🥈JUARA 2 YAAW S2 2024 🏆
Perceraian, selalu meninggalkan goresan luka, itulah yang Hilda rasakan ketika Aldy memilih mengakhiri bahtera mereka, dengan alasan tak pernah ada cinta di hatinya, dan demi sang wanita dari masa lalunya yang kini berstatus janda.
Kini, setelah 7 tahun berpisah, Aldy kembali di pertemukan dengan mantan istrinya, dalam sebuah tragedi kecelakaan.
Lantas, apakah hati Aldy akan goyah ketika kini Hilda sudah berbahagia dengan keluarga baru nya?
Dan, apakah Aldy akan merelakan begitu saja, darah dagingnya memanggil pria lain dengan sebutan "Ayah"?
Atau justru sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#4
#4
Ckiiiiiitttt
Suara roda besi dan rel manakala keduanya saling bergesekan, kereta yang Hilda tumpangi berhenti di Stasiun Lempuyangan Yogyakarta, Tanah kelahirannya, tempat ia dibesarkan sebelum kedua orang tuanya wafat.
Hilda merantau ke Jakarta berbekal nekat atas ajakan salah seorang kenalannya, beruntungnya Hilda karena ternyata ia menemukan tempat bekerja yang nyaman dan membuat Hilda menemukan banyak hal-hal positif, sebelum akhirnya di tempat itu pula ia berkenalan dengan Aldy yang baru saja patah hati.
Kini Hilda kembali pulang, menganggap dirinya kalah di medan perang, jika digambarkan secara awam, saking hancurnya perasaan Hilda, rampasan perang pun tak ia dapatkan.
Memilih menepi sejenak, Hilda menyeret koper dan tas jinjing menuju Mushola terdekat, waktu masih terlalu pagi, tak mungkin meninggalkan Stasiun di jam seperti ini.
Dua rakaat ia tunaikan, menunggu waktu subuh di sambung dengan dzikir untuk mendamaikan hati dan jiwanya. Disaat seperti ini, kembali menyerahkan diri pada Ilahi Robbi, adalah hal yang tak boleh dihindari, mendekatkan diri agar tak semakin jauh dari jalan yang ditetapkan sang maha pencipta.
Siang yang terik tak menyurutkan langkah kaki Hilda, demi mencari pekerjaan untuk menyambung hidup. Ia tak menghiraukan lelah tubuhnya, berbekal surat kabar harian ia mencari lowongan pekerjaan yang kira kira cocok dengan keahlian yang ia miliki.
Tapi mungkin karena belum jodoh rizkinya, ada saja penyebab ia tak diterima bekerja, kadang karena usia yang tak lagi muda, skill yang belum mumpuni, atau bahkan kondisi dirinya yang saat ini sedang berbadan dua.
Hilda mampir ke sebuah warteg untuk membeli seporsi makan siang, karena bayi kecilnya sudah berteriak kelaparan. Hilda sangat bersyukur karena bayinya tidak manja apalagi rewel, mungkin di pagi hari Hilda merasa mual, tapi setelah jam 8, Hilda bisa kembali beraktivitas seperti biasa.
Sembari menghabiskan makan siangnya, Hilda kembali melihat surat kabar, memeriksa lokasi berikutnya yang akan ia datangi, lokasi kali ini tak begitu jauh dari tempat kost nya, hanya saja Hilda lewati karena butuh keterampilan khusus yang selama ini tak Hilda miliki. Tapi demi menyambung hidupnya menafkahi janin dalam kandungannya Hilda pun memutuskan untuk mendatangi tempat tersebut.
Di luar dugaan Hilda, tempat tersebut sangat rapi dan bersih, sebuah perkebunan sayur yang ditanam secara organik, sangat luas dan menyejukkan pandangan matanya. Karena di kiri dan kanan nya terhampar warna hijau yang menyejukkan pandangan mata.
Tak perlu waktu lama dan pertanyaan berbelit-belit, hari itu juga Hilda diterima bekerja, awalnya Hilda heran, karena syarat utama bekerja di tempat tersebut, hanya lah harus JUJUR, itu sudah cukup. Karena keterampilan bisa diasah seiring waktu, tapi kejujuran akan membentuk dirimu menjadi pribadi bertanggung jawab, ikhlas, serta menjalankan semua kewajiban dengan sebenar-benarnya tanpa perlu diawasi.
.
.
Sementara Hilda mulai kembali menata hidupnya, pun demikian dengan Aldy, rumah tangga barunya baru saja dimulai, walau masih sedikit memikirkan Hilda, namun Aldy pun bahagia, karena bisa bersama wanita yang sejak lama mendiami lubuk hatinya.
Widya masih sangat dongkol karena terpaksa menerima kenyataan bahwa rumah yang mereka tempati saat ini adalah rumah yang dulu ditempati Aldy bersama Hilda.
Dan karena masih menikmati masa-masa berdua maka Widya menepis semua kegelisahan dan rasa dongkol yang mendiami hatinya.
Mungkin nanti selepas makan malam, Widya akan mengatakan keinginannya untuk pindah ke rumah baru, bukannya rumah bekas wanita lain di masa lalu sang suami.
“Masak apa sayang??”
Karena sibuk dengan lamunannya, Widya tak mendengar kedatangan Aldy.
Cup…
Sebuah kecupan membuyarkan lamunan Widya. “Eh… Mas, kapan datang?” Sapa Widya.
“Baru saja, Mas ketok pintu beberapa kali kamu tak dengar.” sungut Aldy.
Widya tersenyum manja, “maaf … aku sibuk melamun.” Jawabnya, Widya pun tak segan mencium pipi Aldy sebagai tanda permintaan maafnya. “Mandi dulu, habis itu kita makan, aku masak sop ayam dan tahu goreng sambal kecap.”
