Takdir seakan mempermainkan kehidupan Lintang Arjuna, ia yang dulu harus merelakan Danu, sang kekasih untuk menikahi kakaknya, kini ia harus terlibat hubungan kembali dengan pria di masa lalunya.
Lintang terpaksa naik ranjang dengan mantan kekasihnya karena permintaan sang ibu demi bayi kembar yang dilahirkan Libra, sang kakak.
Bagaimana Lintang mampu bertahan dalam pernikahannya di tengah kebencian Danuar Anggara yang masih memuncak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Imamah Nur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22. Sakit
Aku menatap kepergian Mas Danu dalam diam.Tak ada sepatah katapun dia ucapkan sebagai pertanda pamit padaku. Apa aku tidak ada harganya sama sekali di mata pria itu?
Aku terduduk lemas di kursi meja makan. Menu yang sedari tadi ku pandangi sedap sekarang tidak lagi. Seleraku lenyap seketika.
"Tuan Danu sudah pergi bekerja, Nyonya?" tanya si Mbak dan aku hanya mengangguk lemah.
"Kenapa nggak makan dulu? Padahal saya lihat Nyonya sangat sibuk di dapur sebelum subuh?" Dia menatapku dengan iba sehingga aku yang tidak ingin dikasihani oleh orang lain segera bangkit.
"Dia sangat sibuk jadi nggak sempat makan. Kamu kalau lapar makan saja duluan, aku mau kembali tidur barangkali pagi ini bisa terlelap."
Kali ini si Mbak yang mengangguk dan aku tersenyum sedikit untuk menyamarkan kesedihan. Setelah itu aku bergegas ke kamar. Ketika baru saja merebahkan tubuh, aku langsung teringat dengan Diary Kak Libra. Kembali aku bangkit dan berjalan ke kamar Mas Danu dengan tergesa-gesa. Sampai di sana aku segera memeriksa di bawah kasur. Jantungku berdetak kencang dan hatiku penuh harap, semoga buku itu belum ditemukan oleh Mas Danu.
Sayangnya, buku itu sudah tidak ada di tempatnya dan itu berarti Mas Danu sudah mengambilnya. Aku harus mencari buku itu, barangkali di sana ada titik terang tentang masa lalu kami. Aku beranjak ke arah lemari. Saat mencoba membuka tenyata sudah dikunci. Aku tertegun untuk sesaat, tidak biasanya Mas Danu seperti ini.
Apa Mas Danu berpikir aku tidak akan butuh lemari ini setelah menyadari baju-bajuku sudah kosong di sana, takut si Mbak lancang dan membuka lemarinya, ataukah tahu aku akan mencari sesuatu di kamarnya? Mendadak kepalaku menjadi pening.
Namun demikian, aku akan tetap mencari buku tersebut meskipun berada di dalam lemari sekalipun. Aku segera memeriksa di segala penjuru kamar untuk mendapatkan kunci ataupun diary langsung.
"Aku harus tetap mendapatkan." Dengan bersemangat aku terus melakukan pencarian, memeriksa di setiap sudut kamar, bahkan di segala penjuru rumah. Tak peduli keringat sudah bercucuran, aku hanya menyekanya kemudian lanjut mencari.
"Dimana sih Mas Danu memindahkan?" Satu jam mencari aku belum menemukan juga, rasanya hampir putus asa.
"Sudahlah." Aku sudah lelah dan mengakhirinya pencarian hari ini dengan harapan suatu saat akan menemukannya meskipun entah sampai kapan.
Ketika aku ingin kembali ke kamar, foto Kak Lintang seperti sedang menatapku. Aku mendekat dengan perlahan. "Kak, dimana Mas Danu menyembunyikan buku diary-mu?" Aku bicara pada gambar seperti orang gila. Entah kenapa aku begitu yakin ada rahasia di dalam sana. Tanganku meraba-raba foto Mas Danu bersama Kak Lintang hingga berakhir pada perasaan bahwa dibalik foto itu ada sesuatu. Segera aku memeriksanya.
"Kunci?" Hanya sebuah kunci, aku pikir apa. Aku begitu kecewa, sesaat kemudian tersadar bahwa aku sedari tadi memang mencari sebuah kunci juga.
"Kunci lemari!" pekikku senang seperti orang yang baru saja menang lotre. Aku segera meraih benda tersebut dan berjalan ke arah lemari. Hatiku begitu riang tatkala berhasil membuka lemari itu. Segera aku mencari benda yang aku inginkan.
