istri, di sana sudah tak ada lagi pakaian Arika. Arian meraih dress yang berada dalam sana.
Dengan tangan bergetar, ia memeluknya dengan erat. Ia duduk di lantai sambil menangis histeris.
"ARIKA," teriaknya.
Ia melihat semua sudut ruangan. Melihat bayang-bayang istrinya.
"Mas cepat pakai-pakaianmu sebelum aku memukulmu!" bentak Arika.
"Mas cepat bangun dan mandi, kamu harus ke kantor atau kamu aku siram air, ya!"
"Mas Ari aku kangen," ucap Arika memeluk Arian.
"Mas Arian kamu masih cinta aku enggak?"
"Mas aku cantik enggak pakai dress ini." Arika dengan senyuman manisnya.
Arian seakan melihat dan mendengar istrinya berbicara. Ia memegang kepalanya dan menangis sembari memukul kepalanya sendiri.
"Kapan aku mendengar semua itu lagi. Kapan aku akan melihat wajah cantik, imut, kesal dan cemberutmu itu, Arika."
Arian beranjak ke atas ranjang mengelus batal Arika. Aroma Arika masih melekat di bantal dan sprei itu.
"Aku benar-benar gila dibuatmu, Arika. Bagaimana aku bisa menjalani hari-hariku yang dipenuhi bayang-bayangmu, sayang."
Arian terus menangis dan terus menyesali kesalahannya. Tanpa sadar dia tertidur dengan keadaan duduk bersandar ke headboard seraya memeluk dress serta bantal Arika.
Hubungan mereka benar-benar hancur. Entah apakah suatu saat nanti takdir masih bisa menyatuhkan mereka berdua?
jangan sampe ya ansk2 Arka jatuh cinta ke ank Ema, kr mereka satunya cuma beda ibu/Cry//Cry/
hari ini juga dobel up, ya.
Arian memang oon dan tak punya hati
rasain, siapa anak yang dilahirkan Ema bukan anakmu. Ema dan Arian makin bagai neraka rumah tanggamu, ternyata Arika memiliki anak, tuduhan ibumu dan a jika dia mandul tak terbukti bahkan menganding anakmu Arian, selamat menikmati penderitaan yang kai ciptakan sendiri bersams Ema Arian.