“Hah … sop ayam lagi?!” Tanya Aldy.
“Iya Mas, soalnya simpel, aku gak suka memasak yang ribet-ribet.” Jawab Widya enteng, tanpa rasa bersalah, tanpa pernah bertanya apa makanan kesukaan suaminya.
Aldy menelan ludahnya, ia memaksakan senyum agar Widya tak mengamuk mendengar pertanyaannya, Aldy merindukan makanan dengan banyak bumbu seperti yang dahulu Hilda siapkan untuknya. Walau merasa berdosa pada Widya, tapi sejumput perasaan rindu masih menghampiri nya terutama disaat makan, Aldy sungguh rindu masakan Hilda.
“Mas, kok malah melamun?” Tanya Widya.
“Oh… eh… iya, Mas mandi dulu yah.” Pamit Aldy.
Aldy masuk ke kamarnya, kamar yang dahulu ia tempati bersama Hilda.
Pandangannya langsung mengarah pada pembaringan, tempat mereka memadu kasih, bahkan di hari minggu Aldy kerap minta di temani bermalas-malasan ditempat tidur.
“Astaghfirullah…” Aldy kembali ke alam nyata, ia merutuki khayalan alam bawah sadarnya yang masih memikirkan mantan istrinya, padahal di kamar ini pula ia memadu kasih dengan Widya.
Sesuai dengan janji Hilda, wanita itu benar benar membersihkan barang barang pribadinya, tak tersisa satu helai pun pakaian, bahkan kini aroma sabun dan parfum Hilda sudah benar benar lenyap dari kamar ini, berganti dengan aroma parfum Widya.
Aldy bergegas mandi, menyiram kepalanya dengan air dingin agar bayangan Hilda segera tersingkir.
Usai sholat maghrib, Sepasang pengantin baru itu memulai makan malam. Aldy menelan makan malamnya dengan susah payah, sejujurnya ia masih merasakan aroma amis dari daging ayam, entah bagaimana cara Widya memasaknya.
“Mas… kok males-malesan gitu makannya? Masakanku Gak enak ya?” Tanya Widya dengan wajah cemberut.
Aldy tersenyum, di genggam nya tangan Widya… “nggak, tadi temen kantor ada yang pesan camilan, jadi sekarang gak terlalu lapar.” Aldy beralasan.
Widya mencebikkan bibirnya, “aku kira masakanku gak enak.”
Aldy bernafas lega, sedikit saja salah bicara, bisa-bisa mereka akan kembali cekcok seperti minggu lalu, ketika tanpa sengaja Aldy memanggil nama Hilda ketika meminta tolong diambilkan handuk.
“Enak kok, lebih enak lagi kalau sekali waktu, kamu tambahkan rempah-rempah, aku jamin pasti porsi makanku bertambah.”
“Iya, Mas… lain kali aku coba, walaupun aku kurang suka mengupas aneka bumbu dan rempah, takut bau nya gak ilang hihihi…” Jawab Widya dengan senyum kecilnya, dirinya meng iya kan keinginan Aldy agar maksud hatinya disambut baik oleh Aldy.
Seperti biasa setelah makan malam keduanya duduk santai di depan TV, tak jarang mereka bermesraan di tempat tersebut, merayakan masa bahagia setelah berpisah beberapa tahun karena saat itu Widya gak kuasa menolak keinginan kedua orang tuanya yang ingin menjodohkannya dengan seorang pria yang saat itu jauh lebih mapan dari Aldy.
“Kenapa? Wajahmu seperti orang kebingungan?” Tanya Aldy ketika raut wajah istrinya sedikit mendung.
Widya meremas kedua tangannya, sedikit grogi hendak memulai dari mana.
Melihat kegugupan Widya, Aldy pun menggenggam kedua tangan mulus sang istri, “kenapa?” Tanya Aldy lagi.
“Mas, janji dulu jangan marah.”
“Iya … apa sih yang gak buat kamu.”
“Mas, bisakah kita pindah ke rumah baru?”
Jeddeeerr!!!
Aldy cukup terkejut mendengar permintaan Widya, pasalnya dulu sebelum menikah, Widya hanya iya iya saja ketika Aldy mengatakan bahwa mungkin mereka akan tinggal di kontrakan, karena rumah ini akan Aldy berikan untuk Hilda. Tapi kemudian Hilda pergi dan Aldy semakin tak berdaya karena terlanjur berjanji, maka semua rencana berubah, demi berhemat Aldy dan Widya tetap menempati rumah yang sama, karena semua uang tabungannya ia berikan sebagai gono gini untuk Hilda.
“Apa Mas!!!???” Pekik Widya ketika mendengar pengakuan Aldy. Ia sungguh marah karena ternyata Aldy tak menceritakan perihal uang gono gini bernilai fantastis yang ia berikan untuk Hilda, padahal Widya sudah berhitung Jumlah tabungan yang pernah Aldy bicarakan dengannya, bahkan berangan angan akan membeli rumah seperti impiannya.
Tapi ternyata??
“Aku kecewa padamu, Mas… ternyata selama ini kamu lebih mementingkan Hilda dari pada aku!!!”
Widya berlalu pergi setelah mengatakan kalimat terakhirnya.
BRAKK!! Bahkan Widya membanting pintu kamar kemudian menguncinya dari dalam.
sidus,nugget, burger,piza. kentang msksnan tdk sehat.
coba klu di kasih daging sapi,daging aysm,tulang iga,tulang sumsum,telor,ikan salmon,ikan dori,ayam kampung,telor bebek,telor puyuh.
jgn di kasih cilok,seblak,majanan sampahhhhh
si widya! dia oasti bilsng tuh ansk dr msntan penyakitan ! untung ounya ansk dr aku sehattttt selalu.