"Dimana sih Mas Danu menyimpannya?" Tanganku terus meraba-raba dan ketika tanganku menyentuh benda seperti buku aku langsung menariknya.
"Ini dia!" Aku begitu bahagia. Aku membelai buku dengan cover biru langit itu bercampur merah muda itu. Setelahnya aku langsung membuka.
[ Kau tahu, tidak ada wanita paling menyebalkan di dunia ini selain Lintang Arjuna. Aku menyesal pernah kenal dan mencintainya ....]
Aku mendadak tegang membaca paragraf awal di lembaran pertama buku tersebut.
"Ini buku Mas Danu?" Aku menggeleng untuk menepis pikiranku sendiri. Mas Danu tidak mungkin memiliki buku harian, tidak mungkin. Buku di tangan bahkan jatuh ke lantai karena tanganku yang gemetaran.
"Bukankah waktu itu buku Kak Libra?" Di satu sisi aku ingin melanjutkan membaca curhatan Mas Danu, tetapi di sisi hatiku yang lain tidak mengizinkan. Aku takut tulisan Mas Danu akan membuatku semakin terluka. Aku tidak sanggup dan belum siap, biarlah cukup tahu kebencian Mas Danu dari sikapnya saja.
Membaca paragraf pertama saja hatiku sudah sangat sakit. Segera aku meraih buku tersebut dan menyimpannya ke tempat semula, mengunci lemari dan menaruh kembali kunci di bawah foto Mas Danu. Setelah itu aku bergegas keluar.
"Nyonya kenapa?" Mungkin si Mbak khawatir melihat tubuhku masih gemetaran.
"Tidak apa-apa," jawabku cepat.
"Nyonya baik-baik saja?" tanyanya lagi.
"Ya." Aku menarik napas dalam dan merebahkan tubuh. "Kalau keduanya masih tidur, kamu keluar dulu, aku ingin beristirahat," pesanku dan dia langsung bergegas keluar dari kamar si kembar.
Aku berbaring menatap langit-langit kamar dengan tatapan sendu. Tunggu dulu! Kenapa aku tidak membaca kelanjutannya? Barangkali di sana ada alasan kenapa Mas Danu membenciku." Aku terdiam lalu merutuki kebodohanku.
"Lain kali saja." Hari ini badanku benar-benar lemas, seakan tiada tenaga lagi untuk bangkit. Aku memejamkan mata siapa tahu bisa terlelap.
"Nyonya makan dulu, sedari pagi Nyonya saya lihat belum makan!" Aku terbangun kala mendengar suara si Mbak.
"Jam berapa ini?" tanyaku enggan membuka mata. Tubuhku terasa tidak enak, ada panas yang menjalar di seluruh tubuh, bahkan napasku.
"Jam dua siang Nyonya, dari tadi saya bangunin tidak bangun-bangun. Sebenarnya saya sungkan untuk memaksa Nyonya bangun, tetapi kalau tidak Nyonya bisa sakit."
Aku merasa bukan bisa lagi, tetapi aku memang sudah sakit. Entah fisik atau batin, sepertinya dua-duanya. Aku mencoba bangun, tetapi kepala terasa berat.
Saat aku mengaduh kesakitan si Mbak langsung menghampiriku dan membantuku untuk berdiri, tetapi saat menyadari sesuatu dia langsung membantuku duduk.
"Nyonya demam, biar saya yang ambilkan makan. Nyonya Lebih baik duduk dulu." Aku tidak menjawab, pemandangan di sekeliling rasanya gelap dan tubuh ini seperti dibanting-banting. Ada apa denganku? Kenapa setelah dibanding-bandingkan kini bahkan dibanting-banting? Argh rasanya aku tidak kuat lagi ....
Saat aku membuka mata aku melihat Dita dan seorang dokter sedang memeriksaku. "Aku kenapa?" tanyaku bingung.
"Nyonya tadi pingsan, makanya aku menelpon dan memberitahu Mbak Dita," terang si Mbak.
"Aku pingsan? Kenapa aku nggak ngerasa ya?" Aku menggaruk kepala, sepertinya aku hanya merasa tubuh ini panas saja tadi.
"Nyonya sebaiknya banyak istirahat dan jangan terlalu banyak berpikir dulu," saran dokter.
"Baik Dok," jawabku meskipun tidak yakin bisa tidak kepikiran selama Mas Danu masih seperti ini.
bnyk msteri yg blm trungkap soalnya....sabaaarrr.....
antara mninggal sm apa y....
duuuhh....pnsran....